Warga Indonesia Suka Berbuat Baik, Setara China dan India

7 September 2020 14:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga berolah raga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) di Jalan Layang Non Tol Antarasari, Jakarta, Minggu (28/6). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga berolah raga saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) di Jalan Layang Non Tol Antarasari, Jakarta, Minggu (28/6). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Indonesia kembali dilibatkan dalam survei Doing Good Index (DGI) 2020 atau Indeks Berbuat Baik oleh The Center for Asian Philanthropy and Society (CAPS).
ADVERTISEMENT
DGI adalah penelitian yang dilakukan di 18 negara di Asia untuk mengkaji faktor-faktor pendukung bagi individu atau institusi untuk berbuat baik melalui kegiatan filantropi dan investasi yang berdampak sosial.
Hasil penelitian menunjukkan, status dan peringkat Indonesia di DGI 2020 meningkat dari not doing enough menjadi doing okey. Artinya, ada perbaikan dalam regulasi, kebijakan, dan infrastruktur kelembagaan yang berpengaruh pada minat dan niat untuk berbuat baik.
Indonesia masuk kategori doing okay bersama Bangladesh, China, India, Malaysia, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand. Sementara di kategori lainnya yaitu doing better ada Hong Kong, Japan, Korea, Pakistan, Filipina, dan Vietnam.
Untuk kategori doing well ada dua negara yaitu Singapura dan Taiwan. Sementara itu di kategori not doing enough ada Kamboja dan Nepal.
ADVERTISEMENT
CEO CAPS, Ruth Shapiro mengatakan Asia memiliki sepertiga dari kekayaan dunia. Ia merasa ada kesempatan untuk menggunakan kekayaan tersebut untuk mengentaskan kemiskinan, melindungi lingkungan, dan menjaga ketahanan masyarakat.
“DGI 2020 memperjelas bahwa pemerintah, donor, dan sektor sosial harus bekerja sama, lebih dari sebelumnya, untuk membangun Asia yang lebih kuat, lebih sejahtera, dan lebih adil seiring dengan upaya kita mengatasi krisis ekonomi terkait dengan pandemi COVID-19,” kata Ruth melalui keterangannya terkait hasil survei secara virtual, Senin (7/9).
Warga beraktivitas saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Sebagai informasi, DGI 2020 juga merupakan sebuah studi dalam konteks di mana modal swasta memenuhi kebutuhan masyarakat. Studi ini memberikan peta jalan untuk kebijakan dan praktik yang akan meningkatkan amal dan mendorong sektor sosial untuk semakin berkembang dan efektif.
ADVERTISEMENT
Indeks ini dapat membantu para filantropis, pembuat kebijakan, peneliti, organisasi non pemerintah (NGO), dan warga negara yang terlibat untuk lebih memahami hal apa saja yang dapat meningkatkan pemberian filantropi di negara mereka. Studi ini juga menyoroti bagaimana meningkatkan akuntabilitas dan transparansi untuk mengatasi defisit kepercayaan yang dihadapi oleh sektor sosial yang dapat membuat calon donor untuk mundur.
Setidaknya ada beberapa hal yang diidentifikasi dalam survei atau studi tersebut:

Pentingnya Keterlibatan Pemerintah

• Pemerintah di seluruh Asia mengupayakan peningkatan filantropi dan CSR lokal.
• Lebih dari separuh ekonomi di Asia menyaksikan penurunan pendanaan asing. Di enam negara dan wilayah yang memberlakukan pembatasan pada pendanaan luar negeri, banyak NGO yang melaporkan penurunan pendanaan hingga 20 persen atau lebih.
ADVERTISEMENT
• 45 persen NGO di seluruh Asia menerima dana dari sumber asing, yang merupakan sekitar 25 persen dari anggaran mereka.
• Saat ini, 66 persen dari NGO Indonesia yang disurvei menerima dana asing, yang merupakan 37 persen dari anggaran mereka. Dengan klasifikasi Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas, pendanaan asing semakin banyak dialihkan ke negara berpendapatan rendah.
• Hanya 19 persen dari NGO yang disurvei di Indonesia menerima hibah dari pemerintah.
• Hibah pemerintah mencapai sekitar 3% dari rata-rata anggaran NGO Indonesia.
Sejumlah mahasiswa asing penerima Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) tampil membawakan aneka lagu dan tarian tradisional nusantara dalam Indonesia Channel di Banyuwangi, Selasa (13/8). Foto: ANTARA FOTO/Ahmad

Pengawasan Regulasi Sektor Sosial Meningkat

• Lebih dari setengah (56 persen) ekonomi Asia telah meningkatkan pengawasan pemerintah terhadap sektor tersebut.
• Indonesia memiliki salah satu proses pendaftaran tercepat untuk lembaga nirlaba. Pendaftaran dapat memakan waktu paling sedikit 20 hari, dibandingkan dengan rata-rata 94 hari di Asia.
ADVERTISEMENT
• 35 persen dari NGO di Indonesia merasa bahwa undang-undang yang berkaitan dengan sektor sosial sulit untuk dipahami.
• 61 persen NGO di Indonesia percaya bahwa pemerintah jarang menegakkan undang-undang dan peraturan, dan 72 persen percaya bahwa NGO lainnya mungkin mencoba untuk tidak mematuhi peraturan pemerintah.
Kebijakan Pajak dan Fiskal Jadi Insentif Utama Pemberian Amal, Tapi Ketidakjelasan yang Membingungkan Sering Menghambat Sumbangan
• Satu dari empat NGO di seluruh Asia tidak menyadari bahwa ada pengurangan pajak untuk sumbangan amal.
• Pakar negara di 14 dari 18 negara, termasuk Indonesia, mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi kebijakan pajak yang relevan secara akurat.
• Insentif untuk pemberian amal yang diberikan setelah kematian seseorang dalam bentuk warisan masih terbilang kurang, dengan hanya 6 dari 18 negara yang disurvei yang memiliki pengaturan untuk pajak warisan.
ADVERTISEMENT
• NGO Indonesia dikenakan pajak penghasilan yang sama dengan perusahaan biasa, dengan sedikit pengecualian terkait beasiswa atau sumbangan keagamaan.

Pemerintah Dapat Jadi Sumber Pertumbuhan Penting

• 23 persen dari NGO yang disurvei di Indonesia memiliki kontrak pengadaan dengan pemerintah, sedikit di bawah rata-rata Asia sebesar 26 persen.
• Di seluruh Asia, 61 persen NGO dengan kontrak pemerintah merasa relatif sulit untuk mengakses informasi pengadaan.
• Sebagian besar NGO merasa bahwa proses pengadaan kurang transparan.
• Pemerintah semakin sering berkonsultasi dengan NGO tentang masalah kebijakan.
• 75 persen organisasi yang disurvei melaporkan terlibat dalam konsultasi kebijakan, naik dari setengahnya dari 2018.
• Di Indonesia, hampir 90 persen NGO melaporkan berpartisipasi sesekali atau reguler dalam konsultasi kebijakan.
ADVERTISEMENT
• Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan kemitraan publik-swasta memainkan peran yang berkembang di Asia.
• 11 dari 18 negara mengatakan CSR dan kemitraan publik-swasta mendapat lebih banyak perhatian.
• 86 persen dari NGO Asia yang disurvei bekerja dengan sektor korporasi dalam kapasitas tertentu.
• Sejak tahun 2007, perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam (yaitu minyak dan gas, pertambangan) di Indonesia diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun, tidak ada mekanisme penegakan hukum untuk memulihkan dana ini.