Warga Makin Susah karena PPN 12 Persen, Orang Kaya Malah Dapat Ampunan Pajak

19 November 2024 14:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas pajak melayani warga yang membayar pajak. Foto: Antara/Risky Andrianto
zoom-in-whitePerbesar
Petugas pajak melayani warga yang membayar pajak. Foto: Antara/Risky Andrianto
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan DPR mendadak mengusulkan pengampunan pajak bagi orang kaya dalam rapat yang digelar di Senayan, Senin (19/11). Rencana amnesti pajak atau tax amnesty ini diambil di tengah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tahun depan yang akan membuat warga semakin susah.
ADVERTISEMENT
Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 dilakukan pada malam hari.
"RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty ini juga menjadi direkomendasikan untuk diusulkan oleh Badan Legislasi," ujar Tim Ahli DPR RI dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI dengan Kemendagri, Kemhum, dan DPD RI, Senin (18/11) pukul 22:15 WIB.
Dalam rapat tersebut, RUU Pengampunan Pajak tertulis sebagai usulan baru dari Baleg DPR RI. Namun pada rapat pukul 21.00 WIB mengenai pengambilan keputusan, RUU Pengampunan Pajak tertulis sebagai usulan dari Komisi XI DPR RI.
Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengatakan, hal tersebut terjadi karena Komisi XI mengirimkan surat Nomor B/14608/LG.01.01/11/2024 tertanggal 18 November 2024 pukul 19.00 WIB, yang intinya adalah Komisi XI meminta agar RUU Pengampunan Pajak itu masuk sebagai Prolegnas Prioritas 2025.
ADVERTISEMENT
"Terjadi dispute tadi karena jam 7 baru diajukan oleh Komisi XI," kata Bob.
Rapat pun akhirnya menyetujui RUU Pengampunan Pajak menjadi usulan Komisi XI. Sehingga jika draf usulan Prolegnas Prioritas 2025-2029 tersebut disetujui melalui Rapat Paripurna, maka draf sekaligus naskah akademik RUU Pengampunan Pajak akan disiapkan oleh Komisi XI.
Anggota DPR RI Misbakhun Foto: Amanaturrosyidah/kumparan
"Kami harap hasil rapat kerja hari ini dapat ditetapkan dalam Rapat Paripurna. Kerja sama antara Baleg DPR RI, DPD, dan pemerintah terus berjalan dalam penyusunan Prolegnas Prioritas 2025-2029. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih," kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelum rapat berakhir.

Ketua Komisi XI DPR Akui Usulan Tax Amnesty Mendadak

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengakui rencana pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III mendadak masuk Prolegnas Prioritas 2025. Kata dia, dalam daftar panjang usulan RUU yang akan masuk prolegnas 2025, tiba-tiba ada usulan RUU Pengampunan Pajak.
ADVERTISEMENT
"Di tengah-tengah itu kan memang kita tidak pernah merencanakan tax amnesty. Ini datang mendadak begini," katanya di Gedung Bappenas, Jakarta, Selasa (19/11).
Kesepakatan ini menjadi sorotan karena berbarengan dengan penetapan kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan diterapkan 1 Januari 2025. Jadi, ketika masyarakat dihadapkan pada kenaikan PPN, orang kaya justru berpeluang mendapatkan pengampunan pajak.
Ilustrasi membayar pajak. Foto: Shutter Stock
Namun Misbakhun menilai tarif PPN 12 persen sudah dibahas sejak lama, sejak 2021 saat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disahkan. Penerapannya dilakukan 3 tahun setelah itu alias 2024 tapi kemudian jadi tahun depan saat pemerintahan baru.
"Kalau yang kita sudah putuskan kan 12 persen itu kan sudah ada di undang-undang HPP. Nah itu kan program yang sudah direncanakan sejak 2021. Ya sudah," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Soal perdebatan kenaikan PPN 12 persen, kata dia, DPR menyerahkan ke pemerintah karena implementasinya dijalankan eksekutif sesuai UU. Sedangkan untuk rencana tax amnesty jilid III, karena diusulkan mendadak, selanjutnya akan dibahas teknis dalam rapat-rapat DPR mendatang bersama pemerintah.
Misbakhun mengatakan pemerintahan Prabowo adalah pemerintahan yang visi dan misinya harus diakomodir dan sudah menjadi agenda reguler seperti pemerintahan sebelumnya.
"Kita tetap berusaha melakukan pembinaan untuk wajib pajak itu tetap patuh. Tapi pada saat yang sama kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan yang masa lalu untuk diberikan sebuah program. Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni," jelasnya.
Program Tax Amnesty jilid I berlangsung pada 28 Juni 2016 sampai 31 Desember 2016 dan jilid II atau yang disebut Program Pengungkapan Sukarela (PPS) berlangsung pada 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
ADVERTISEMENT

Warga Resah PPN Naik, Gaji Stagnan

Sejumlah warga mengaku keberatan dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen di 2025. Seorang warga yaitu Rizki menilai kebijakan tersebut akan memukul daya beli masyarakat terhadap barang kebutuhan. Sebab, masyarakat harus mengeluarkan dananya lebih besar dibandingkan sebelumnya.
"Jelas akan membebani masyarakat karena ketika kita membeli sesuatu barang ataupun makan, otomatis harus bayarnya lebih besar ketimbang sebelumnya. Ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan atau daya beli masyarakat terhadap barang-barang kebutuhan, terutama kebutuhan yang pokok," kata Rizki kepada kumparan, Sabtu (16/11).
Menurutnya, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini harus diimbangi dengan kenaikan upah masyarakat agar tidak terbebani. Dengan kenaikan upah, tentu masyarakat mempunyai daya untuk membayar kenaikan PPN tersebut.
"Tapi dibarengin dengan adanya kenaikan upah minimum saya kira itu akan menjadi fair. Masalah persentasenya (kenaikan upah) mungkin itu bisa dihitung-hitunglah," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Rizki menilai dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan gelombang PHK yang besar. Sebab, pengusaha akan bertambah bebannya dengan untuk membayar gaji karyawan, jika adanya kenaikan upah minimum.
Warga lainnya yaitu Wati juga memandang rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen di 2025 akan membebani masyarakat. Apalagi untuk membeli kebutuhan hidup, sementara penghasilan masih tetap.
"Pastilah sangat mempengaruhi dengan kebutuhan sehari-hari, karena semua produk naik, sementara penghasilan tetap. Jadi sangat mempengaruhi untuk kelangsungan hidup," kata Wati kepada kumparan.
Wati khawatir dengan kebijakan tersebut nantinya harga barang menjadi mahal, sedangkan upah yang tidak naik. Dia berharap dengan naiknya tarif menjadi PPN, tentu adanya penyesuaian terhadap upah karyawan agar mengurangi beban masyarakat.
ADVERTISEMENT
"UMP harus (naik) supaya seimbang, harus ada kenaikan juga, menurut saya," ujarnya.