Warga Minta Ganti Untung di Proyek LRT, Pemerintah Keberatan

20 Februari 2019 22:06 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara pemasangan U Shaped Girder pada proyek pembangunan kereta api ringan (LRT) Jabodebek rute Cawang - Cibubur di simpang susun Pasar Rebo, Jakarta, Kamis (17/1/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara pemasangan U Shaped Girder pada proyek pembangunan kereta api ringan (LRT) Jabodebek rute Cawang - Cibubur di simpang susun Pasar Rebo, Jakarta, Kamis (17/1/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Persoalan pembebasan lahan Depo Light Rail Transit (LRT) di Kabupaten Bekasi tampaknya masih cukup alot. Saat ini, pemerintah sedang menghitung terkait kompensasi alih fungsi lahan seluas 10,5 hektare (ha) tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, sebagian warga meminta kompensasi mencapai Rp 30 juta per meter persegi (m2). Beberapa alasan yang mendasari harga tersebut yakni adanya binsis warga yang terkena imbas dan durasi yang telah mencapai sekitar 30 tahun lalu telah tinggal di tanah yang saat ini statusnya milik negara tersebut.
Menanggapi tawaran warga tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Arie Yuriwin mengaku keberatan. Sebab, menurutnya, dalam penentuan nilai kompensasi harus disepakati oleh Kantor Jasa Pelayanan Publik (KJPP).
"Enggak bisa minta nilainya sendiri karena nilai itu ditentukan oleh penilai KJPP," ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Martim, Jakarta Pusat, Rabu (20/2).
Proyek LRT Jabodebek yang direncanakan beroperasi pada 2019 di Stasiun Taman Mini. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Arie pun berharap, pembebasan lahan ini dapat rampung pada Maret-April 2019. Sebab, pihaknya masih harus melakukan negosiasi kepada warga yang masih bersikukuh menyikapi persoalan ini.
ADVERTISEMENT
"Ya komplain tadi kami kita konsinyasi," tuturnya.
Sementara itu, ditemui dalam kesempatan yang sama, Direktur Operasi PT Adhi Karya Tbk (ADHI) Pundjung Setya Brata menegaskan, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN yang akan mengatur seluruh urusan lahan. Pihaknya hanya sebagai kontraktor pembangunan depo.
“Kita sebagai pendengar aja melaporkan progres dan sebagainya,” ucapnya.