Waspadai Gagal Panen Akibat Kekeringan Musim Kemarau

9 Juli 2019 9:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petani berdiri di tengah sawahnya yang mengalami kekeringan di Desa Kademangaran, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (24/6). Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petani berdiri di tengah sawahnya yang mengalami kekeringan di Desa Kademangaran, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (24/6). Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
ADVERTISEMENT
Puncak musim kemarau diperkirakan akan terjadi pada Agustus 2019 dan berakhir satu bulan setelahnya. Akibatnya, beberapa wilayah di Indonesia terjadi kekeringan, seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
ADVERTISEMENT
Data Kementerian Pertanian (Kementan) menunjukkan setidaknya ada 102.746 hektare lahan yang mengalami kekeringan, terjadi di 100 kabupaten dan kota di tiga wilayah itu. Lantas, apa saja hal yang perlu diperhatikan?
Kekeringan Menyebabkan Gagal Panen
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Sumardjo Gatot Irianto, mengatakan imbas dari kekeringan itu menyebabkan 9.358 hektare lahan sawah di Jawa dan Nusa Tenggara mengalami gagal panen (puso).
"Catatan saya 9.358 hektare," kata Gatot di Gedung Kementan, Jakarta, Senin (8/7).
Adapun puso itu meliputi Jawa Barat seluas 624 hektare, Jawa Tengah seluas 1.893 hektare, DI Yogyakarta seluas 1.757 hektare, Jawa Timur 5.069 hektare, dan NTT seluas 15 hektare.
Menurut Gatot, luas lahan tanaman padi yang bisa mengkompensasi puso setidaknya membutuhkan 670 ribu hektare. Adapun potensi lahan itu menurut dia ada di wilayah Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan.
ADVERTISEMENT
"Kalau ini dikerjakan 3/4 aja udah dahsyat itu," imbuh dia.
Kementan Harus Mitigasi Kekeringan Lahan
Upaya mitigasi harus dilakukan. Dari data Kementan yang diperoleh dari pengamat OPT di lapangan, selain karena curah hujan sedikit, kekeringan juga disebabkan penampungan air yang tidak optimal dan penggunaan varietas yang tidak toleran kekeringan.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Fadjry Djufry, mengatakan pihaknya telah menyiapkan varietas unggul baru yang bisa beradaptasi dengan lahan kering ataupun rawa.
"Kita punya Inpago, Inbrida, padi Gogo untuk lahan-lahan padi Gogo. Semua lahan-lahan kering 2 minggu padi bisa adaptasi," ujarnya.
Menurut dia, saat ini Balitbang Kementan juga telah memetakan daerah-daerah yang potensial dan membutuhkan penanaman varietas baru tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kita sudah petakan wilayah mana saja yang dapat ditanami padi Gogo, termasuk daerah-daerah yang ketersediaan airnya cukup dan bisa dioptimalkan," papar dia.
Sementara itu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, memastikan ketersediaan air dengan menyediakan pompa air. Pada 2018, ada 93.860 unit yang sudah dialokasikan
"Yang mengusulkan untuk daerah kering 2019 ini mencapai 20 ribu unit," kata dia.
Selain itu, pada 2015-2019 ini, ada 11.654 embung dan 4.042 irigasi perpompaan yang dibangun.
Kondisi area Waduk Botok yang mengering di Kedawung, Sragen, Jawa Tengah, Selasa (25/6). Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Petani Perlu Segera Urus Asuransi Gagal Panen
Agar tak merugi akibat gagal panen saat kekeringan, petani diimbau mengurus asuransi pertanian. Pemerintah sebelumnya menargetkan setidaknya 1 juta hektare lahan dapat asuransi dengan subsidi premi.
ADVERTISEMENT
Sejak diinisiasi pada tahun 2015, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menyebut, program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) kini telah terealisasi sebanyak 232.255 hektare di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
"Kami menargetkan 1 juta Ha. Kemudian realisasi dari daerah yang terkena bencana kekeringan ini ada kurang lebih 232 ribuan Ha," ujarnya.
Menurut Sarwo, petani harus menyadari kegunaan asuransi pertanian yang bisa menyelamatkan dari kerugian akibat kekeringan. Apalagi daerah-daerah yang memang rawan gagal panen akibat kekeringan.
Hingga September saja, kekeringan mengancam sekitar 102.654 hektare di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang akan terjadi pada puncak bulan Agustus.
Para petani, kata dia, akan mendapatkan kemudahan berupa biaya asuransi berupa premi yang terjangkau sebesar Rp 36.000, sudah termasuk subsidi pemerintah. Nantinya, para petani akan mendapatkan sebesar Rp 6 juta.
ADVERTISEMENT