Wimcycle yang Tak Lagi Heboh

7 Juni 2019 11:44 WIB
ADVERTISEMENT
"Teruslah mengayuh untuk hidup yang lebih baik, bersama Wimcycle sepeda pilihan Indonesia, hebbboohhh!"
ADVERTISEMENT
Bagi Anda generasi 1980-an hingga 2000-an, tentu tak asing lagi dengan iklan “hebbboohhh” yang identik dengan merek sepeda Wimcycle. Dicitrakan sebagai sepeda keluarga, Wimcycle memang mampu jadi andalan selama beberapa dekade sejak tahun 1972.
Wimcycle merupakan brand sepeda lokal yang telah mampu memproduksi sepeda BMX sendiri, sebelum era reformasi. Sepeda buatan pabrikan PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries itu, selain bandel dari kualitas juga dijagokan karena memiliki banyak varian BMX seperti Big Daddy, Dirt Trasher, Bronco, Dragster, Metalizer, hingga Street Metal dan Titus. Wimcycle juga memproduksi sepeda anak-anak, sepeda gunung hingga sepeda perkotaan.
Hadir tak kurang dari 47 tahun, gaung Wimcycle kini seolah tak lagi heboh seperti tagline-nya. Produk Wimcycle makin susah dicari di pasar. Bukan saja dipengaruhi banjirnya produk-produk sepeda pesaing buatan lokal dan impor. Wimcycle juga tengah diterpa masalah keuangan. Hal inilah yang ditengarai menjadikan pamornya meredup.
ADVERTISEMENT
Produsen sepeda lokal itu sedang terlilit utang hingga Rp 504,03 miliar kepada 37 kreditur dan harus menjalani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Surabaya, Jawa Timur sejak 23 November 2018. Lantas, permohonan dikabulkan pada 6 Desember 2018.
Imbasnya, Wimcycle belakangan sudah tak lagi berproduksi. Tak elak, sepeda merek Wimcycle jadi sulit ditemukan di toko-toko sepeda. Jika pun beruntung ada, sepeda-sepeda tersebut merupakan stok lama.
Penjualan Sepeda di Toko Tri Jaya 2 di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Toko Tri Jaya 2 yang berlokasi di Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan misalnya. Mengaku sudah tak menerima pasokan sepeda Wimcycle sejak dua tahun ke belakang. Persediaan Wimcycle di toko itu pun kini tak lebih dari tiga lusin baik sepeda anak-anak atau pun dewasa.
ADVERTISEMENT
Wimcycle, stoknya sekarang kalau sepeda anak beberapa saja enggak sampai 20. Kalau dewasa paling stok lama sekitar 10-an. Kalau udah laku semuanya sudah enggak ada stoknya lagi,” ujar pedagang sepeda, Putri (25) ketika ditemui kumparan di Pondok Labu, Cilandak, Jaksel, Jumat (24/5).
Putri mengungkapkan, nihilnya pasokan baru sepeda merek Wimcycle bukan lagi rahasia di kalangan pedagang sepeda. Melainkan, jamak diketahui karena pabrik yang tak lagi sanggup produksi.
“Kalau yang kita (pedagang sepeda) biasanya dengar sih, sudah enggak produksi lagi. Terus katanya ada juga yang bilang sudah tutup,” imbuh dia.
Seorang pedagang lainnya, Taufik (34) mengungkapkan kisah Wimcycle yang sempat jadi primadona di toko itu. Wimcycle sebagai sepeda lokal, menurutnya memiliki keunggulan dari segi kualitas serta varian model yang trendi pada masanya.
ADVERTISEMENT
“Itu dari tahun 2003 aja sudah ramai dia (Wimcycle). Sampai tahun 2017 sudah enggak mulai produksi dia. Paling ramai tahun 2010 ke atas. Pacific belum ada. Yang ada United sama Polygon,” terangnya.
Saat masih jaya, Taufik menghitung, sepeda Wimcycle bisa ludes sampai puluhan dalam sebulan. Sedangkan di momen menghabiskan stok Wimcycle ini, paling-paling hanya sanggup terjual 2 unit saja.
“Kalau toko lagi musimnya liburan apa Lebaran ya sebulan (khusus Wimcycle) terjual 20-an bisa. Sekarang kan sudah enggak produksi, saingannya (Wimcycle) warna lebih bagus modelnya juga lebih bagus. Merek Pacific kan sudah sama bahannya dengan Wimcycle, desainnya juga lebih bagus. Cuma kalau harga kan, Wimcycle masih harga lama jadi masih lebih murah,” paparnya.
Penjualan Sepeda di Toko Tri Jaya 2 di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Dibandingkan rivalnya yang saat ini sedang tren seperti merek sepeda lokal Pacific, Wimcycle memang bisa dikatakan lebih murah. Wimcycle stok lama dibanderol di kisaran Rp 900 ribu sampai Rp 1,2 juta untuk sepeda anak-anak, sedangkan sepeda dewasa dijual seharga Rp 2 juta hingga Rp 3,5 juta per unit. Adapun merek Pacific dihargai Rp 950 ribu hingga Rp 1,3 juta untuk sepeda anak-anak dan Rp 2 juta hingga Rp 15 juta untuk sepeda dewasa.
ADVERTISEMENT
Beranjak dari Tri Jaya 2, toko sepeda lainnya yang ada di kawasan Jl Fatmawati Jakarta Selatan, Toko Sepeda Arena Baru malah sudah tak menjual merek Wimcycle sama sekali.
Apink (54) mengaku Wimcycle sudah kalah saing dengan berbagai merek produk lokal seperti United, Pacific, dan Polygon. Merek yang telah mapan yaitu Polygon, sedangkan lainnya biasa memilih United hingga Pacific. Tak hanya itu, Apink menambahkan banyak pembeli sepeda yang saat ini justru terpincut oleh produk impor dari China. Alasannya, tentu saja karena murah.
Wimcycle sudah enggak ada, kalau yang anak-anak biasanya lokal sepeda United, terus dewasa ada yang Polygon atau Pacific karena lagi booming, nah tapi kebanyakan ya nyari yang murah meriah kayak yang China bisa jauh harganya, Rp 400 ribu sampai Rp 900 ribu dapat,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Kian Tersisih dan Tanpa Kepastian
Di Toko Tri Jaya 2 Cilandak Jaksel, ada puluhan bahkan ratusan sepeda-sepeda yang dijajakan. Berbagai ukuran dan jenis dari beragam segmen usia pun saling bersanding berwana-warni. Mayoritasnya menyandang merek lokal seperti Polygon, Pacific, Family, dan masih tampak pula Wimcycle. Sedangkan, merek impor yang tampak hanya ada dari China yang tengah dirakit oleh para penjaga toko.
Asal tahu saja, sepeda China biasanya dibeli secara borongan yaitu sekarung berisi sekitar 4 sampai 6 sepeda yang masih dalam kondisi belum dirakit. Merek dan modelnya pun bisa terus berganti. Soal harga? Bisa dibanderol setengah dari sepeda lokal.
Itulah yang menjadikan salah seorang pembeli sepeda, Zam-zam (35) yang tergoda menjatuhkan pilihan pada sepeda China. Saat kumparan (24/5) bertandang ke Toko Tri Jaya 2 itu, ia sedang asik memilih sepeda untuk anaknya yang kini duduk di bangku SD.
Nasib sepeda lokal Wim Cycle. Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan/kumparan
“Mahal juga percuma, anak-anak gini hanya 3 tahun lagi sudah enggak kepakai, dibuang kan. Yang China yang lebih murah, lokal lebih mahal. Sebenarnya sih saya penginnya yang bagus sekalian, cuma dipikir-pikir lagi buat apa?” kata lelaki yang berdomisili di Karang Tengah, Lebak Bulus, Jaksel itu.
ADVERTISEMENT
Menyoal Wimcycle, ia sebetulnya mengenal baik produk itu karena telah masyhur dari masa ke masa. Ia pun mengaku pernah memakainya. Meski sempat pula beralih ke produk lokal lain untuk sepeda dewasa.
“Kalau dewasa emang milihnya sebaiknya lebih bagus kualitasnya kayak kemarin saya beli United. Wimcycle juga terkenalnya kan bagus ya. Tapi ini untuk anak yang dipakainya enggak lama, pilih yang China harganya jauh lebih murah,” tegasnya.
Bukan saja kian tersisih, nasib Wimcycle kini belum tahu nasibnya alias tanpa kepastian. Kalah saing, dililit utang hingga lenyap di pasaran sepeda nasional. Sepeda lokal asal Surabaya itu mesti menunggu kejelasan status atas akuisisi yang bakal dilakukan Polygon agar bisa terus bertahan.
Merek dagang Polygon baru-baru ini memang santer dibicarakan karena dikabarkan mau mengambil alih PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industries. Termasuk kewajiban utang yang dipunyai perseroan itu. Diketahui, saldo utang Wimcycle berdasar berkas perkara permohonan PKPU ialah mencapai Rp 504,03 miliar kepada 37 kreditur. Tak hanya itu, ada pula tagihan pinjaman perbankan dengan total Rp 457,24 miliar.
ADVERTISEMENT
Dikonfirmasi kumparan, Kuasa Hukum Wimcycle Faizal Asikin Karimuddin masih enggan berkomentar banyak soal akuisisi itu.
“Untuk update saya sementara belum bisa berikan statement apa-apa,” katanya ketika dikonfirmasi kumparan.
Ilustrasi sepeda Wimcycle. Foto: Faisal Rahman
Sementara dihubungi terpisah, Direktur Polygon Bikes William Gozali menekankan, saat ini pihaknya belum mengambil keputusan pasti terhadap Wimcycle. Ia menyebut, proses kajian masih terus berlangsung atas nasib sepeda lokal ‘legendaris’ itu untuk bergabung ke Polygon.
“Hingga saat ini kami dari manajemen masih belum mengambil keputusan dan masih terus mengkaji perihal ini. Kami merasa sayang kalau Indonesia harus kehilangan salah satu brand sepeda yang sudah sangat dikenal,” pungkasnya.