YLKI: Cukai Rokok yang Rendah Picu Meningkatnya Penyakit Kronis

11 Januari 2019 17:54 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers YLKI Soal Cukai Rokok. (Foto: Abdul Latief/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers YLKI Soal Cukai Rokok. (Foto: Abdul Latief/kumparan)
ADVERTISEMENT
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai lemahnya kebijakan cukai industri rokok berdampak pada kualitas kehidupan masyarakat Indonesia. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menjelaskan saat ini jumlah penyakit di Indonesia semakin tumbuh subur.
ADVERTISEMENT
"Beberapa indikator yang menunjukkan bahwa janji meningkatkan kualitas hidup belum tercapai," katanya usai konferensi pers YLKI di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, (11/1).
Ucapan tersebut bukan tanpa dasar. Riset Hasil Kesehatan (Riskerdas) menunjukkan terjadi kenaikkan yang signifikan pada beberapa penyakit seperti kanker, stroke, ginjal kronik, dan diabetes melitus.
Pada tahun 2013, porsi penyakit kanker terhadap total penyakit di Indonesia sebesar 1,4 persen, kemudian naik menjadi 1,8 persen pada 2018. Begitu juga dengan penyakit stroke pada 2013 sebesar 7 persen, naik menjadi 10,9 persen pada 2018. Lalu penyakit ginjal kronik sebesar 2 persen pada 2013, naik menjadi 3,8 persen. Terakhir, penyakit diabetes melitus dari 6,9 persen pada 2013 menjadi 8,5 persen.
ADVERTISEMENT
"Memang rokok bukan penyebab tunggal, tetapi konsumsi rokok punya kontribusi paling signifikan, mengingat lebih dari 35 persen orang Indonesia adalah perokok aktif, dan lebih dari 70 persen sebagai perokok pasif," kata Tulus.
Ketua harian YLKI, Tulus Abadi.
 (Foto: Dok. Nesia Qurrota A'yuni)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua harian YLKI, Tulus Abadi. (Foto: Dok. Nesia Qurrota A'yuni)
Selain itu berdasarkan data World Health Organization (WHO) standar cukai rokok di negara-negara lainnnya sebesar 75 persen. Sementara itu besaran cukai eksisting saat ini baru mencapai sekitar 38 persen.
Oleh karena pihaknya berharap pemerintah mampu menaikkan cukai rokok. Sebab rokok menjadi salah satu barang yang menyumbang pendapatan dari cukai secara nasional.
"Sekarang paling tinggi 37 persen jadi sangat ironis ketika pemerintah tidak defisit anggaran bisa diambil dari cukai. Tapi malah cukai dua periode tidak dinaikan ini baru terjadi di negara ini," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data realisasi per Desember 2018, penerimaan cukai hasil tembakau atau rokok mencapai Rp 152,9 triliun sepanjang 2018. Angka ini mencapai 103,1 persen dari target Rp 148,3 triliun atau meningkat 3,53 persen dibandingkan tahun sebelumnya.