YLKI: Jangan Pinjam Uang ke Fintech yang Tak Terdaftar di OJK

3 Juli 2018 11:23 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Masyarakat semakin gandrung dengan fenomena digital ekonomi. Salah satu indikator fenomena digital ekonomi adalah produk di bidang financial technology (fintech), yang akhir-akhir ini cukup marak. Sayangnya, hal ini tidak disertai dengan pengawasan yang ketat dan informasi yang utuh pada konsumen. Akibatnya, justru konsumen yang banyak menjadi korban.
ADVERTISEMENT
Sejak Januari 2018 hingga sekarang, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah menerima lebih dari 50 pengaduan kredit online, kebanyakan dari keluhan yang disampaikan adalah dari mulai dari cara menagih, hingga sistem perhitungan bunga dan denda yang tidak jelas.
Bentuk penagihan yang sering dilakukan adalah dengan cara mengancam hingga menagih lewat orang yang nomor handphone-nya ada di daftar kontak di seluler milik konsumen.
"Ironisnya, berdasar pengamatan YLKI via website Otoritas Jasa Keuangan (OJK), banyak pelaku usaha di bidang kredit online yang diadukan oleh konsumen ke YLKI ternyata tidak terdaftar di OJK. Karena tidak berizin, sangat berisiko bagi konsumen karena merupakan transaksi yang ilegal," kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulis, Selasa (3/7).
ADVERTISEMENT
Jika pemberi pinjaman online tidak terdaftar di OJK maka ia tidak dinaungi oleh OJK dan aturan terkait pinjam meminjam secara online tersebut. Karena dalam aturan OJK setidaknya ada sisi perlindungan konsumen yang detail mengatur pinjam meminjam secara online, baik dari segi pendirian perusahaannya, prosedur pendaftaran, perizinan, penyaluran pinjaman hingga aturan terkait cara penagihan.
Namun, jika pemberi pinjaman yang sudah terdaftar di OJK dan tetap melanggar/merugikan konsumen, YLKI mendesak agar OJK secara tegas untuk menolak hingga membatalkan proses perizinannya.
"Maraknya cara penagihan kredit online yang dilakukan dengan menghubungi nomor kontak yang ada di handphone konsumen sebagai penerima pinjaman, adalah tindakan yang tidak pantas dan diduga kuat menyalahgunakan data pribadi (UU ITE pasal 26)," tegas Tulus.
ADVERTISEMENT
YLKI menilai bahwa bisnis yang dijalankan oleh Perusahaan Kredit Online sangatlah berisiko, dengan hanya sistem validasi online ditambah konsultasi dengan pihak ahli tanpa melihat kondisi pada Sistem Informasi Debitur pada Bank Indonesia.
"Dan tanpa melihat kondisi riil di lapangan. Oleh karenanya perlu cara khusus untuk menghindari tingginya kasus gagal bayar atas pinjaman yang diberikan, seperti merujuk cara menagih yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP," Tulus menambahkan.
Atas masalah ini YLKI meminta OJK, Kominfo maupun Bareskrim Mabes Polri untuk segera mengantisipasi hal ini agar tidak bañyak konsumen yang menjadi korban. "Juga bertindak tegas pada penyelenggara yang menyalahgunakan data pribadi konsumen. OJK seharusnya melakukan edukasi kepada konsumen terkait prinsip kehati-hatian pada data pribadinya," tutupnya.
ADVERTISEMENT