YLKI: Pengendalian Konsumsi Rokok Nihil Perhatian dari Capres dan Cawapres

25 Januari 2024 16:20 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penjualan rokok batangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penjualan rokok batangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menuturkan belum ada pasangan calon Capres dan Cawapres terkait dengan pengendalian konsumsi rokok.
ADVERTISEMENT
Tulus bilang, pemerintahan dengan senjata kebijakan, harus turut andil dalam pengendalian konsumsi rokok di Indonesia.
Lantaran, menurut Tulus, hal ini penting untuk mewujudkan Indonesia emas pada 2045 dan bonus demografi pada 2030 mendatang.
“Persoalan hulu tidak diatasi, mana dari copras capres ini berani bicara pengendalian konsumsi rokok? Padahal itu salah satu hal terpenting di dalam upaya mewujudkan generasi emas di 2045 dan bonus demografi di 2030,” kata Tulus dalam diskusi publik Urgensi Pengenaan Pajak Rokok Elektrik untuk Melindungi Masyarakat Konsumen di Jakarta Pusat pada Kamis (25/1).
Bahkan, Tulus berani menjamin, Indonesia tidak akan melenggang pada masa Indonesia emas 2045 jika pengendalian konsumsi rokok tidak dilakukan dengan baik.
Hal ini menurutnya didorong oleh konsumsi rokok yang berakibat pada terjangkitnya sumber daya manusia di Indonesia oleh berbagai penyakit mematikan.
ADVERTISEMENT
”Ya jadi, nanti kalau ada generasi emas, bonus demografi, ya generasi yang sakit-sakitan, generasi yang bengek,” imbuh Tulus.
“Pemerintah lintas kementerian dan lembaga dengan membuat regulasi yang komprehensif,” tuturnya.
Ketua harian YLKI, Tulus Abadi. Foto: Dok. Nesia Qurrota A'yuni
Dalam hal ini, Tulus bilang, pihaknya mendorong kebijakan yang komprehensif melalui PP Kesehatan yang akan dirilis. Dia kemudian melirik negara-negara yang meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Tulus menyoroti pandangan beberapa pihak yang menyebutkan FCTC dapat membunuh industri tembakau di negara yang mengadopsinya.
“Negara-negara yang meratifikasi FCTC itu tetap tumbuh, tetap (tumbuh) industri rokoknya, tetap eksis pertanian tembakaunya, tidak seperti kita dikipas-kipas bahwa dengan FCTC nanti pabrik rokoknya akan ambruk, petaninya akan mati, itu semua adalah hal yang mitos ya,” pungkas Tulus.
ADVERTISEMENT
Dalam catatan kumparan, melalui PP Kesehatan yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) No 17 tahun 2023 tentang kesehatan, YLKI menginginkan pemerintah melarang iklan rokok di internet.
Selain itu, Tulus juga menyebut YLKI mengusulkan untuk menambah persentase peringatan kesehatan menjadi 90 persen dari semula 40 persen.