Zulhas Keluhkan Kondisi Pertanian yang Tertinggal: Masih Jejak Pak Harto

15 Januari 2025 16:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas)  dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 oleh IDN Times di Menara Global, Jakarta Selatan pada Rabu (15/1/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 oleh IDN Times di Menara Global, Jakarta Selatan pada Rabu (15/1/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menuturkan Indonesia selama 29 tahun belakangan terfokus pada urusan demokrasi dan infrastruktur. Karena hal tersebut, urusan pertanian di Indonesia cukup tertinggal.
ADVERTISEMENT
Untuk urusan pertanian, Zulhas masih melihat belum ada hal baru karena yang ada saat ini adalah peninggalan era Soeharto. Ia menyoroti tidak adanya pembaruan signifikan di berbagai aspek, mulai dari sistem irigasi hingga pabrik pupuk, yang sebagian besar masih merupakan warisan dari era Presiden Soeharto.
“Karena itu soal pertanian itu masih jejak-jejak Pak Harto yang ada.” tuturnya dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 oleh IDN Times di Menara Global, Jakarta Selatan pada Rabu (15/1).
Selain itu, Zulkifli juga menyoroti kondisi Perum Bulog, lembaga yang berperan penting dalam menjaga stabilitas pangan nasional. Jumlah gudang Bulog, yang sebelumnya mencapai lebih dari 1.800, kini hanya tersisa sekitar 1.500, mencerminkan penurunan kapasitas infrastruktur yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini menggambarkan tantangan besar yang dihadapi sektor pangan Indonesia, yang membutuhkan langkah konkret untuk memperbaiki infrastruktur dan modernisasi demi menjamin ketahanan pangan di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Selain karena fokus kepada demokrasi dan infrastruktur, Zulhas juga menilai pertanian tidak kunjung maju karena tidak adanya riset yang signifikan. Ia melihat riset saat ini terpaku pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan tidak terbuka terhadap lembaga lain.
“Jadi bayangkan betapa tertinggalnya kita. Karena pertanian, lembaga-lembaga lain nggak boleh riset. Riset hanya ada di BRIN. Kita butuh bibit padi, kita butuh bibit jagung, kita butuh bibit sawit, kedelai, dan lain-lain. Tapi BRIN menelitinya moderasi beragama. Gimana? Susah kita,” cerita Zulhas.
ADVERTISEMENT