Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Zulhas mengaku, perombakan beleid tersebut diusulkan oleh Menteri Perindustrian (Menperin). Tujuannya agar Pertimbangan Teknis (Pertek) dimasukkan kembali sebagai salah satu dokumen persyaratan impor.
Menurut dia, pengubahan kembali aturan impor akan membuat namanya sebagai Menteri Perdagangan jelek. Dia juga sempat menyinggung soal tertumpuknya ribuan kontainer di Pelabuhan.
"Kalau gitu bikin peraturan sendiri, jangan Permendag terus, kan saya yang jelek, orang yang tendang kontainer kok saya yang jelek itu gimana sih? saya enggak ngerti itu, kita kerja ya kerja seadanya maksudnya apa yang diperlukan enggak ada di balik udang apalagi di balik batu enggak ada," imbuh Zulhas.
Akhirnya, Presiden Joko Widodo kembali menggelar rapat mengenai hal ini. Dia bilang, dalam rapat tersebut dia bersikeras tidak bersedia merevisi aturan impor tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, memasukkan kembali Pertek sebagai dokumen persyaratan impor tidak akan menyelesaikan permasalahan importasi ini. Jokowi pun menyetujui hal tersebut.
"Terus, rapat lagi, saya bertahan, saya bilang ada cara lain, belum tentu Pertek itu akan menyelesaikan masalah, oleh karena itu saya nolak keras dan presiden setuju enggak jadi bikin Permendag lagi," jelas Zulhas.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut memandang ada cara lain untuk melihat penyebab rontoknya industri saat ini. Dia kemudian menyebut urusan ini diserahkan kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).
"Akan lihat, apakah betul tiga tahun terakhir ini yang menyebabkan industri rontok itu gara-gara barang impor? urusan ini diserahkan ke Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia, dia akan lihat diselidiki tiga tahun ini berapa data kita," terang Zulhas.
ADVERTISEMENT
Nantinya, perlindungan industri akan didapatkan dari restriksi perdagangan berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan Bea Masuk Anti Dumping. Keduanya akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Dengan demikian, Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak lagi perlu mengutak-atik peraturan impor yang saat ini berlaku.
"KPPI outputnya itu bea masuk tindakan pengamanan ada satu lagi KADI, outputnya nanti BMAD, mereka akan lihat data BPS, asosiasi dipanggil data impor gimana melonjak atau enggak baru nanti mereka sidang akan ada putusannya," paparnya.
Zulhas menyebut melindungi industri dengan cara ini tidak dilarang oleh Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO). Bahkan telah diberlakukan di sejumlah negara di dunia.
"Sekarang yang sudah Tekstil dan Produk Tekstil (BMTP) hanya belum disetujui oleh Menkeu, saya bersurat lagi ke Menkeu dan setuju, sekarang nunggu surat lagi dari Menperin. Pakaian jadi tinggal perpanjangan, keramik sudah, tarifnya berapa saya akan lihat," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Dalam catatan kumparan, Kemenperin mencatat pasca terbitnya Permendag 8/2024 pada 17 Mei 2024 menyebabkan impor tekstil dan produk tekstil (TPT) kembali naik pada bulan Mei 2024, menjadi 194,87 ribu ton dari semula 136,36 ribu ton pada April 2024.
"Perkembangan isu PHK di industri TPT dapat kami sampaikan, ini pasca terbitnya Permendag 8 tahun 2024 ada utilisasi IKM (industri kecil menengah) yang turun rata-rata hampir 70 persen," kata Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Reny Yanita saat diskusi di kantornya, Senin (8/7).
Kemenperin juga mencatat hilangnya pasar IKM dan konveksi berimbas pada industri kain dan benang sebagai industri di sektor hulu.
Kondisi tersebut membuat perusahaan-perusahaan TPT harus memangkas jumlah pegawai mereka. Kemenperin mencatat ada enam perusahaan yang melakukan PHK kepada 11.000 pekerja mereka.
ADVERTISEMENT
Live Update