Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Ada Gede Widiade di Balik Catatan Apik Persija
19 Februari 2018 14:13 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB

ADVERTISEMENT
Gelar juara Piala Presiden 2018 yang diraih oleh Persija Jakarta tak melalui proses instan. Ada perjalanan panjang yang membuat keberhasilan ini dianggap sebagai sebuah hasil yang manis.
ADVERTISEMENT
Persija Jakarta pernah menjadi kesebelasan yang begitu menakutkan. Pada 2001, mereka menjuarai Liga Indonesia untuk pertama kalinya sekaligus melabeli diri sebagai kesebelasan yang tak layak untuk dipandang sebelah mata.
Selayaknya usia, setelah menjuarai Liga Indonesia 2001, Persija semakin renta. Pelan-pelan, pesona mereka di sepak bola Indonesia menurun. Mereka tak hanya bermasalah dengan lawan yang kian berbenah, tetapi juga konflik internal hingga utang.
Indonesia Super League 2012 jadi periode yang dianggap sebagai titik terendah Persija. Konflik internal yang mengganggu Persija pada periode tersebut membuat mereka mengalami dualisme kepemimpinan.
Masalah tersebut diawali oleh perebutan nama dan hak-hak Persija antara PT Persija Jaya dan PT Persija Jaya Jakarta. PT Persija Jaya mengaku sebagai pihak yang paling benar karena mereka memiliki beberapa bekas pemain Persija. Di sisi lain, PT Persija Jaya Jakarta merasa tak salah karena mereka didukung oleh klub internal.
ADVERTISEMENT
Tak adanya pihak yang mau mengalah membuat masalah ini berlanjut hingga ke pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Timur akhirnya memenangkan PT Persija Jaya Jakarta, yang dipimpin oleh Ferry Paulus.
Vonis pengadilan tak membuat masalah ini langsung berakhir. Ketidakmampuan mereka mencari investor serta sumber pemberdayaan di balik dukungan masif Jakmania menimbulkan persoalan yang sama setiap tahunnya: krisis keuangan.
Masalah keuangan berdampak banyak bagi Persija secara keseluruhan. Beberapa di antaranya adalah kondisi skuat yang tak begitu dalam, ketiadaan pemain bintang, hingga pembayaran gaji yang jadi tertunda.
Kondisi keuangan semakin jadi persoalan ketika banyak pihak yang enggan berinvestasi karena rekam jejak finansial mereka yang buruk. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, bahkan pernah mengklaim jumlah utang Persija mencapai 76 miliar rupiah.
ADVERTISEMENT
Krisis finansial pada akhirnya menjadi bahan yang menarik ketika Persija dijadikan sarana kampanye politik. Dalam kampanye pemilihan umum lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, menyebut bahwa ia punya rencana untuk membangun stadion untuk Persija.
Lantaran janji Sandiaga menarik, ia pun mendapat apresiasi dari Jakmania. Kendati demikian, pada pemilu lalu, Jakmania tak secara seragam memberikan dukungan untuk Sandiaga, yang berpasangan bersama Anies Baswedan.
Nasib mereka membaik kala Gede Widiade datang. Berawal dari sebuah wacana, Gede datang untuk mengakuisisi beberapa persen Persija. Meski demikian, kedatangan Gede tak membuat kursi Ferry bergoyang. Ia tetap menjabat sebagai Presiden, sementara jabatan Direktur Utama diisi oleh Gede.
Masuknya Gede ke susunan pengurus Persija mendapat tanggapan beragam dari Jakmania. Di luar tanggapan positif, ada pihak yang merasa was-was jika Persija tak lebih dari sarananya memperkaya diri.
ADVERTISEMENT
Gede mengubah prediksi minor tentang dirinya. Janji-janjinya di pelantikan ia ucapkan di periode kepemimpinannya. Gede seakan tak hanya berwacana, tapi juga membuktikan diri bahwa ia serius mengelola kesebelasan ini.
Pelan-pelan, kedatangan Gede membantu keuangan. Neraca keuangan Persija yang awalnya minus mulai dibenahi. Jelang diputarnya Liga 1 2017 lalu, ia berani menggelontorkan nominal yang tak kecil untuk mendatangkan tiga pemain asing yang memiliki harga tak murah: Willian Pacheco, Bruno Lopes, dan Luis Junior.
Di daftar lokal, Persija mendatangkan beberapa pemain untuk mengisi posisi yang stoknya kosong. Beberapa di antaranya adalah Sandi Darma Sute, Jefri Kurniawan, Rudi Widodo, dan Muhammad Hargianto.
Di balik transfer besar-besaran Persija, ia menegaskan bahwa Persija tak akan dibangun secara instan. Ia menggagas adanya proses bertahap untuk menjadikan Persija stabil di masa depan.
ADVERTISEMENT
Juni 2017 lalu, ia menceritakan bahwa Persija memiliki target jangka panjang berdurasi lima tahun. Di samping itu pula, Gede juga mengungkapkan bahwa ia berusaha membangun sarana latihan untuk Persija.
Dalam beberapa wawancara, Gede juga tak asal menjalankan kesebelasan asal Jakarta ini. Pada konferensi pers pengenalannya sebagai Direktur Utama, ia menjelaskan bahwa statusnya di Persija adalah untuk memastikan bahwa tugas pelatih Stefano ‘Teco’ Cugurra bisa selaras.
Kedatangan pemain-pemain tersebut tak langsung mengubah nasib mereka dalam waktu sekejap. Catatan Persija pada awal musim Liga 1 musim lalu bahkan tak benar-benar memuaskan.

Klasemen akhir Liga 1 musim lalu jadi bukti serangkaian pilihan Gede dan Persija tak salah. Kendati tak memiliki skuat bertabur bintang, Persija mampu mengakhiri musim di posisi keempat Liga 1.
ADVERTISEMENT
Piala Presiden 2018 kembali jadi bukti bahwa mereka tak layak dianggap remeh. Beberapa nama yang didatangkan untuk mengisi posisi lowong usai ditinggal pemain yang hengkang membuktikan kecermatan manajemen Persija.
Salah satu contohnya adalah Marko Simic. Meski pada awalnya ia diprediksi tak akan bersinar, tapi Simic berhasil membuktikan diri. Dua gol pada partai final seakan menjadi bukti bahwa ketajaman Simic adalah buah dari apiknya penetrasi Persija di bursa transfer.
Sederet penampilan apik Persija di bawah nama Gede memang tak mengagetkan. Sebagai orang bisnis, ia tentu tahu apa yang terbaik untuk Persija. Tidak hanya dalam jangka pendek, tapi juga panjang.