Ada Meja Judi di Balik Lapangan Bola

27 Desember 2018 16:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Judi. (Foto: Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Judi. (Foto: Unsplash)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ini adalah bagian kedua dari laporan hasil wawancara kumparanBOLA dengan Declan Hill menyoal pengaturan skor. Anda bisa membaca bagian sebelumnya di: Menggantungkan Nasib pada para Koruptor Lapangan Hijau.
ADVERTISEMENT
====
Sepak bola adalah tempat untuk mengubah ketidakmungkinan menjadi mungkin. Di atas lapangan hijau selalu ada ruang bagi underdog untuk mendepak kampiun dari takhta kemenangan.
Namun, ketidakmungkinan yang diubah menjadi mungkin itu tak tentang epos dan yang indah-indah melulu. Lapangan bola juga bercerita tentang ruang-ruang tak kasatmata tempat para mafia bekerja.
Dari sudut tak terduga itu mereka mengendalikan laju bola, menggiring para petarungnya pada kekalahan. Bukan kekalahan biasa, tapi kekalahan yang berujung pada pundi-pundi kekayaan.
Mengutip buku Declan Hill yang berjudul 'The Insider’s Guide to Match-fixing in Football', dalam gambling fixing, aktor-aktornya bekerja tanpa peduli apakah tim A atau B menang. Yang mereka pedulikan adalah bagaimana mengeruk keuntungan dari meja judi dengan mengatur hasil sebuah pertandingan.
ADVERTISEMENT
Yang mengerikan, bandar-bandar judi ini tidak bekerja dengan cara yang sporadis, tapi sistematis. Apa yang mereka lakukan bukan kriminalitas kelas teri, tapi kejahatan terorganisir (organized crime).
“Sayangnya, kedua jenis pengaturan skor tadi terjadi di Indonesia. Begini, kalian memiliki banyak match fixer yang berbasis di Jakarta (Hill menyebutnya a collection of match fixers in Jakarta -mungkin saking banyaknya -red) yang berkeliling dunia--memang kebanyakan untuk pasar judi,” jelas Hill dalam perbincangannya bersama kumparanBOLA.
Hill adalah jurnalis investigator, pembuat film dokumenter, dan akademisi. Fokus penelitian dan pekerjaannya adalah organized crime (kejahatan terorganisir) dan isu-isu internasional. Ia adalah jurnalis pertama yang membongkar praktik pengaturan skor oleh mafia-mafia Asia di ranah sepak bola (dan olahraga) internasional.
ADVERTISEMENT
Pada 2011, ia menggagas kursus daring menyoal pengaturan skor Sport Accord (Global Association of International Sports Federations) yang pada akhirnya juga digunakan oleh Interpol untuk mempelajari dan mengusut kasus-kasus pengaturan skor.
Sekompleks-kompleksnya arrangement fixing, gambling fixing jauh lebih kompleks. Sebab, yang diatur bukan cuma jalannya laga, tapi juga pergerakan di pasar judi.
Akses adalah hal utama yang mesti dimiliki oleh para gambling fixer. Yang menjadi persoalan, tidak semua gambling fixer ini berkecimpung secara langsung di ranah sepak bola.
Namun, untuk menuntaskan tujuannya, akses kepada para pelakon sepak bola, terutama pemain, adalah harga mati. Maka yang menjadi pertanyaan, bagaimana cara para gambling fixer memiliki akses jika mereka adalah orang asing di lapangan bola?
ADVERTISEMENT
Jurnalis investigator, Declan Hill. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Jurnalis investigator, Declan Hill. (Foto: Dok. Istimewa)
Masih dalam bukunya tadi, Hill menjelaskan ada dua cara yang bisa dilakukan oleh para gambling fixer untuk memiliki akses kepada pemain: kontak langsung dan perantara runner.
Pemain yang sangat berpengaruh adalah pemain yang paling sering dibidik para fixer. Menurut Hill, untuk koruptor jangka panjang yang hanya bekerja di liga domestik, prosesnya mirip dengan rayuan.
Mengapa rayuan? Karena mereka bekerja dengan membangun kenyamanan terlebih dahulu. Akses ini bisa mereka bangun dengan mendirikan atau menyediakan tempat-tempat yang nyaman bagi para pemain.
Misalnya, mereka mencoba untuk mendirikan bar atau tempat hiburan yang bersahabat dengan para pemain. Lihatlah apa yang dilakukan oleh Kenan Erol, fixer asal Turki, yang membangun akses dengan mengelola konsesi makanan (semacam food truck atau stan penjual makanan) di Stadion Sebatspor.
ADVERTISEMENT
Itu untuk kompetisi domestik. Untuk kompetisi internasional, bentuk ‘rayuannya’ bisa berbeda. Menurut Hill, akses bisa dibangun di koridor-koridor hotel yang sama.
Artinya, pembicaraan soal manuver pengaturan skor bisa terjadi di hotel-hotel tempat tim menginap. Maka, jika ada kecurigaan atau laporan soal potensi koordinasi pengaturan skor yang dilakukan di hotel-hotel tertentu, ada baiknya untuk tak disepelekan.
Akses bisa dibangun juga dengan penawaran prostitusi kepada para pemain. Bahkan yang lebih mengerikan, para koruptor ini bisa saja berpura-pura sebagai jurnalis (atau menggunakan jasa jurnalis) untuk mendapatkan akses.
Jurnalis ini (baik yang asli maupun gadungan) akan memulainya dengan sejumlah penawaran wawancara. Namun yang perlu diperhatikan, penawaran pengaturan skor baru dilakukan setelah muncul kedekatan--jadi tak serta-merta bertemu, langsung menawarkan proposal.
ADVERTISEMENT
Cara kedua untuk membangun akses dilakukan dengan menggunakan jasa para runner. Metode inilah yang paling sering digunakan dalam praktik pengaturan skor, termasuk gambling fixing. Pada umumnya, di Eropa sana, agen-agen pemain juga acap bertindak sebagai runner. Sementara di Asia, dengan praktik match fixing yang lebih bebas dan masif, runner-runner cenderung bekerja secara independen.
Menemukan akses tidak menjadi satu-satunya persoalan yang harus dipikirkan para fixer. Setelah ‘memegang’ satu pemain atau menemukan satu pemain yang dapat dipercayainya, maka yang harus dipikirkan selanjutnya adalah bagaimana memperluas jaringan, yaitu menemukan pemain-pemain lain yang mau tunduk kepada pemain yang dipercayainya itu.
Bagaimanapun, mengandalkan satu pemain saja untuk mengatur pertandingan adalah hal mustahil. Untuk membuktikannya kita hanya perlu melihat contoh skenario tendangan penalti tadi. Selain menentukan siapa eksekutornya, harus ada pemain yang melanggar dan mempersiapkan penjaga gawangnya.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitiannya soal pola yang digunakan Erol tadi, ditemukan bahwa metode yang paling efektif adalah dengan membiarkan pemainnya itu membangun jaringannya sendiri. Artinya, Erol harus menemukan satu pemain yang sangat berpengaruh sehingga dapat memimpin rekan-rekannya yang terlibat dalam pengaturan skor, bukannya turun tangan langsung untuk memimpin banyak pemain sekaligus.
Alur gambling fixing (Foto: Marini Saragih/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Alur gambling fixing (Foto: Marini Saragih/kumparan)
Pola ini bukannya tanpa alasan. Umumnya, jika fixer memegang banyak pemain sekaligus, potensi pengkhianatan akan lebih besar. Erol sendiri mengalaminya. Sebelum menggunakan pola tadi, ia memakai pola dengan memberikan akses kepada beberapa pemain sekaligus.
Hasilnya gagal total. Pertandingan tak jadi diatur karena salah seorang pemain berkhianat dan membocorkan rencana ini kepada pihak manajemen klub. Sementara, tidak demikian jika ada satu pemain yang dapat bertindak sebagai ‘manajer proyek’ di atas lapangan.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, beards dalam diagram tadi merupakan pihak yang menghubungkan antara bookmaker dan gambling group. Bookmaker adalah pihak yang bersedia untuk membayar taruhan sesuai dengan peluang (odd). Lucunya, bookmaker juga acap menjadi korban finansial dalam praktik pengaturan skor.
Dalam salah satu wawancaranya dengan pemain yang pernah terlibat dalam kasus pengaturan skor di Malaysia, Hill menemukan satu fakta bahwa tak jarang, pelatih pun membutuhkan pendapat dari pemain senior untuk menentukan line up di suatu pertandingan. Jika daftar pemain bisa disugesti oleh pemain yang dipercayai oleh fixer tadi, tentu segalanya akan menjadi lebih mudah.
Akses yang dibangun dengan pola ini pun akan lebih eksklusif dan rapi. Bila melihat diagram pola tadi, satu-satunya pemain yang berhubungan langsung dengan Erol (sebagai runner) adalah Pemain A. Sementara, Pemain B hingga G (di dalamnya termasuk wasit dan perangkat tim) tidak pernah bertemu langsung dengan Erol. Semakin sedikit jumlah orang di suatu tim yang mengenal para fixer, maka situasinya akan semakin kondusif.
ADVERTISEMENT