Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Akhir Tragis Garrincha, Legenda Brasil yang Tewas Usai Mabuk 3 Hari Beruntun
29 April 2021 13:17 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ia kerap menghadirkan trik tipuan yang luar biasa di atas lapangan. Garrincha atau 'burung kecil' begitulah ia dijuluki karena gaya bermainnya yang bebas dan nikmat dilihat.
Piala Dunia 1958 di Swedia menjadi saksi kehebatan Garrincha. Lewat penampilan memukaunya dia membantu Brasil memenangi Piala Dunia dan sejenak melupakan lelahnya perjuangan meraih kemerdekaan dari cengkeraman kolonial.
Ia bisa mengulang prestasi itu pada Piala Dunia 1962. Bersama Mario Zagallo, Pele, dan Vava, Garrincha membantu Selecao menjadi tim nasional paling hebat di dunia.
Sayangnya, kecemerlangan Garrincha cuma sebatas di atas lapangan saja. Sederet masalah terus merundungnya. Mulai dari ketagihan alkohol hingga perselingkuhan.
Garrincha sendiri terlahir dengan sedikit berbeda. Dia memiliki kaki dengan panjang berbeda. Salah satu kakinya enam sentimeter lebih pendek dibanding yang lain. Ini membuat Garrincha selalu terlihat seakan jatuh saat berjalan.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu yang membuat Garrincha kesulitan bermain untuk klub besar di Brasil. Dia pernah mencoba bergabung dengan Fluminense dan Vasco da Gama, tetapi kondisi fisiknya selalu menjadi alasan penolakan.
Akhirnya, pintu menuju dunia sepak bola profesional terbuka bagi Garrincha di usia 19 tahun. Dia bisa bergabung dengan Botafogo setelah mempertontonkan kemampuannya menggocek Nilton Santos dalam sebuah sesi latihan. Pemain bertahan Botafogo ini pulalah yang memaksa klub untuk menerima Garrincha.
Karier Garrincha yang meriah pun harus berakhir. Ia meninggalkan Timnas Brasil pada 1966 dan menutup kariernya dengan sebuah pertandingan perpisahan pada 1973.
Gaya hidup Garrincha yang sembarangan membuatnya harus hidup miskin usai pensiun dari sepak bola. Federasi Sepak Bola Brasil yang membayar biaya sewa rumah yang ditinggali Garrincha selama lima tahun di daerah Bangu, Rio de Janeiro.
ADVERTISEMENT
Ia pun menemui akhir hidup yang tragis 10 tahun setelah meninggalkan lapangan sepak bola. Garrincha tutup usia setelah mabuk-mabukan tanpa henti selama tiga hari.
Garrincha mabuk sejak Minggu (16 Januari 1983) sampai Rabu (19 Januari 1983), sehari sebelum ia meninggal pada 21 Januari 1983 di usia 49 tahun.
Situasi Garrincha benar-benar parah. Ia tak punya uang dan pulang ke rumah setelah mabuk kelewat batas serta sakit.
Ia pun diantar ke rumah sakit dan sempat berada dalam keadaan koma. Sedihnya, Garrincha tak mendapatkan perawatan spesial apa pun. Ia hanya bertahan tak sampai 12 jam.
Pada Kamis (20 Januari 1983) pukul 6:00 pagi, Garrincha dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit. Kematian Garrincha diumumkan oleh istri keempatnya dengan berbicara di konferensi pers.
ADVERTISEMENT
Kematiannya Garrincha pun mengguncang publik Brasil kala itu. Jenazah Garrincha disemayamkan di Stadion Maracana. Orang-orang di Rio de Janeiro pun tumpah ruah menangisi kepergian Garrincha.
Pemakaman Garrincha tidak berjalan mulus. Dua keributan berbeda mewarnai langkah Garrincha ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Keributan pertama terjadi terjadi antara keluarga Garrincha dengan istri ketiganya. Sekadar info, Garrincha memiliki empat istri dan setidaknya 14 orang anak.
Di mata keluarga Garrincha, istri ketiganya ini dinilai sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian si bintang lapangan. Saking ricuhnya, polisi sampai harus turun tangan untuk meredakan situasi.
Setelah itu, giliran keributan antara suporter Botafogo dengan keluarga Garrincha. Saat para suporter membentangkan bendera klub di atas peti jenazah, salah seorang keponakan Garrincha protes. Ia bersikeras bahwa bendera Timnas Brasil yang harus dibentangkan.
ADVERTISEMENT
Keluarga Garrincha memang tidak suka dengan Botafogo. Di mata keluarga, Botafogo dinilai sebagai klub yang mencurangi karier Garrincha sebagai pesepak bola. Klub itu dianggap sebagai pihak yang mengeksploitasi talenta Garrincha tanpa kontrak yang jelas dan adil.
Garrincha dipaksa bermain dengan jadwal padat bahkan dianggap sebagai penyebab mengapa lutut Garrincha bolak-balik harus disuntik dan menerima perawatan khusus.
Jalan tengah pun diambil. Bendera Botafogo dan Brasil sama-sama dibentangkan di atas peti jenazah. Akhirnya, Garrincha pun masuk liang lahat.
Ia kini beristirahat di tempat kelahirannya, Pau Grande di bawah nisan yang bertuliskan 'Garrincha, kamu sudah membuat dunia tersenyum, sekarang kamu membuatnya menangis'.
***