Dalam Benak Loftus-Cheek, Selalu Ada Ruang Spesial bagi Frank Lampard

9 Mei 2019 1:39 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ruben Loftus-Cheek tampil impresif bagi Chelsea di laga melawan Brighton. Foto: Reuters/Matthew Childs
zoom-in-whitePerbesar
Ruben Loftus-Cheek tampil impresif bagi Chelsea di laga melawan Brighton. Foto: Reuters/Matthew Childs
ADVERTISEMENT
Frank Lampard tidak cuma tentang 1.019 pertandingan dan 14 trofi. Ia lebih dari hitung-hitungan statistik. Perjalanan Lampard adalah kisah tentang sepak bola sebagai anak kandung kerja keras dan kecerdasan.
ADVERTISEMENT
Ingat-ingatlah tentang sepak terjangnya sebelum ia memutuskan untuk menutup kariernya sebagai pemain. Ia bukan tipe gelandang klasik Inggris yang tampil meledak-ledak, tapi sumber kreativitas tim.
Eits, tapi ini bukan berarti Lampard tampil loyo. Kualitas staminanya tidak perlu diragukan. Tapi, Lampard tak tampil grusa-grusu. Ia punya kemampuan membaca permainan dan melepas operan yang menjanjikan. Kualitas itu juga ditambah dengan ketajaman yang membikin keputusan pelatih menjadikannya sebagai gelandang serang logis-logis saja.
Maka, beruntunglah Chelsea pernah memilikinya dalam kurun panjang. Bahkan Lampard selalu mendapat tempat utama di pos gelandang: mulai dari masa kepelatihan Claudio Ranieri, Jose Mourinho, Avram Grant, Luiz Felipe Scolari, Carlo Ancelotti, hingga kembali ke Mourinho lagi.
Lampard kala memperkuat Chelsea. Foto: Clive Brunskill/Getty Images
ADVERTISEMENT
Lampard memang sudah sekitar dua tahun memutuskan untuk pensiun. Tak ada lagi sepakan terarah yang dilepaskannya demi mendulang kemenangan bersama Chelsea. Namun, cerita tentang Lampard tetap hidup bagi para pemain Chelsea masa kini--tak terkecuali Ruben Loftus-Cheek.
"Lampard benar-benar yang terbaik di posisinya. Saya belajar banyak tentangnya di akademi bersama para pelatih. Bagaimana ia tiba di dalam kotak termasuk timing dan caranya mencetak gol," jelas Loftus-Cheek dalam konferensi pers jelang semifinal Liga Europa.
"Segala hal yang dilakukannya sebagai gelandang yang dapat mencetak gol menjadi cita-cita saya. Tentu saya ingin menjadi pemain yang dapat mencetak gol di setiap musim Premier League," ucap Loftus-Cheek.
Impak. Barangkali itu yang menjadi tajuk utama permainan sepak bola ala Lampard. Maka bagi Loftus-Cheek yang menempatkan Lampard sebagai inspirasi, berlaga sebagai pemain yang berimpak sudah pasti menjadi target.
ADVERTISEMENT
Lampard akhirnya gantung sepatu. Foto: Shaun Botterill/Getty Images
Kabar baiknya, Loftus-Cheek tak cuma menjadi pemuda 23 tahun yang gemar berkhayal di siang bolong. Target itu tidak menjadi gembar-gembor belaka, tapi berusaha buat diwujudkannya. Salah satu rupa upaya tersebut muncul dalam laga babak grup Liga Europa 2018/19, kala Chelsea berduel melawan BATE Borisov.
Kemenangan 3-1 yang disegel Chelsea ditopang oleh trigol Loftus-Cheek. Torehannya pada menit kedua di laga itu menjadi persembahan pertama sebagai pemain Chelsea.
Masih di Liga Europa, impak Loftus-Cheek juga muncul di leg pertama babak semifinal. Melawan Eintracht Frankfurt, Chelsea mengemas hasil imbang 1-1. Gol tunggal Pedro Rodriguez lahir berkat assist Loftus-Cheek.
Jam terbang Loftus-Cheek memang belum tinggi. Di Premier League 2018/19 saja, ia baru bermain selama 895 menit--kalkulasi waktu bermain dalam 23 laga. Namun, hanya karena menit bermainnya masih rendah, bukan berarti ia tak berkontribusi. Ia mencetak enam gol dan dua assist dalam kurun tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketika sundulan Ruben Loftus-Cheek berujung gol. Foto: REUTERS/Peter Nicholls
Menit bermain yang minim itu tak bicara soal kualitas Loftus-Cheek. Cedera punggung yang menjadi biang keladinya. Bila ditotal seluruh kompetisi, Loftus-Cheek sudah membukukan sembilan gol dan lima assist dalam 38 duel bersama Chelsea.
"Meski saya sering cedera di musim ini, saya tetap tahu bagaimana caranya menjaga mental dan tampil sebaik mungkin yang saya bisa. Saat cedera, saya tetap 'membangun' diri sehingga begitu pulih, saya bisa langsung tancap gas," jelas Loftus-Cheek.
"Sekarang saya 23 tahun. Saya tidak berpikir bahwa saya harus terlihat sebagai pemain kemarin sore. Semuanya tergantung pada usaha dan keputusan saya untuk bermain dengan baik setiap kali mendapat kesempatan," ucap Loftus-Cheek.
Berangkat dari kematangan mental dan kualitasnya yang seperti itu pulalah, Chelsea layak menggantungkan harapan padanya di laga leg kedua melawan Frankfurt. Terlebih, Chelsea memang punya peluang besar untuk menutup musim sebagai juara Liga Europa.
ADVERTISEMENT
Loftus-Cheek cetak trigol ke gawang BATE. Foto: REUTERS/Eddie Keogh
Barangkali bagi Chelsea dan segenap penghuni Stamford Bridge, Lampard selamanya akan menjadi legenda dan inspirasi, sosok yang tak akan kehilangan cerlangnya.
Tengok lagi bagaimana operan vitalnya kepada Didier Drogba pada final Piala FA pertama di New Wembley atau saat ia menggantikan John Terry memimpin tim di partai puncak Liga Champions di Muenchen. Yang terbaik yang pernah ada, tak berlebihan jika Chelsea menyanjung Lampard dengan predikat harum semerbak macam itu.
Chelsea memang akan selalu memberi ruang spesial bagi Lampard. Namun, selama zaman berganti, asalkan bola tetap menggelinding, dan gelar juara masih diperebutkan--selalu ada tempat bagi Loftus-Cheek di jagat sepak bola. Bukan untuk menjadi Lampard yang lain, tapi pahlawan baru, setidaknya bagi Chelsea yang sekarang.
ADVERTISEMENT
***
Leg kedua semifinal Liga Europa 2018/19 antara Chelsea dan Eintracht Frankfurt akan digelar pada Jumat (10/5/2019) di Stamford Bridge. Sepak mula akan berlangsung pada pukul 02:00 WIB.