Deportivo Alaves dan Upaya Menjaga Nama Besar 'El Glorioso'

3 Desember 2018 15:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para pemain Deportivo Alaves rayakan gol Jonny ke gawang Sevilla. (Foto: ANDER GILLENEA / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain Deportivo Alaves rayakan gol Jonny ke gawang Sevilla. (Foto: ANDER GILLENEA / AFP)
ADVERTISEMENT
Deportivo Alaves memiliki julukan yang unik: El Glorioso. Dalam Bahasa Indonesia, nama ini identik dengan kejayaan, kemasyhuran, atau keluhuran.
ADVERTISEMENT
Dalam banyak kisah sejarah kerajaan di Indonesia yang tergurat dalam berbagai kitab, kejayaan dan kemahsyuran kerap menjadi ciri dan penanda. Majapahit pernah jaya dan mahsyur dengan Hayam Wuruk sebagai raja dan Gajah Mada sebagai patihnya. Begitu juga dengan kerajaan lain di Indonesia.
Namun, segala sesuatunya tak melulu tentang kejayaan dan kemasyhuran. Masih ada kejatuhan, kemalangan, dan berbagai mala. Ingat-ingat lagi bagaimana Majapahit pada akhirnya jatuh karena perang saudara dan berbagai pemberontakan. Begitu juga dengan kerajaan lainnya, mereka mengalami kejatuhan dengan faktor penyebab yang berbeda-beda.
Hal serupa juga dialami oleh Alaves. Julukan El Glorioso yang mereka usung pernah membawa mereka jaya dan masyhur. Tapi, mereka juga pernah mengalami kejatuhan karena julukan ini. Begini kisahnya.
ADVERTISEMENT
***
Hampir semua kejayaan diawali dengan nadir. Alaves pun demikian. Sebelum dapat berlaga di La Liga Primera Division pada musim 1998/99, mereka pernah berada di bawah.
Alaves sebenarnya berasal dari kota yang tidak kecil, Vitoria-Gasteiz. Kota ini menjadi salah satu yang terbesar di wilayah otonom Basque. Dengan status Vitoria yang tidak kalah besar dari Bilbao dan San Sebastian, mestinya Alaves tidak kalah tenar dari Athletic Club dan Real Sociedad.
Trofi Piala Super Spanyol diperebutkan para pemain Athletic Club. (Foto: AFP/Quique Garcia)
zoom-in-whitePerbesar
Trofi Piala Super Spanyol diperebutkan para pemain Athletic Club. (Foto: AFP/Quique Garcia)
Yang terjadi adalah Alaves menghabiskan hampir separuh hidup mereka, sejak berdiri pada 1921, di balik bayang-bayang Athletic Club dan Sociedad. Apalagi, Alaves tidak pernah lagi mencicipi kompetisi sepak bola level tertinggi Spanyol setelah 1956. Tercera Division, Segunda B Division, dan Segunda A, adalah tempat Alaves berkompetisi.
ADVERTISEMENT
Padahal, Athletic Club dan Sociedad sudah rutin berkompetisi di Primera Division. Bahkan, pada dua musim berturut-turut, 1982/93 dan 1983/84, Athletic Club mampu menjuarai La Liga Primera Division. Dua musim sebelumnya, tepatnya 1980/81 dan 1981/82, Sociedad menjuarai La Liga.
Lama sudah Alaves tertinggal jauh dari dua saudara se-wilayahnya tersebut. Sekitar tahun 1980-an, Alaves masih berkutat di Segunda B dan Segunda A. Malah, mereka pernah menghuni peringkat 17 Segunda A, kala Real Sociedad menjuarai La Liga.
Setelah lama terdiam dalam gelap, akhirnya Alaves mulai merengkuh terang. Sebagaimana kerajaan yang mencapai puncak kejayaan, Alaves juga mengalami kemasyhuran. Itu dimulai saat mereka menjejakkan kaki kembali ke La Liga Primera Division sejak 42 tahun.
ADVERTISEMENT
***
Musim 1998/99 menjadi tonggak tersendiri bagi Alaves. Bukan hanya karena kembali ke Primera Division, Alaves juga sedang menapaki jalan menuju kemahsyuran di Eropa. Didukung nama-nama seperti Javi Moreno, Jordi Cruyff, Ivan Tomic, dan Cosmin Contra, Alaves perlahan mulai bicara banyak di La Liga.
Puncaknya terjadi pada 2000/01. Ketika itu, Alaves yang memastikan diri lolos ke Piala UEFA membawa panji nama Basque dan Spanyol ke Eropa. Babak pertama, kedua, dan ketiga berhasil mereka lewati. Masuk babak keempat, lawan berat sudah menanti mereka: Inter Milan. Dengan apik, mereka taklukkan Inter dengan total agregat 5-3.
Di babak delapan besar dan semifinal, Alaves sukses menaklukkan Rayo Vallecano dan Kaiserslautern. Bila Vallecano dikalahkan dengan total agregat 5-1, maka Kaiserslautern mereka gebuk dengan skor 9-2. Alaves pun memastikan diri lolos ke babak final, menghadapi seteru kuat dari Inggris, Liverpool.
ADVERTISEMENT
Sampai babak kedua final Piala UEFA 2000/01, kejayaan masih menempel di Alaves. Menghadapi tim-tim di kompetisi Eropa, bahkan Liverpool di partai final, mereka tidak dihinggapi kecanggungan. Mereka sukses membawa nama Basque dan Spanyol harum di Eropa. Mereka bahkan unggul atas Athletic Club dan Sociedad.
Namun, kemasyhuran ini kurang lengkap setelah Liverpool sukses menundukkan Alaves dengan skor 5-4. Bersamaan dengan kejadian tersebut, cerita indah musim 2000/01 milik Alaves pun usai. Sesudahnya, kejatuhan demi kejatuhan terus menimpa Alaves. Lima musim setelah 1998/99, mereka kembali ke Segunda Division.
Mereka sempat naik kembali ke Primera Division pada 2005/06, usai pebisnis berdarah Amerika-Ukraina, Dmitry Pietrman, membeli Alaves pada 2004. Namun, pada 2007, Pietrman melepas Alaves, meninggalkan utang yang melilit dan membebani keuangan klub. Akhirnya, sejalan dengan turunnya mereka ke Segunda B pada musim 2009/10, kemasyhuran Alaves kembali lenyap.
ADVERTISEMENT
***
Kisah Alaves memang unik. Setelah tenggelam di Segunda B sejak 2009/10, mengalami kejatuhan, mereka akhirnya kembali menapaki jalan menuju kejayaan. Pada 2013, Jose Antonio Querejeta membeli Alaves dan membereskan problem finansial yang menimpa, termasuk utang. Setapak demi setapak, Alaves kembali bersiap naik ke Primera Division.
Pada 2016/17, Alaves berhasil kembali naik ke kompetisi level tertinggi sepak bola Spanyol. Pada musim tersebut, mereka malah sukses menjadi runner-up Copa del Rey, kalah dari Barcelona di partai final. Setelah musim yang kacau pada 2017/18, Alaves kembali gemilang dan sampai ke La Liga pada 2018/19.
Sampai pekan 14 La Liga musim 2018/19, Alaves berdiri di peringkat keempat, dengan torehan kemenangan, tiga hasil imbang, dan empat kekalahan. Beberapa lawan berat macam Real Madrid dan Villarreal mampu mereka kalahkan. Sevilla juga mampu mereka tahan imbang.
ADVERTISEMENT
Tomas Pina (kiri) menjegal Ever Banega (kanan). (Foto: ANDER GILLENEA / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Tomas Pina (kiri) menjegal Ever Banega (kanan). (Foto: ANDER GILLENEA / AFP)
Apiknya penampilan Alaves tak lepas dari keberanian para pemainnya. Di bawah asuhan Abelardo Fernandez Antuna, Alaves menerapkan permainan pressing yang efektif. Pressing efektif ini kadang merepotkan lawan, apalagi jika dipadukan dengan serangan balik yang apik. Hal inilah yang membuat Madrid sampai menderita kekalahan.
Dengan model permainan seperti itu, juga ditopang dengan permainan yang tidak mengandalkan kebintangan satu atau dua orang, Alaves mampu bermain ciamik. Sejuah ini, mereka juga mampu mengangkangi Athletic Club (peringkat 18) dan Sociedad (peringkat sembilan). Mereka, jika konsisten, bahkan berpeluang untuk menembus kembali kompetisi Eropa.
Namun, merawat kejayaan tidak pernah mudah. Roda dalam hidup akan berputar, begitu pula kemasyhuran dan kejayaan. Kejayaan tidak datang dengan sendirinya. Ia bukan pemberian, tapi hasil upaya.
ADVERTISEMENT
Kejayaan macam inilah yang seharusnya dimiliki Alaves. Jika kini sang El Glorioso tidak membangun kejayaannya sendiri, maka kelak jangan heran jika Alaves akan kembali lagi ke Segunda atau bahkan Tercera Division.