Di Balik Buruknya Fluiditas Real Madrid yang Dikeluhkan Zidane

19 April 2018 13:51 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ronaldo dan Marcelo di laga vs Athletic. (Foto: Reuters/Susana Vera)
zoom-in-whitePerbesar
Ronaldo dan Marcelo di laga vs Athletic. (Foto: Reuters/Susana Vera)
ADVERTISEMENT
Bendera putih itu sebenarnya sudah dikibarkan Zinedine Zidane sebelum laga melawan Athletic Club de Bilbao dihelat. Dalam konferensi pers jelang laga tersebut Zidane mengatakan bahwa target Real Madrid kini adalah finis di posisi kedua.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk finis di posisi kedua pun jalan Real Madrid terus terhambat. Di laga menghadapi Athletic itu, Real hampir saja kalah. Beruntung, mereka punya Cristiano Ronaldo. Lewat gol backheel-nya, kapten Tim Nasional Portugal itu menyelamatkan Real dari kekalahan.
Real memang selamat, tetapi hasil imbang itu membuat mereka berpotensi semakin tertinggal dari Atletico Madrid yang baru akan bertanding Jumat (20/4/2018) dini hari WIB menghadapi Real Sociedad. Seusai laga, Zidane pun mengungkapkan bahwa dirinya tidak puas dengan hasil imbang yang diraih timnya.
Ada satu hal yang menurut Zidane menjadi problem terbesar. Yakni, kurangnya fluiditas, khususnya dalam mengalirkan bola di lini depan. Akibatnya, Real pun harus bergantung pada sebuah 'Faktor X' bernama Ronaldo untuk bisa memetik poin.
ADVERTISEMENT
Fluiditas dalam sepak bola adalah sesuatu yang tak bisa diukur dengan angka dan maka dari itu, satu-satunya cara untuk melihatnya adalah dengan menilik heatmap para pemain. Pada laga menghadapi Athletic, Real bermain dengan pakem 4-4-2 dengan duet Ronaldo dan Karim Benzema sebagai ujung tombak.
Dari heatmap yang dirilis WhoScored dalam situswebnya, terlihat bahwa para pemain menyerang Real cenderung terpaku pada posisinya masing-masing. Ronaldo, misalnya, lebih kerap berada di kiri bersama Marco Asensio. Begitu pun Lucas Vazquez dan Benzema di sisi berseberangan. Namun, ini sebenarnya bukan sebuah masalah karena dengan formasi 4-4-2, pergerakan para pemain memang cenderung terbatas.
Yang kemudian menjadi masalah adalah apa yang dilakukan para pemain tersebut. Untuk Ronaldo, jelas tidak ada masalah. Dari heatmap terlihat bahwa pemain satu ini merupakan pemain yang paling kerap berada di kotak penalti. Selain itu, secara statistik, terlihat bahwa dialah sosok yang paling aktif mengancam gawang Kepa Arrizabalaga.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana dengan pemain-pemain lainnya? Well, Vazquez dan Asensio sebenarnya juga sudah melakukan apa yang semestinya mereka lakukan. Sebagai gelandang sayap, mereka beroperasi secara aktif di tepi lapangan.
Asensio, misalnya, mampu membuat 5 dribel berhasil. Sedangkan, Vazquez mencatatkan 4. Kemudian, untuk urusan mengumpan, catatan kedua pemain tersebut sama sekali tidak bisa dibilang buruk. Asensio membukukan 38 umpan berhasil dan Vazquez mengekor dengan satu umpan lebih sedikit. Kombinasi umpan dan jumlah dribel tersebut, untuk ukuran pemain sayap, memang sudah terbilang apik.
Heatmap pemain menyerang Real Madrid. (Foto: kumparan/Yoga Cholandha)
zoom-in-whitePerbesar
Heatmap pemain menyerang Real Madrid. (Foto: kumparan/Yoga Cholandha)
Nah, yang kemudian menjadi masalah adalah Benzema. Dari heatmap, terlihat bahwa penyerang asal Prancis itu sangat jarang masuk ke kotak penalti. Kalaupun masuk, Benzema hanya berada di tepian dan tidak pernah sama sekali mendekati gawang Kepa.
ADVERTISEMENT
Kemudian, jika dilihat dari statistik, Benzema pun terlihat sangat kurang kontribusinya. Total, dia hanya bisa melepas 2 tembakan, meski salah satunya menerpa tiang gawang. Jumlah tembakan Benzema itu jadi yang paling sedikit di antara para pemain ofensif Real lainnya. Sebagai perbandingan, Vazquez dan Asensio saja masing-masing bisa melepas 3 tembakan.
Masalah Benzema ini sebenarnya masalah kronis. Sepanjang musim, pemain 30 tahun ini sudah kerapkali dikritik lantaran kontribusinya yang minim. Memang, dia masih berkontribusi terhadap terciptanya 17 gol Real --8 gol dan 9 assist. Namun, untuk penyerang utama klub sekelas Real, jumlah tersebut jelas tidak memadai.
Penurunan performa Benzema ini pun sebetulnya bisa dilacak sampai musim lalu ketika catatan golnya kalah dari Alvaro Morata yang notabene merupakan pemain pelapis. Musim lalu Benzema cuma bisa mencetak 19 gol. sementara Morata berhasil mengemas satu gol lebih banyak. Padahal, menit bermain Benzema (3.239 menit) hampir dua kali lebih banyak dibanding milik Morata (1.872).
ADVERTISEMENT
Penurunan signifikan performa Benzema itu ditambah dengan inkonsistensi yang melanda Gareth Bale. Pesepak bola asal Wales itu pada musim ini cuma berhasil membuat 14 gol dan 8 assist di lintas kompetisi. Sama seperti Benzema, catatan Bale ini sebenarnya sulit untuk dibilang buruk. Yang jadi masalah adalah mereka berdua bermain untuk Real Madrid dan 'tidak buruk' saja tidak cukup.
Bale dan Benzema tak lagi bisa diandalkan. (Foto: Reuters/Sergio Perez)
zoom-in-whitePerbesar
Bale dan Benzema tak lagi bisa diandalkan. (Foto: Reuters/Sergio Perez)
Real pun lantas jadi tak punya opsi lain. Mereka jadi terlalu mengandalkan Ronaldo dan apabila Ronaldo mejan, Real pun tidak bisa meraih hasil yang diharapkan. Maka, sebenarnya yang dimaksud Zidane dengan kurangnya fluiditas itu adalah minimnya dukungan terhadap Ronaldo, terutama dari para pemain depan Real.
Akan tetapi, jika ditelaah lebih jauh lagi, sebenarnya ada masalah lain di kubu Real, yaitu minimnya opsi. Musim lalu, Benzema dan Bale juga sebenarnya sudah tidak optimal, tetapi penampilan para pemain Real lainnya, terutama para pemain pelapis bintang lima macam Morata dan James Rodriguez yang kini telah pergi, bisa mengompensasi buruknya performa dua megabintang tersebut.
ADVERTISEMENT
Kemudian, ada juga masalah Isco Alarcon. Entah mengapa Zidane kembali mencampakkan pemain satu ini pada laga menghadapi Athletic. Padahal, di laga-laga sebelumnya dia sudah mampu menunjukkan kehebatan serta mendapat pujian dari Zidane. Minimnya kepercayaan Zidane terhadap Isco ini berpengaruh pula terhadap fluiditas permainan Real secara keseluruhan.
Masalahnya, Isco adalah katalis serangan Real. Dialah sosok yang menghubungan lini tengah dan depan. Dialah orang yang bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tanpa Isco, tak heran jika kemudian serangan Real jadi monoton. Sebab, kombinasi daya kreasi dan teknik bermain Isco ini tak ada padanannya di skuat Real.
Maka dari itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya masalah fluiditas serangan Real Madrid ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, buruknya penampilan para pemain depan pendamping Ronaldo. Kedua, minimnya opsi di bangku cadangan. Terakhir, cara Zidane memperlakukan Isco yang seharusnya bisa menjadi sosok pembeda.
ADVERTISEMENT