Tottenham

Empat Hal yang Bikin Manchester City Kalah di Tangan Tottenham Hotspur

3 Februari 2020 9:31 WIB
comment
70
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain Tottenham Hotspur, Dele Alli, berebut bola dengan pemain Manchester City, Nicolas Otamendi. Foto: REUTERS / David Klein
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Tottenham Hotspur, Dele Alli, berebut bola dengan pemain Manchester City, Nicolas Otamendi. Foto: REUTERS / David Klein
ADVERTISEMENT
Kemenangan 2-0 Tottenham Hotspur atas Manchester City terasa membingungkan. Jose Mourinho tidak menurunkan pasukannya dengan siasat mewah. Tidak ada fancy tactic, apalagi champagne football. Yang ada hanya taktik yang tepat.
ADVERTISEMENT
Kemenangan itu sama membingungkannya jika kita mengubah sudut pandang dan melihatnya dari sisi City. Pep Guardiola menurunkan pemain yang biasanya ia turunkan di beberapa laga terakhir. Perbedaannya, mereka bermain begitu buruk.
Laga pada Sabtu (2/2/2020) ini terlihat seperti kumpulan nasib sial bagi siapa pun yang ada di kubu City. Namun, menurut kami, kekalahan itu lebih dari sekadar kumpulan nasib buruk Manchester City.

Penyelesaian Akhir Manchester City yang Buruk

Manchester City melakoni laga dengan menggebu-gebu. Serangan demi serangan menjadi pemandangan yang membikin para suporter Tottenham ngeri. Yang menjadi pertanyaan, apakah mereka menggebu-gebu karena berenergi atau frustrasi?
Di sepanjang laga, City membuat 18 percobaan dengan lima di antaranya mengarah ke gawang. Namun, penyelesaian akhir City memang buruk. Buktinya lima tembakan tepat sasaran itu tidak berakhir dengan gol.
ADVERTISEMENT
Saking buruknya, Ilkay Guendogan bahkan gagal mencetak gol lewat tendangan penalti. Arah dan caranya menendang bukan seperti profesional yang bermain di klub sekelas City.
Tak cuma itu. Kevin de Bruyne tidak bermain dengan presisi seperti biasanya. Umpan-umpannya begitu terburu-buru. Sementara, Raheem Sterling terlihat seperti penyerang yang membutuhkan cuti panjang. Sergio Aguero menembak seperti pemain yang butuh diberi kursus tambahan sepulang latihan.

Steven Bergwijn yang Tidak Tertebak

“Park the bus, park the bus Tottenham. Playing football the Mourinho way,” suporter City sempat menyanyikan chant itu di babak pertama. Namun, mereka terdiam begitu Guendogan gagal menuntaskan tugasnya sebagai algojo penalti.
Suasana di tribune tim tamu tambah awkward saat Steven Bergwijn--anak baru Tottenham itu--membukukan gol yang membawa timnya pada keunggulan 1-0 pada.
ADVERTISEMENT
Tak adil jika menyebut penyelesaian akhir City yang buruk sebagai satu-satunya penyebab kemenangan Tottenham. Mourinho memang tidak datang dengan taktik wah, tetapi ia punya taktik yang tepat.
Mourinho suka bermain dengan mengandalkan pemain cepat yang bisa bermain lebar. Pemain-pemain seperti ini dibutuhkan agar bisa memanfaatkan crossing full-back atau melakukan cut inside ke area tengah. Sayangnya, cara itu rawan tertebak lawan.
Mourinho lantas memutuskan untuk mengubah formasi 4-2-3-1 menjadi 3-2-5 saat menyerang. Catatannya, ia membutuhkan satu pemain penyeimbang di kiri.
Yep, Bergwijn-lah orang tersebut. Pace Bergwijn adalah kualitas tersendiri. Kecepatan ini penting karena membuatnya bisa bermain lebih independen di beberapa momen. Mourinho membutuhkan pemain seperti itu karena bisa memancing para bek lawan bereaksi, bukannya membaca pergerakan.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu samar-samar terlihat dari gol pertama Tottenham. Begitu Bergwijn menerima umpan Lucas Moura, tiga pemain City bereaksi dengan berlari ke arahnya. Bergwijn merespons dengan caranya sendiri.
Para pemain Tottenham merayakan gol Bergwijn. Foto: REUTERS/David Klein
Gerak-geriknya tidak tertebak karena ia tidak terlihat seperti hendak melepaskan diri dari kepungan pemain City. Kalau itu yang dia lakukan mungkin akan lebih mudah bagi pemain City untuk membaca apa yang dilakukan setelahnya.
Bergwijn mengontrol bola dengan dada, lalu melepas sepakan voli ke arah gawang. Manuver itu ibarat pertaruhan, karena ada Fernandinho yang bersiaga di depannya. Apes bagi City, bola berbelok melewati badan Fernandinho.
Unpredictable, that's the Mourinho way.

Gelandang Seimbang ala Jose Mourinho

Keputusan Jose Mourinho setelah gol Bergwijn tadi mungkin terlihat aneh. Ia menarik Bergwijn dan Dele Alli, lalu memasukkan Tanguy Ndombele dan Erik Lamela.
ADVERTISEMENT
Seaneh-anehnya substitusi tersebut, keputusan itu tepat. Ndombele menjadi supersub dengan menciptakan assist bagi gol Son Heung-min pada menit 71.
Memasukkan Ndombele mungkin terlihat membingungkan karena ia bukan pilihan utama Mourinho selama ini. Namun, Mourinho memainkan Ndombele karena ia seorang gelandang yang posisional.
Saat tidak memegang bola, Ndombele akan memberikan keseimbangan kepada tim. Saat memegang bola, Ndombele akan menghitung seluruh informasi yang ia dapat sehingga mampu membuat keputusan dengan cepat dan tepat. Toh, itulah yang dilakukannya saat memberi assist untuk Son.
Keputusan mengutak-atik gelandang juga terlihat saat Mourinho memasukkan Eric Dier pada menit 83. Dalam keunggulan 2-0 yang diikuti dengan keputusan Guardiola memasukkan Bernardo Silva yang berarti tancap gas, Mourinho mesti mengendarai ombak. Ia tidak boleh grusa-grusu karena hanya akan membuatnya tenggelam.
ADVERTISEMENT
Dalam situasi demikian, Dier dibutuhkan karena bagi Mourinho, Dier adalah kunci transisi. Pelatih asal Portugal tersebut bahkan pernah menyebut Dier sebagai pemain yang memiliki visi paling baik dibanding pemain lain di Tottenham.
Selain itu, Harry Winks tampil spesial. Segala sesuatu yang ditampilkannya di pertandingan ini seperti penebusan untuk pekan-pekan yang buruk sebelumnya. Ia tampil sebagai gelandang yang tak kehabisan energi untuk bertarung.
Permainannya yang liat pulalah yang memancing Oleksandr Zinchenko melakukan pelanggaran. Bagi Winks, inilah cara terbaik untuk merayakan ulang tahun.
Kombinasi permainan para gelandang tersebut melahirkan keseimbangan di lini tengah Tottenham yang berimbas pada kekacauan pada permainan City.
Hugo Lloris
Awalnya penampilan Hugo Lloris tampak ceroboh. Ia seperti hendak bertabrakan dengan bek sendiri. Namun, Lloris segera berbenah. Ia membuat lima penyelamatan, salah satunya penalti Guendogan. Tak sampai di situ. Ia membaca pergerakan Sterling yang hendak merebut bola rebound.
ADVERTISEMENT
Manuvernya cukup berisiko, tetapi hasilnya setimpal. Untuk segala hal yang dilakukannya di depan gawang, suporter Tottenham layak berseru O Captain, my Captain. Bedanya, seruan itu bukan ratapan duka karena ditinggal mati sang kapten.
===
Mau nonton bola langsung di Inggris? Ayo, ikutan Home of Premier League. Semua biaya ditanggung kumparan dan Supersoccer, gratis! Ayo buruan daftar di sini. Tersedia juga hadiah bulanan berupa Polytron Smart TV, langganan Mola TV, dan jersey original.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten