Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Firman Utina Kenang Alfred Riedl: Frontal, Tak Pernah Omong Jelek di Belakang
17 Desember 2021 18:43 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Nama Alfred Riedl begitu melekat di telinga pencinta sepak bola nasional. Almarhum yang tutup usia pada September 2020 ini miliki kenangan melatih Timnas Indonesia selama tiga periode.
ADVERTISEMENT
Bersama skuad 'Garuda', tangan dingin Riedl pernah mencuatkan sebuah harapan akan gelar juara Piala AFF yang telah lama dinanti. Namun, seakan ‘Dewi Fortuna’ tak berada di pihak Indonesia, dua dari tiga perjuangan Riedl bersama Timnas Indonesia hanya berakhir sebagai runner up.
Pertama, terjadi di AFF 2010. Kala itu, Indonesia menghadapi Malaysia di partai puncak. Namun, skuad timnas yang berisikan Irfan Bachdim dan Cristian Gonzales takluk dengan agregat 2-4.
Padahal, Indonesia begitu trengginas di edisi tersebut. Fase grup hingga semifinal dibabat dengan kemenangan, termasuk melibas Malaysia 5-1.
Kemudian, Timnas Indonesia dan Riedl kembali hampir juara di Piala AFF 2016. Sayang, pada edisi itu, timnas kalah tipis di partai puncak dengan agregat 2-3 dari Thailand.
ADVERTISEMENT
Terlepas kegagalan tersebut, keberadaan Riedl di kursi kepelatihan memiliki arti besar bagi para pemain, termasuk bagi legenda Timnas Indonesia, Firman Utina.
Firman yang notabene sebagai wakil kapten di Piala AFF 2010 ini miliki kesan selama dilatih Riedl. Ia mengungkapkan bahwa pria asal Austria tersebut telah memberikannya banyak pelajaran soal sepak bola modern.
“Kesan banyak banget. Satu, kami tahu persis bahwa dari pembinaan, ternyata kami bukan salah, tetapi kurang memahami tentang sepak bola modern pada saat itu,” ucap eks pemain yang pernah merumput bersama Persita, Arema dan Sriwijaya ini ketika berbincang bersama kumparan.
“Kami hanya mengandalkan individu-individu yang akhirnya kami tahu bahwa sepak bola sudah kolektivitas tim pada saat itu, yang harus bekerja bersama-sama, fight bersama-sama dengan cara-cara yang diinginkan coach Alfred Riedl,” imbuhnya.
Firman menilai Riedl adalah sosok yang frontal. Riedl akan blak-blakan menegur pemain di depan, tak pandang bulu itu pemain senior atau junior.
ADVERTISEMENT
“Dia pasti tegur dengan ciri khasnya dia sendiri, dia diam hanya melihat mata kami terus dan dia mengatakan bahwa ‘kamu pasti tahu kalau buat salah’, ya kami jujur karena kami tahu buat salah. Jadi, kami ngomong jujur juga ke Alfred Riedl bahwa, ‘oh iya maaf coach saya buat salah’. [Riedl membalas] ‘oke kamu sudah tahu apa yang kamu harus buat’.''
''Kami lakukan sesuatu yang memang dia rasa ganjaran-ganjaran yang menjadi kesepakatan bersama di dalam tim, seperti push up,” lanjutnya.
Selain itu, Firman Utina menjelaskan bahwa Riedl turut mengajarkan kepada para pemain tentang arti disiplin di luar lapangan, yang akan membawa pengaruh baik ke penampilan di dalam lapangan.
“Bahkan, coach Riedl mengajarkan kami pada saat itu artinya disiplin di luar lapangan, itu akan terbawa ke dalam lapangan. Setelah terbiasa kami tidak disiplin di luar, maka di dalam lapangan sulit untuk kami berbuat, karena sepak bola sudah tidak lagi mengandalkan individu, [melainkan] jadi unit tim yang saya sangat paham bahwa sepak bola sudah sangat berubah,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Alfred Riedl meninggal di Austria pada usia 70 tahun setelah berjuang melawan kanker yang dideritanya.
Pelatih yang juga pernah menangani Liechtenstein, Vietnam dan Laos ini memang memiliki riwayat penyakit yang cukup mengkhawatirkan. Pada 2007 silam, Riedl sempat menjalani operasi gagal ginjal. Dirinya pun bisa bertahan hidup karena adanya donor dari seorang warga Vietnam.