Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
George Weah dan Memori Manis Arsene Wenger Tentangnya
5 Januari 2018 22:54 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Sudah begitu lama sejak George Weah dan Arsene Wenger berhubungan secara langsung. Kala itu, Weah masih muda. Setelah membangun fondasi karier di berbagai klub Afrika, pria kelahiran 1966 itu memberanikan diri untuk menjajal kerasnya kompetisi sepak bola Eropa pada usia 22 tahun.
ADVERTISEMENT
Pilihan Weah jatuh pada Monaco dan kala itu, Wenger sedang menjadi pelatih di sana. Walaupun sudah memiliki nama di Afrika, kompetisi Eropa ternyata begitu sulit bagi Weah.
Sebenarnya, yang membuat itu semua jadi sulit bukanlah soal kemampuan karena soal itu, George Weah tak usah diragukan lagi. Buktinya, tentu saja, adalah ketika pada 1995, dia dianugerahi Ballon d'Or. Sampai sekarang pun, Weah masih menjadi satu-satunya pemain Afrika yang punya gelar prestisius itu.
Namun, masa-masa Weah di Monaco itu berlangsung tujuh tahun sebelum kehebatannya diakui dunia. Di situ, dia kerapkali mendapat hinaan bernada rasial. Itulah yang membuatnya sempat kesulitan beradaptasi.
"Ketika saya pindah ke Monte Carlo untuk bermain bersama Monaco dari klub Kamerun, Tonnerre Yaounde, saya tidak bermain di enam bulan pertama," ujar Weah seperti dilansir The Guardian.
ADVERTISEMENT
"Namun, saya tetap yakin untuk bisa menunjukkan talenta saya kepada mereka yang ada di rumah yang mengira kedatangan saya ke Eropa adalah sebuah hal yang sia-sia dan sekaligus menunjukkan bahwa saya pemain hebat," lanjut Weah.
Dalam situasi tersebut, yang kemudian membantu Weah adalah Arsene Wenger. Pria yang kini menjadi manajer Arsenal itu, menurut Weah, senantiasa memberinya kepercayaan dan itulah yang membuat sang penyerang kemudian bisa terus bertahan di Eropa.
"Dia adalah sosok ayah di mata saya dan menganggap saya sebagai anaknya. Dia adalah sosok laki-laki sejati, ketika rasialisme sedang memuncak dia menunjukkan kecintaannya kepada saya, dia menginginkan saya untuk terus berada di lapangan," ucap Weah.
Kini, Weah sudah tak lagi bertungkus lumus di lapangan hijau. Dia pun, pada 30 Desember 2017 lalu, telah secara resmi menjadi pemenang Pemilihan Presiden Liberia. Dengan suara 61,5%, dia berhasil mengalahkan pesaingnya, Joseph Boakai, yang sebelumnya merupakan Wakil Presiden Liberia.
ADVERTISEMENT
Sebagai bentuk rasa terima kasihnya, Weah pun mengundang Wenger untuk menghadiri acara inagurasinya.
"Aku diundang oleh George untuk datang di hari dia disumpah menjadi presiden," kata Wenger.
"Ketika Anda melihat jalan hidupnya, rasanya seperti melihat film yang fantastis."
"Aku ingat pertama kali melihat George di Monaco. Dia terlihat seperti bocah hilang, tidak kenal siapa-siapa, dan tidak dianggap oleh siapa pun. Tapi, dia kemudian menjadi pemain terbaik dunia dan jadi presiden di negaranya."
"Sulit sekali dipercaya. Dia selalu punya mental yang kuat, dan dia selalu yakin bahwa dia sedang menjalankan misi. Aku ingat dia begitu terpukul ketika melihat perang berkecamuk di negaranya."
"Dia benar-benar peduli dan menyayangi rakyatnya. Waktu itu, ya, aku tidak mengira dia bakal jadi presiden, tetapi aku ingat dia pernah menangis melihat situasi di Liberia."
ADVERTISEMENT
"Ini adalah kisah bahagia dan aku berharap dia bisa melakukan yang terbaik. Dia adalah contoh bagi semua pesepak bola yang ada," pungkas Wenger.
Live Update