Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Guard of Honour, Zidane, dan Upaya Menjaga Kehormatan di Lapangan Bola
9 April 2018 16:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB

ADVERTISEMENT
Guard of honour menjadi alegori bagi sikap kesatria di atas lapangan sepak bola. Keberadaannya mengaburkan pandangan tentang kemegahan gengsi dan kekokohan persaingan yang jadi beban turun-temurun para pelakonnya.
ADVERTISEMENT
Kegagahan para pemain yang berdiri membentuk jalan bagi tim lawan dan tepuk tangan yang mereka berikan mengalihkan cerita-cerita permusuhan yang jamak muncul, seiring gelinding bola dari satu lapangan ke lapangan lainnya.
Ini adalah guard of honour, pagar yang tak hanya dibangun oleh deretan pemain yang berdiri tegak, tapi penghormatan kepada tim atau orang tertentu. Serupa dengan keputusan moral lainnya, tak ada peraturan tertulis atau kewajiban saklek perihalnya.
“Kami tidak akan memberikan guard of honour kepada Barcelona. Mereka sudah lebih dulu menolak untuk mengikuti tradisi saat kami memenangi Piala Dunia Antarklub,” seperti itu pernyataan Zinedine Zidane soal keputusan untuk tidak memberi guard of honour kepada Barcelona yang besar kemungkinan bakal keluar sebagai juara La Liga 2017/2018.
ADVERTISEMENT
Salah satu penggawa Real Madrid, Sergio Ramos, pun angkat bicara. Menurutnya, guard of honour bukanlah ukuran pasti soal penghormatan mereka kepada suatu klub, termasuk Barcelona.
"Hanya karena kami tidak menampilkan guard of honour, bukan berarti kami tidak menghormati Barcelona. Saya menegaskan, kami akan selalu melakukan apa yang dikatakan pelatih kami."
Real Madrid merayakan akhir tahun 2017 dengan El Clasico. Di pertandingan itu, Los Blancos tidak memasuki lapangan dengan tangan kosong. Mereka baru saja menjadi juara di gelaran Piala Dunia Antarklub 2017.
Grêmio Foot-Ball Porto Alegrense (biasa disebut Gremio) yang menjadi lawan, berhasil mereka kalahkan dengan skor 1-0. Gol tunggal Cristiano Ronaldo di menit 53 berhasil menambah koleksi trofi di Santiago Bernabeu.
ADVERTISEMENT
Bila menyoal omongan Zidane, maka tradisi yang berlaku di sepak bola Spanyol, tim yang baru saja memenangi gelar juara --apa pun itu-- pantas untuk diberi guard of honour saat memasuki lapangan jelang pertandingan.
Keputusan Barcelona waktu itu disampaikan oleh Direktur Kelembagaan mereka, Guillermo Amor. Yang menjadi alasan, Barcelona hanya akan memberikan guard of honour pada tim yang mengikuti kompetisi yang sama dengan yang diikuti oleh Barcelona. Anak-anak asuh Ernesto Valverde tidak mengikuti Piala Dunia Antarklub 2017, maka Barcelona tak punya beban untuk memberikannya.
Dalam pernyataannya tersebut, Zidane juga menambahkan, keputusan ini murni berasal darinya. Di hari konferensi pers itu, ia juga menegaskan, satu-satunya hal yang pantas dipikirkan oleh timnya saat ini adalah meraih kemenangan dalam setiap pertandingan, bukan perkara-perkara lain macam guard of honour.
ADVERTISEMENT
Barcelona dan Real Madrid adalah dua klub yang terikat rivalitas. Apa pun yang menjadi latar belakang, mulai dari persoalan historis hingga urusan profesional sepak bola seperti raihan gelar juara, selama sepak bola masih ada, keduanya bakal tetap tampil sebagai dua klub yang berpacu gelar di atas lapangan.
Omongan Direktur Kelembagaan Barcelona soal guard of honour yang hanya diberikan kepada klub yang mengikuti kompetisi yang juga mereka ikuti itu sebenarnya bukan omong kosong. walau tetap menimbulkan pertanyaan.
Tahun 2008, di Santiago Bernabeu, Barcelona memberikan guard of honour kepada Los Blancos yang waktu itu sudah mengunci gelar juara La Liga 2007/2008. Namun, dua tahun sebelumnya, Barcelona memberikan guard of honour kepada Sevilla yang menjuarai Liga Europa. Padahal, Barcelona tak ikut terlibat di kompetisi itu.
ADVERTISEMENT
Di luar kompetisi sepak bola Spanyol, guard of honour juga muncul di sepak bola Inggris. Bila menilik ke belakang, tak ada catatan pasti kapan guard of honour pertama muncul di sepak bola.
Namun, banyak yang percaya bahwa guard of honour ini menjadi marak setelah Manchester United di bawah kepelatihan Sir Matt Busby, memberikan gestur penghormatan itu kepada Chelsea yang sudah dipastikan menjadi juara Liga Inggris 1954/1955.
Penghormatan ini terulang lagi 50 tahun setelahnya. Saat Chelsea melakoni laga tandang dengan kepastian gelar juara Premier League 2004/2005 (pada 11 Mei 2005), anak-anak asuh Sir Alex Ferguson memberikan penghormatan itu sebelum laga dimulai.
United sendiri menjadi tim yang cukup sering menerima guard of honour dari para pesaingnya. Coventry City tahun 1994, Newcastle United tahun 1997, Everton tahun 2003, Blackpool FC tahun 2011, Arsenal tahun 2013. Begitu pula dengan yang terjadi di kompetisi Premier League 2014/2015, saat Liverpool memberikan guard of honour kepada Chelsea yang sudah memastikan diri merengkuh gelar juara.
ADVERTISEMENT
Tak hanya kepada klub, guard of honour pun diberikan kepada sosok yang berjasa bagi sebuah klub. Misalnya, apa yang terjadi pada laga terakhir Sir Alex Ferguson bersama Manchester United tahun 2013. Pertandingan di Old Trafford melawan Swansea City itu diawali dengan guard of honour bagi Sir Alex yang memutuskan untuk pensiun.
Bentuk penghormatan macam seperti inilah yang tak ingin diberikan Zidane bila jelang El Clasico nanti, Barcelona sudah memastikan diri menjadi juara La Liga musim 2017/2018.
Guard of honour, bila diartikan secara harfiah kata per kata akan menjadi penjaga kehormatan. Dan sebagai pesepak bola, Zidane terbiasa untuk menjaga kehormatannya sendiri, tanpa bantuan orang lain, tanpa mengharapkan pembelaan dari orang lain.
ADVERTISEMENT
Di Piala Dunia Berlin tahun 2006, Zidane tetap turun gelanggang. Ia turun ke arena sebagai orang yang keras hati. Ia menyisir lapangan sebagai pebola renta dengan magi yang sudah keropos dimakan umur dan kekalahan.
Sebelum Piala Dunia 2006, Zidane gagal mengantarkan gelar juara apa pun untuk Real Madrid. Kita pun ingat, setelah Piala Dunia 2006 tuntas digelar, ia mengundurkan diri sebagai pesepak bola.
Dan di situlah kuncinya. Zidane tak ingin menutup kariernya dengan tak hormat. Kalaupun kematian karier (pensiun -red) harus menjadi bagiannya, maka kematian itu harus ia terima dengan sehormat-hormatnya.
Lantas, Zidane menjaga kehormatannya sebagai pesepak bola dengan memimpin Prancis memulangkan Brasil dengan skor 1-0. Sebelumnya, mereka berhasil menjungkalkan Spanyol di babak 16 besar dengan skor 3-1.
ADVERTISEMENT
Penampilan Zidane di laga melawan Brasil itu tak hanya menyulut pujian dari publik Prancis, tapi juga dari nama-nama besar macam Kaka, Alberto Pereira, Franz Beckenbauer, Platini, Raul Gonzales, dan Pele.

Di partai final, Zidane dan keluarganya diolok-olok oleh Marco Materazzi. Semua tahu Zidane anak imigran Aljazair, seorang Muslim, dan menghabiskan masa kecilnya di lingkungan kumuh Marseille. Suka atau tidak suka, menerima atau menyangkal, Zidane sudah terbiasa bertahan hidup dan menjaga kehormatannya sejak kanak.
Barangkali, tandukannya kepada Materazzi menjadi cara terakhirnya untuk mempertahankan kehormatannya sebagai pesepak bola. Kariernya boleh selesai, tapi bukan berarti ditutup dengan diam dan memeram olok-olok Materazzi.
Lantas, terlepas dari segala latar belakang bahwa Barcelona yang lebih dulu menolak tradisi guard of honour, lewat penolakan serupa, Zidane agaknya ingin menegaskan bahwa tak ada satu pun yang bertanggung jawab untuk menjaga kehormatan mereka masing-masing sebagai pelakon sepak bola selain diri mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Tanpa atau dengan guard of honour, Barcelona tetap bakal menjadi terhormat dengan deretan gelar juara mereka. Zidane sudah membuktikan hal serupa di Piala Dunia 2006 itu.
Bila kegagalannya bersama Real Madrid dalam dua tahun berturut-turut sebelumnya membikin publik Prancis beramai-ramai menyerukan ‘No Country for Old Man’, maka lewat penampilannya, Zidane membuat orang-orang yang sama berteriak 'A Good Old Man, Sir' dan membentangkan spanduk bertuliskan 'The Old France is a Magic' di tribune penonton.*
====
*catatan editorial: Kami menggunakan analogi ini dengan menyadur film 'No Country for Old Men' karya Joel Coen dan Ethan Coen (dari novel berjudul serupa karya Cormac McCarthy). Sementara A Good Old Man, Sir! merupakan kalimat yang bisa ditemukan di naskah 'Much Ado About Nothing' karangan William Shakespeare.
ADVERTISEMENT