Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Piala Konfederasi 2017 memasuki partai pamungkas. Jerman atau Cile yang berhasil menggondol trofi turnamen yang lekat dengan “kutukan” ini?
ADVERTISEMENT
Sekilas Jerman berada di garda terdepan untuk naik ke podium sebagai pemenang dalam laga yang berlangsung di Stadion Krestovskyi, St. Petersburg, Senin (3/7/2017) pukul 01.00 dini hari WIB. Wajar saja, karena Jerman toh memang memiliki segala persyaratan guna meraih gelar juara perdananya itu.
Satu hal yang menjadi fakta kuat mengapa Die Mannschaft menjadi unggulan dalam laga nanti adalah stablitas performa yang mereka tunjukkan semenjak fase grup. Dari empat partai, Jerman berhasil melibas sang lawan tiga kali dan hanya meraih sekali imbang.
Yang lebih mengerikan adalah jumlah gol yang berhasil dilesakkan. Jumlah 11 gol dari empat partai tentu merupakan penanda betapa agresifnya Jerman. Tak hanya itu, lini pertahanan mereka juga cukup kokoh dengan hanya kemasukan lima gol.
ADVERTISEMENT
Skema 3-4-2-1 yang diusung berjalan dengan baik. Selain kekuatan tiga bek berpostur tinggi besar, trio lini depan Jerman juga menjadi kunci dari permainan Jerman.
Lars Stindl dan Timo Werner mampu mengeksekusi peluang demi peluang menjadi gol. Sedangkan, Leon Goreztka sukses memainkan peran sebagai gelandang serang.
Ketiga nama itu total telah menyumbang delapan gol dengan Goreztka dan Stindl masing-masing melesakkan tiga gol untuk memuncaki daftar pencetak gol sementara. Sedangkan, sisanya diciptakan oleh Werner.
“Sangat penting untuk mengontrol permainan sedini mungkin. Karena Cile akan menekan sekuat tenaga, sama seperti apa yang mereka lakukan sejauh ini. Jadi, kami harus bisa keluar dari tekanan itu dan menciptakan banyak ruang,” ujar pelatih Jerman Joachim Loew seperti dilansir SkySports.
ADVERTISEMENT
Loew juga mewanti-wanti anak asuhnya terhadap kecepatan yang dimiliki sang lawan.
“Mereka (Cile) sangat cepat dalam mengalirkan bola. Jadi, saya berharap kami bisa menunjukkan kelincahan dan kecepatan seperti apa yang kami lakukan saat melawan Meksiko,” ucapnya.
Ya, Loew sadar betul benteng pertahanannya bisa ditembus seketika dengan kecepatan yang dimiliki Cile. Apalagi, skema tiga pemain bertahan rentan untuk dirobohkan jika kedua winger kerap terlambat turun. Dan, celah itu yang coba dimanfaatkan sang jawara Copa America Centenario itu.
Nama-nama seperti Alexis Sanchez dan Eduardo Vargas dipastikan bakal menjadi ancaman utama bagi pertahanan Jerman. Kecepatan Sanchez dan Vargas dengan menyusuri sisi sayap bisa menjadi senjata utama Cile. Sementara, Arturo Vidal akan berperan sebagai jendral lapangan tengah yang memberikan komando permainan.
ADVERTISEMENT
Pengalaman
Sanchez pernah membuktikan bahwa pertahanan Jerman bisa dijebol timnya. Satu golnya ke gawang Marc-Andre ter Stegen (sebelum disamakan Stindl) dalam laga penyisihan grup menjadi penandanya. Semangat itu pula yang akan dibawa Cile dalam laga nanti--bahwa mereka jadi satu-satunya tim yang bisa menahan imbang sang jawara dunia 2014.
“Kami harus mengulangi apa yang kami lakukan di babak pertama (melawan Jerman di fase grup). Kami bermain sangat bagus meskipun sedikit mengendur di babak kedua,” kata Vargas dalam situs resmi FIFA.
Harus diakui, permainan kolektif Jerman kerap membuat banyak tim frustrasi. Mereka sangat rapi dalam mengorganisir lini per lini serta sabar dalam membangun serangan. Menghadapi tipe tim seperti ini, maka kemampuan individu pemain bisa menjadi jalan keluar. Dan, Cile memiliki syarat itu.
ADVERTISEMENT
Diluar sisi teknis, Cile juga boleh mengangkat kepala karena mempunyai pemain dengan segudang pengalaman. Mayoritas dari mereka pernah mengalahkan Argentina dua kali secara beruntun di final Copa America. Tujuh diantaranya bahkan telah bersama-sama berlaga sejak Piala Dunia 2010.
Hal itu kontras dengan apa yang dimiliki Jerman saat ini. Skuat yang turun di ajang ini didominasi oleh muka-muka baru dengan usia rata-rata 24 tahun. Draxler menjadi pemain dengan caps terbanyak (34)--yang bahkan tak bisa menyentuh penampilan minimal dari satu pun penggawa Cile.
Faktor ini memang kecil tetapi bisa jadi sangat menentukan. Karena, tak ada laga mudah di final. Kesalahan sekecil apapun berpotensi mengubah jalannya pertandingan. Segala tekanan yang mengemuka juga dipercaya bisa dinetralisir dengan pengalaman. Apalagi, Cile berhasrat meraih trofi ketiganya dalam tiga tahun beruntun dengan menjuarai Piala Konfederasi 2017 ini.
ADVERTISEMENT
“Kami telah membuktikan harga diri kami. Kami sudah kalahkan Argentina dan Portugal--juara Eropa. Jika kami bisa memenangi laga nanti, maka kami membuktikan kami tim terbaik di dunia,” kata Vidal bersemangat.
Jadi, siapa yang akan keluar menjadi pemenang? Jerman dengan tim muda tetapi berbahaya atau Cile dengan pemain senior kaya pengalaman?