Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Joko Driyono menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019). Pria yang akrab disapa Jokdri itu diputuskan bersalah dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan, majelis hakim tak sependapat dengan pleidoi atau pembelaan terdakwa. Mereka menyatakan bahwa Jokdri terbukti secara sah dan bersalah melanggar dakwaan kedua subsider sebagaimana Pasal 235 jo 233 jo 55 Ayat 1 Ke-2 KUHP.
Putusan majelis hakim sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Namun, majelis hakim memilih pasal pemberatan, yaitu Pasal 55 Ayat 1 Ke-2 KUHP. Sementara JPU sebelumnya dalam tuntutan memilih Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Menyatakan terdakwa Joko Driyono tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan alternatif kedua primair dan oleh karena itu membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut.”
“Menyatakan terdakwa Joko Driyono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menggerakan orang untuk merusak, membikin tidak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang akta-akta, surat-surat, atau data-data yang atas perintah penguasa umum terus menerus atau untuk sementara disimpan yang masuk tempat kejahatan dengan memanjat atau memakai anak kunci palsu. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan,” ujar Hakim Ketua, Kartim Haeruddin.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, putusan tersebut belum berkekuatan hukum atau inkrah. Kuasa hukum Jokdri punya tujuh hari untuk berpikir langkah hukum selanjutnya apakah mengajukan banding atau menerima putusan.
“Putusan ini belum berkekuatan hukum. Penasihat hukum dan JPU masih pikir-pikir terhadap putusan ini,” kata Kartim.
Jokdri ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Februari lalu. Keputusan itu lahir usai Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Bola melakukan penggeledahan di Kantor PT Liga Indonesia (LI)—Rasuna Office Park—dan apartemen mantan Ketua Umum PSSI tersebut.
Mantan Ketua Umum PSSI itu disangkakan terlibat tindak pidana perusakan, penghancuran, dan penghilangan barang bukti serta perusakan garis polisi. Usai empat kali pemeriksaan, ia lantas mendekam di tahanan sementara Direktorat Tahanan dan Barang Bukti Polda Metro Jaya sejak 25 Maret.
ADVERTISEMENT
Sepanjang penahanan Jokdri, penyidik Satgas mencoba melengkapi berkas sang tersangka. Akhirnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyatakan berkas Jokdri lengkap (P-21) pada 5 April.
Perkara pria asal Ngawi tersebut dilimpahkan tahap kedua ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan pada 12 April. Sejak saat itu, Jokdri menjadi tahanan Kejari Jaksel.
Persidangan perdana Jokdri dimulai 6 Mei. Ia kemudian dituntut 2 tahun 6 bulan penjara oleh JPU pada 4 Juli.
Kuasa hukum Jokdri sempat memohon kliennya terbebas dari segala tuntutan JPU saat pembacaan pleidoi atau pembelaan. Alasannya, tim penasihat hukum menilai bahwa terdakwa tak terbukti melakukan tindak pidana yang dituntut JPU.
Namun, JPU menolak pleidoi tersebut dalam repliknya dan tetap menuntut Jokdri dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.
ADVERTISEMENT
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 235 jo Pasal 233 jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP,” tutur JPU, Sigit Hendardi.
Replik JPU tersebut sempat dibantah tim kuasa hukum Jokdri dalam duplik tertulis kepada majelis hakim. Dalam dupliknya, tim penasihat hukum Jokdri menganggap JPU mengaburkan unsur Pasal 233 KUHP.
====
*Catatan Editor: Tulisan ini sudah mengalami perubahan. Kutipan putusan hakim disajikan secara lengkap pada perubahan ini. Demikian kesalahan tersebut kami perbaiki.