Juventus Membuat Matthijs de Ligt Bermain dengan Kepala Dingin

20 Januari 2020 20:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
De Ligt merayakan gol ke gawang Torino. Foto: Reuters/Massimo Pinca
zoom-in-whitePerbesar
De Ligt merayakan gol ke gawang Torino. Foto: Reuters/Massimo Pinca
ADVERTISEMENT
Matthijs de Ligt akhirnya menutup paruh pertama musim perdananya bersama Juventus. Segala hal yang muncul di awal musim seolah menunjukkan bahwa keputusannya hengkang ke Juventus tidak tepat.
ADVERTISEMENT
De Ligt bahkan mewarnai laga perdananya sebagai penggawa Juventus dengan membuat gol bunuh diri. Itu belum ditambah dengan performa yang membikin orang-orang ragu.
Performa De Ligt tidak bisa disebut butut. Dalam tiga bulan pertamanya atau per November 2019, aksi defensif yang dilakukan De Ligt hadir dalam bentuk sapuan (4,3).
Catatan tekel (0,9) dan intersepnya (0,6) tidak menonjol. Kondisi ini muncul karena Juventus lebih banyak menguasai bola sehingga tidak harus sering-sering merebutnya.
Matthijs de Ligt: All is well. Foto: Marco Bertorello / AFP
Yang membuat keraguan tersebut muncul adalah proses adaptasi De Ligt yang memakan waktu beberapa bulan. Saat ini De Ligt tidak bermain di posisi naturalnya di sisi kanan. Itu belum ditambah dengan keharusan menjalin komunikasi dengan pemain-pemain berbahasa asing.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, performa De Ligt membaik. Peran para senior juga tidak bisa dilepaskan dari proses adaptasi De Ligt. Menurutnya, Giorgio Chiellini dan Leonardo Bonucci banyak memberi masukan bagaimana menjadi bek papan atas di Serie A.
"Chiellini adalah bek yang sangat berpengalaman. Ia paham betul harus bermain seperti apa. Saya masih muda dan cenderung impulsif. Saya ingin memenangi seluruh duel, tetapi terkadang jauh lebih baik untuk bermain dengan kepala dingin. Itulah yang saya pelajari darinya," tutur De Ligt.
"Saya juga belajar banyak dari Bonucci. Mereka sama-sama kaya pengalaman. Sekarang saya mencoba untuk meningkatkan kemampuan dan performa," jelas De Ligt.
De Ligt berlatih bersama skuat Juventus. Foto: REUTERS/Massimo Pinca
Proses adaptasi itu pula yang membuat De Ligt makin paham sepak bola ala Italia, khususnya Serie A. Bagaimanapun percuma punya talenta dan skill mumpuni jika tak paham dengan karakter kompetisi yang diikuti.
ADVERTISEMENT
"Tentu saja ada perbedaan antara Eredivisie dan Serie A, terutama jika bicara soal persaingan antartim, termasuk tim-tim yang lebih kecil," ucap De Ligt.
"Tim empat besar di Belanda sangat bagus, tetapi saya pikir tim-tim di sini jauh lebih baik ketimbang di Belanda. Seluruh pertandingan di sini--siapa pun lawannya--adalah ujian bagi kami," jelas De Ligt, dikutip dari Football Italia.
Kualitas papan atas dari para bek memang dibutuhkan Juventus. Terlebih, Serie A 2019/20 menjadi kompetisi yang lebih 'liar'. Tim-tim kuda hitam bermunculan, para pelatih baru datang membawa perubahan.
Terpeleset sedikit, Juventus bisa habis. Terlebih, Juventus tak hanya berlaga di Serie A. Masih ada gelar juara Coppa Italia dan tentu saja Liga Champions yang harus dikejar.
ADVERTISEMENT