Kebangkitan dan Kejatuhan Real Mallorca

15 April 2020 18:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapten Real Mallorca, Fernando Nino, memberi selamat pada Ariel Ibagaza, disaksikan Federico Lussenhoff. Foto: AFP/Javier Soriano
zoom-in-whitePerbesar
Kapten Real Mallorca, Fernando Nino, memberi selamat pada Ariel Ibagaza, disaksikan Federico Lussenhoff. Foto: AFP/Javier Soriano
Mudah untuk menyebut Real Madrid dan Barcelona sebagai kekuatan dominan di sepak bola Spanyol karena fakta penyokongnya memang banyak sekali. Mulai dari perkara trofi sampai kontribusi untuk tim nasional.
Namun, dominasi kedua kesebelasan itu tidak selalu mulus. Pada akhir 1990-an sampai pertengahan 2000-an, misalnya, dominasi tersebut diganggu oleh sejumlah klub yang akhirnya bisa mencuri beberapa titel dari tangan mereka.
Real Mallorca adalah salah satunya. Pada 2003 lalu mereka sukses menjadi juara Copa del Rey setelah mengalahkan Recreativo Huelva di partai puncak. Dalam perjalanannya ke final, Mallorca meraih kemenangan paling bersejarah dalam perjalanan mereka.
Pada perempat final Copa del Rey musim 2002/03 itu Mallorca sukses menghajar Real Madrid dengan skor agregat mencolok 5-1. Setelah bermain imbang 1-1 di Santiago Bernabeu, Mallorca menghajar Los Blancos 4-0 di Son Moix.
Fernando Nino, Samuel Eto'o, dan Walter Pandiani mencetak gol-gol kemenangan Mallorca pada pertandingan itu. Eto'o dan Pandiani pun jadi aktor kunci yang meloloskan mereka ke final setelah tampil brilian di semifinal kontra Deportivo La Coruna.
Pada partai puncak, lagi-lagi dua striker itu bersinar. Recreativo yang beberapa pekan sebelumnya dipastikan terdegradasi dari Primera Division pun tak berkutik. Final berlangsung antiklimaks karena Mallorca menang mudah.
Real Mallorca juara Copa del Rey 2003. Foto: AFP/Jose Jordan
Keberhasilan menjadi juara Copa del Rey 2003 itu merupakan puncak dari segala kehebatan yang ditampilkan Mallorca sejak akhir 1990-an. Dari sana, secara perlahan Mallorca menurun sampai akhirnya terdegradasi satu dekade kemudian.
Kehebatan Mallorca di akhir 1990-an itu ditandai dengan penunjukan pelatih asal Argentina, Hector Raul Cuper, pada 1997. Musim 1997/98 merupakan musim pertama Mallorca di Primera Division setelah terdegradasi pada 1992.
Sebelum terdegradasi, Mallorca sebetulnya sempat membuat kejutan pada musim 1990/91. Kala itu, meski terseok-seok di liga, mereka berhasil mencapai final Copa del Rey di bawah asuhan Llorenc Serra Ferrer.
Figur terpenting dalam skuat Real Mallorca itu adalah seorang gelandang berusia pertengahan 20-an yang di kemudian hari juga akan menjadi bagian dari kesuksesan Mallorca era 1990-an dan 2000-an.
Akan tetapi, sang gelandang sempat menghilang. Performa apiknya sepanjang musim 1990/91 membuat dirinya dipanggil ke Timnas Spanyol. Pinangan dari Barcelona pun datang tak lama berselang. Dia menerima pinangan tersebut dan hengkang ke Catalunya.
Nama gelandang yang dimaksud adalah Miguel Angel Nadal. Belakangan, dia lebih dikenal sebagai seorang bek tengah, tetapi semasa mudanya dulu paman petenis Rafael Nadal itu biasa beroperasi sebagai gelandang.
Miguel Angel Nadal (kanan) dan Walter Pandiani berjibaku dalam pertandingan melawan Recreativo Huelva di final Copa del Rey 2003. Foto: AFP/Jose Jordan
Kepergian Nadal membuat Mallorca terpuruk. Mereka finis di posisi ke-20 dan terdegradasi ke Segunda Division. Setelah lima tahun, barulah Mallorca bisa kembali ke Primera Division. Mereka merekrut Cuper dan mendatangkan sejumlah pemain berkualitas.
Enrique Romero, Ivan Campo, Vicente Engonga, dan Juan Carlos Valeron didatangkan pada awal musim. Lalu, pada Januari, kiper Argentina, Carlos Roa, juga ikut-ikutan merapat. Berbekal skuat mumpuni, Cuper mampu membawa Mallorca terbang tinggi.
Tak tanggung-tanggung, Cuper mampu membawa tim asuhannya finis di posisi kelima La Liga. Selain itu, tiket final Copa del Rey juga berhasil digamit setelah dalam perjalanannya menundukkan klub-klub seperti Celta Vigo, Athletic Club, dan Deportivo Alaves.
Cuper adalah pelatih yang tidak neko-neko. Pendekatan taktisnya sederhana. Yang penting bagi pria Argentina tersebut adalah tidak kebobolan dan bisa mencuri gol. Berbekal pragmatisme demikian, dia menyulap Mallorca jadi tim yang disegani.
Sayangnya, lawan yang harus dihadapi Real Mallorca di final Copa del Rey 1998 itu adalah Barcelona. Meski sukses memaksakan hasil imbang 1-1 sampai babak tambahan, Mallorca harus mengakui keunggulan Barcelona asuhan Louis van Gaal di adu penalti.
Mallorca memang tidak juara. Akan tetapi, status runner-up itu nyatanya sudah cukup untuk mengantarkan mereka lolos ke Piala Winners, kejuaraan antarklub Eropa yang mempertemukan para pemenang piala domestik.
Pemain Lazio, Giuseppe Favalli, berebut bola dengan pemain Real Mallorca, Lauren, dalam pertandingan final Piala Winners 1999. Foto: AFP/Rui Viera
Saat ini Piala Winners sudah tiada karena edisi 1998/99 itu adalah edisi terakhir kejuaraan tersebut sebelum dilebur dengan Piala UEFA yang sekarang menjadi Liga Europa. Di Piala Winners pemungkas itu, Mallorca menggila.
Kesuksesan Mallorca pada musim 1997/98 membuat Presiden Bartomeu Beltran semakin bersemangat dalam membiayai klub. Walau harus kehilangan Valeron, Campo, dan Romero, Mallorca nyatanya mampu mencari pengganti sepadan.
Gustavo Siviero, Miquel Soler, Lauren Bisan, Ariel Ibagaza, Dani Garcia, dan Leo Biagini jadi beberapa nama penting yang direkrut Beltran kala itu. Dengan skuat baru yang lebih berkualitas lagi, laju Mallorca pun semakin dahsyat.
Real Mallorca finis di urutan tiga La Liga musim itu, di bawah Barcelona dan Real Madrid. Bahkan, poin Mallorca (66) hanya terpaut dua dari milik Madrid yang menjadi runner-up. Dengan keberhasilan ini, tak mengherankan jika mereka bisa berprestasi di Eropa.
Mallorca sukses menyingkirkan Hearts of Midlothian, Genk, Varteks, dan Chelsea untuk mencapai partai puncak. Pada laga final yang diselenggarakan di Villa Park itu, mereka berhadapan dengan jagoan Italia, Lazio.
Pemain-pemain yang dipunyai Mallorca memang berkualitas. Akan tetapi, dibandingkan dengan Lazio saat itu, mereka kalah jauh. Lazio asuhan Sven-Goeran Eriksson memiliki bintang-bintang macam Roberto Mancini, Christian Vieri, serta Alessandro Nesta.
Mallorca pun menyandang status underdog di laga final tersebut. Pada menit ketujuh, Vieri sudah membuat Mallorca tersentak lewat gol sundulan cantiknya ke gawang Roa. Gol Vieri itu menjadi pertanda bahwa Lazio akan menang mudah.
Nyatanya, Mallorca menolak tunduk begitu saja. Cuma berselang empat menit, Dani memanfaatkan sodoran Jovan Stankovic dari sisi sayap untuk menaklukkan penjaga gawang Lazio, Luca Marchegiani. Laga pun berjalan berimbang setelahnya.
Akan tetapi, sekeras-kerasnya Mallorca melawan, Lazio memang berada di atas mereka. Sembilan menit jelang bubaran, sepakan voli spektakuler Pavel Nedved membunuh perlawanan Mallorca. Lazio keluar sebagai juara terakhir Piala Winners.
Kekalahan dari Lazio itu menandai berakhirnya era Cuper bersama Mallorca. Dianggap sudah pantas naik level, Cuper direkrut oleh Valencia pada musim panas 1999 untuk menggantikan Claudio Ranieri yang mengantarkan mereka juara Copa del Rey.
Musim 1999/2000 akhirnya jadi masa peralihan bagi Mallorca. Di sinilah bibit-bibit tim juara Copa del Rey 2003 itu mulai muncul. Leo Franco serta Samuel Eto'o direkrut, Alvaro Novo dipromosikan dari tim junior, dan Nadal dipulangkan dari Barcelona.
Selain nama-nama tersebut, ada pula sosok Diego Tristan Herrera yang merangkak naik dari akademi. Tristan tidak menjadi bagian dari skuat Mallorca musim 2002/03 tetapi dia adalah penampil terbaik klub pada 1999/2000.
Kehadiran para pemain hebat itu, sayangnya, tidak dibarengi dengan rekrutmen pelatih yang tepat. Juan Ramon Lopez Caro, yang di kemudian hari bakal melatih Real Madrid, nyatanya bukan sosok tepat bagi Real Mallorca.
Kepergian Dani ke Barcelona juga tidak membantu. Alhasil, Mallorca terengah-engah dalam menjalani musim. Mereka tersingkir di babak kedua Copa del Rey dan harus puas finis di urutan ke-10 La Liga.
Selepas musim berakhir, Lopez Caro dipecat. Presiden baru Mallorca, Mateu Alemany, lantas berpaling kepada sosok sarat pengalaman bernama Luis Aragones. Sebelum ke Mallorca, Aragones pernah membawa Atletico Madrid juara di berbagai ajang.
Nantinya, Aragones cuma bertahan satu musim di Mallorca. Akan tetapi, mentalitas juara Mallorca dibentuk di eranya. Aragones mampu membawa Mallorca finis di posisi tiga La Liga. Kombinasi Ibagaza-Eto'o pun mulai moncer di bawah bimbingan Aragones.
Aragones cukup sukses di Mallorca tetapi rasa cintanya selalu untuk Atletico Madrid. Itulah mengapa pelatih Spanyol di Euro 2008 itu memutuskan mudik ke Vicente Calderon meskipun Los Rojiblancos kala itu berlaga di Segunda Division.
Alhasil, Real Mallorca harus mencari pengganti. Celakanya, tak satu pun pengganti Aragones di musim 2001/02 bisa mengasuh tim dengan baik. Tiga pelatih didatangkan Alemany tetapi Mallorca hanya mampu finis di posisi ke-16 La Liga.
Buruknya prestasi Mallorca itu sejalan dengan penurunan produktivitas Eto'o sebagai ujung tombak. Dari yang tadinya sukses mencetak 11 gol, Eto'o cuma bisa menggetarkan jala gawang lawan enam kali pada musim 2001/02.
Alemany baru menemukan sosok yang pas pada musim panas 2002. Namanya Gregorio Manzano. Di bawah asuhannya, potensi skuat Mallorca yang dipupuk oleh Aragones baru bisa kembali meledak. Hasilnya adalah gelar Copa del Rey tadi.
Luis Aragones. Foto: AFP/Saygin Serdaroglu
Penunjukan Manzano sebagai pelatih turut dibantu lewat rekrutmen pemain yang pas. Turu Flores dan Pandiani membawa Mallorca jadi lebih tajam dalam menyerang. Meski demikian, skuat Mallorca ini sebetulnya tidak sempurna.
Performa Mallorca di La Liga tidak bisa dibilang memuaskan karena mereka cuma finis di posisi kesembilan. Yang paling mencolok dari situ adalah angka kebobolan yang mencapai 56. Selisih gol mereka pun jadi negatif pada akhir musim.
Untungnya, itu semua terbayar di Copa del Rey. Mallorca tampil trengginas sampai akhirnya keluar sebagai juara. Titel itu merupakan puncak sekaligus akhir dari masa-masa keemasan mereka.
Pada musim 2003/04, Mallorca harus kehilangan Ibagaza dan Albert Riera yang hijrah ke Atletico Madrid dan Bordeaux. Sementara, Pandiani harus kembali ke klub pemiliknya, Deportivo La Coruna. Selain itu, Nadal sudah berusia 36 tahun.
Praktis, hanya Eto'o yang benar-benar jadi tumpuan. Pemain asal Kamerun itu mencetak 17 gol untuk menahbiskan diri jadi topskorer sepanjang masa Mallorca. Namun, itu semua tidak cukup bagi Los Bermellones.
Di musim terbaik Eto'o itu Real Mallorca cuma finis di posisi ke-11. Eto'o pun jadi terlalu besar untuk sekadar bermain di klub seperti mereka. Pada musim panas 2004, Barcelona datang mengetuk dan Eto'o pun hengkang ke Camp Nou.
Pemain-pemain Real Mallorca merayakan gol dalam kemenangan 5-1 atas Real Madrid di Copa del Rey 2002/03. Foto: AFP/Javier Soriano
Perlahan, Mallorca terus meredup. Mereka jatuh dalam kesemenjanaan yang sejatinya memang sudah jadi kawan dekat mereka sejak pertama kali berdiri. Sampai akhirnya terdegradasi pada 2013, prestasi terbaik Mallorca adalah finis di posisi 5 La Liga di musim 2009/10.
Setelah terdegradasi ke Segunda Division pada 2013, Mallorca makin terpuruk. Bahkan, pada 2017/18 lalu mereka harus rela berlaga di Segunda Division B alias divisi tiga. Kesulitan finansial jadi musabab utama di balik keterpurukan tersebut.
Kini, Mallorca telah kembali ke Primera Division. Usaha panjang dari grup asal Amerika Serikat yang beranggotakan Steve Nash dan Stu Holden untuk membangkitkan Mallorca terwujud pada musim 2018/19.
Mallorca memenangi seri playoff promosi-degradasi setelah finis di posisi tiga Segunda Division. Di final mereka menundukkan Deportivo La Coruna untuk memastikan satu tempat di Primera Division 2019/20.
Sampai La Liga 2019/20 dihentikan karena pandemi virus corona, Mallorca masih berkutat di papan bawah. Tentu saja, jalan mereka untuk meraih kembali apa yang hilang masih amat panjang. Namun, bukan berarti kesempatan itu tak ada.
Di bawah kendali para pemilik Amerika, Real Mallorca berbenah. Kualitas akademi diperbaiki dan cara mereka berpromosi pun terus membaik. Apabila konsisten di jalur ini, Mallorca punya peluang lagi untuk berbicara banyak di persepakbolaan Spanyol.
-----
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!