Kelindan Zaman dalam ‘Captain Tsubasa’

27 April 2018 16:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Captain Tsubasa (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Captain Tsubasa (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
ADVERTISEMENT
Harapan bisa datang dari mana saja. Dari petuah para tetua, dari sebuah peristiwa yang muncul tiba-tiba, atau dari sebuah parabel yang direka sedemikian rupa.
ADVERTISEMENT
'Captain Tsubasa' adalah sebuah parabel tentang harapan. Di sana bersemayam sebuah mimpi besar yang mengisi relung-relung benak para bocah. Aksi-aksi spektakuler sang kapten dimaknai jadi sebuah tujuan. Bagi mereka yang alam pikirnya masih suci, menjadi sehebat Tsubasa Oozora adalah sebuah cita-cita.
Tsubasa memang hanya tokoh rekaan. Dia tidak nyata dan rasanya takkan ada sosok seperti dirinya. Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan tendangan salto sambil memutar memori berusia belasan tahun? Mustahil.
Namun, justru di situ jiwa dari 'Captain Tsubasa'. Ia adalah sebuah cara untuk mendobrak kemustahilan. Ketika pertama kali digambar oleh Yoichi Takahashi dan diterbitkan dalam bentuk komik bersambung, menjadi negara hebat di sepak bola masih mustahil bagi Jepang. Kini, semua sudah berubah. Tak ada lagi yang bisa mendebat kehebatan mereka di Asia dan tak ada pula yang bisa menyangsikan mimpi mereka untuk jadi yang terhebat di dunia.
ADVERTISEMENT
Tahunnya adalah 1983 ketika 'Captain Tsubasa' pertama kali dilepas ke alam raya. Awalnya sederhana. Takahashi, sang mangaka, terinspirasi dari sebuah peristiwa yang disaksikannya kala masih remaja: Piala Dunia 1978 di Argentina.
Saat itu, sepak bola masih terasa asing di Jepang, meski mereka sebenarnya sudah punya sosok pemain hebat dalam diri Yasuhiko Okudera. Bersama FC Koeln, Okudera mendobrak tradisi. Dia adalah pesepak bola Jepang pertama yang berkarier di Eropa dan nantinya akan meretas jalan bagi nama-nama macam Kazuyoshi Miura dan Hidetoshi Nakata.
Akan tetapi, gaung Okudera itu tetap tidak sampai ke negeri asalnya. Bukan dia yang menjadi inspirasi bagi Takahashi untuk menciptakan 'Captain Tsubasa' meski sebenarnya, kiprah Okudera di Eropa itu bisa dengan mudah menjadi dasar bagi terciptanya karakter Tsubasa Oozora. Takahashi tak pernah sekali pun menyebut nama Okudera dalam pelbagai wawancara yang dia lakoni. Baginya, inspirasi 'Captain Tsubasa' hanya satu dan itu adalah Piala Dunia di Argentina.
ADVERTISEMENT
Keputusan menjadikan sepak bola sebagai jagat dari sebuah cerita manga bukanlah perkara mudah. Penyebabnya, sepak bola memang tidak begitu populer di Jepang kala itu. Bisbol saat itu —dan hingga kini— masih menjadi olahraga utama di sana dan manga bertemakan olahraga ini pun bak cendawan di musim penghujan.
Takahashi sendiri ketika remaja pernah menggeluti bisbol. Manga yang menemani dirinya tumbuh besar pun kebanyakan manga bertemakan olahraga ini. Akan tetapi, Piala Dunia 1978 mengubah segalanya. Dari sana ketertarikan Takahashi terhadap sepak bola muncul. Pelbagai riset dia lakukan hingga akhirnya dia menyadari bahwa sepak bola adalah olahraga terpopuler di dunia.
Inilah kemudian yang menjadi awal dari sebuah fenomena global bernama 'Captain Tsubasa'. Ketidakpopuleran sepak bola di Jepang itu dilihat Takahashi sebagai sebuah potensi.
ADVERTISEMENT
Kapten Tsubasa (Foto: animenewsnetwork)
zoom-in-whitePerbesar
Kapten Tsubasa (Foto: animenewsnetwork)
Untuk memopulerkan dan membuat para pembaca familiar dengan istilah-istilah sepak bola memang tidak mudah. Maka dari itu, Takahashi pun kudu kerap mengulang kata-kata kunci di dalam manga bikinannya.
"Ketika serial ini dimulai, kata 'Piala Dunia' sekalipun belum terdengar familiar. Maka dari itu, aku harus menjelaskan secara berulang lewat 'Captain Tsubasa' bahwa Piala Dunia adalah sebuah gelaran spesial; bahwa ia adalah turnamen terbesar di dunia yang digelar setiap empat tahun," kisah Takahashi kepada nippon.com.
Satu hal yang aneh adalah bahwa meskipun Takahashi menjadikan Piala Dunia 1978 sebagai inspirasi, negara yang dijadikan rujukannya justru bukan Argentina yang menjadi juara pada gelaran tersebut atau Belanda yang menjadi lawan Albiceleste di final. Alih-alih mereka, sang mangaka justru memilih Brasil sebagai rujukan.
ADVERTISEMENT
Kentalnya pengaruh Brasil dalam 'Captain Tsubasa' bisa terlihat dari keberadaan sosok Roberto Hongo yang merupakan pelatih Tsubasa saat masih kanak-kanak. Hongo sendiri dikisahkan sebagai mantan bintang Timnas Brasil yang harus pensiun dini lantaran masalah pada retinanya. Melihat Tsubasa kecil bermain, Hongo kemudian teringat pada masa mudanya dan dengan melatih Tsubasa, Hongo menemukan kembali tujuan hidupnya.
Ke-Brasil-an 'Captain Tsubasa' berlanjut ketika Tsubasa hijrah ke Sao Paulo usai menjuarai Piala Dunia U-17. Sao Paulo sendiri dikisahkan sebagai klub yang pernah diperkuat Hongo. Nantinya, ketika bermain di klub ini Tsubasa bertemu rival terberatnya yang bernama Carlos Santana alias 'Soccer Cyborg’ (Robot Sepak Bola).
Carlos Santana. (Foto: Captain Tsubasa Wikia)
zoom-in-whitePerbesar
Carlos Santana. (Foto: Captain Tsubasa Wikia)
Pada dasawarsa 1980-an, Brasil memang tidak mendapatkan apa pun di pentas dunia. Pada 1982, mereka gugur pada babak penyisihan kedua di tangan Italia. Kemudian, pada 1986, Selecao disingkirkan Prancis pada babak perempat final.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, bisa sangat dimengerti mengapa Takahashi memilih Brasil sebagai rujukan. Sampai titik itu, bersama Italia, Brasil adalah kolektor gelar juara dunia terbanyak (tiga kali). Selain itu, Brasil juga tidak cuma dikenal sebagai pemenang. Lebih dari itu, orang-orang mengenal Brasil karena gaya bermain yang atraktif. Banyak yang mengatakan bahwa Brasil adalah juara tanpa mahkota di Piala Dunia 1982 lewat Jogo Bonito-nya.
Pemilihan Brasil sebagai rujukan ini juga semakin menegaskan bahwa 'Captain Tsubasa' adalah parabel tentang mimpi dan harapan. Negara mana yang tidak bermimpi dan berharap bisa memiliki pemain hebat dalam jumlah banyak seperti Brasil? Dengan memilih Jepang, Takahashi sedari awal memang sudah mematok target tinggi-tinggi. Para pemain Jepang harus bisa sehebat pemain Brasil.
ADVERTISEMENT
Namun, bukan cuma Brasil yang jadi rujukan. Pada akhirnya, ketika para karakter di dalamnya sudah menginjak usia dewasa dan berkarier secara profesional, Takahashi mengarahkan pandangan ke Eropa. Langkah ini pun tidak salah karena faktanya, sampai sekarang pun, liga-liga Eropa masih menjadi liga sepak bola paling berkualitas di dunia.
Keberadaan klub-klub Eropa ini mulai marak ketika 'Captain Tsubasa' memasuki story arc ‘Road to 2002’. Di situ dikisahkan Tsubasa bermain untuk Catalonia (FC Barcelona), sementara Hyuga Kojiro bermain untuk Piemonte FC (Juventus). Pemilihan La Liga dan Serie A sebagai rujukan ini juga sangat pas karena ketika itu, dua liga itulah yang ketika itu merupakan liga terbaik Eropa. Premier League saat itu masih dalam masa pertumbuhan dan belum sebesar sekarang.
ADVERTISEMENT
Memiliki skill seperti pemain Brasil, sehingga bisa bermain di Eropa, hingga akhirnya membawa Jepang menjadi juara dunia. Seperti itulah kira-kira syarat menjadi pemain hebat menurut hemat Takahashi dan sang kreator sama sekali tidak salah. Ide itu sudah muncul di kepalanya sejak lebih dari tiga dasawarsa silam dan nyatanya, ide tersebut masih relevan sampai sekarang.
Tak cuma relevan dan peka zaman, ide itu pun begitu universal. Tiga syarat tadi bukan cuma ada di kepala Takahashi, melainkan sudah jadi syarat yang wajib (berusaha) dipenuhi oleh semua pesepak bola di dunia ini. Tiga hal tadi sama sekali tidak boleh absen dari catatan karier seorang pemain yang ingin disebut hebat. Maka dari itu, ide itu pun jadi bisa dengan mudah diterima di mana saja.
ADVERTISEMENT
Di Spanyol, misalnya, 'Captain Tsubasa' menjadi sangat populer berkat universalnya ide tadi. Meski punya judul berbeda —‘Oliver y Benji’—. 'Captain Tsubasa' kemudian menggerakkan banyak bocah untuk mengejar mimpi menjadi pesepak bola hebat. Dua dari sekian banyak bocah itu, Andres Iniesta dan Fernando Torres, pada akhirnya berhasil memenuhi syarat pemain hebat yang ditetapkan Takahashi tadi.
Tim Jepang Tsubasa (Foto: Tsuchida Production)
zoom-in-whitePerbesar
Tim Jepang Tsubasa (Foto: Tsuchida Production)
Selain ide yang universal, kekuatan utama 'Captain Tsubasa' lainnya adalah gambaran akan sepak bola yang realistis. Memang benar bahwa ada banyak adegan di manga dan anime ini yang kelewat bombastis —seperti kiper yang menghalau bola dengan jurus karate. Namun, soal apa-apa yang harus dilakukan, tempat-tempat mana yang harus dituju, siapa-siapa yang hendaknya dijadikan rujukan untuk jadi pesepak bola hebat, semuanya disampaikan Takahashi dengan tepat.
ADVERTISEMENT
Itulah yang kemudian membuat 'Captain Tsubasa' jadi begitu berpengaruh. Untuk mengasosiasikan tokoh dan tempat rekaan di dalam kisah dengan di apa yang terjadi di dunia nyata tidaklah sulit. Saat Tsubasa memperkuat Catalonia, misalnya, dia harus bersaing dengan Rivaul (Rivaldo) yang lebih diprioritaskan oleh pelatih asal Belanda bernama Erick van Saal (Louis van Gaal).
Di situlah letak realistisnya 'Captain Tsubasa'. Meski jurus-jurus tendangan yang sangat khas 'kartun Jepang' itu tetap ada, plot cerita di dalamnya sebetulnya masuk akal. Konflik yang terjadi adalah konflik khas sepak bola. Ditambah dengan penokohan yang bagus, jadilah 'Captain Tsubasa' sebuah karya sempurna yang berhasil memadukan situasi dunia nyata dengan fantasi-fantasi khas manga dan anime.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, bisa ditarik konklusi bahwa sebenarnya 'Captain Tsubasa' ini adalah sebuah imitasi yang apik dari situasi persepakbolaan di dunia nyata. Karena keberhasilannya melakukan imitasi itu, ia pun bisa dengan mudah menginspirasi para penikmatnya untuk melakukan apa yang dilakukan para karakter di dalamnya. Inilah, pada akhirnya, yang membuat 'Captain Tsubasa' berhasil sebagai sebuah karya.