Kesempatan Tidak Datang Dua Kali untuk Bale

17 Juli 2018 19:06 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gareth Bale sang galactico. (Foto: AFP/Gabriel Bouys)
zoom-in-whitePerbesar
Gareth Bale sang galactico. (Foto: AFP/Gabriel Bouys)
ADVERTISEMENT
“Ini semua mengagumkan. Mengakhiri musim perdana dengan banyak gelar adalah mimpi yang jadi kenyataan. Inilah yang menjadi alasan mengapa saya datang ke Real Madrid,” kata Gareth Bale pada 2014 lalu.
ADVERTISEMENT
Kata-kata tersebut keluar dari mulut Bale sesaat setelah ia memenangi trofi Liga Champions pertamanya bersama Madrid. Belum genap lima tahun setelah itu, roda karier Bale berputar. Ia tak lagi di atas.
Bale datang ke Madrid untuk melengkapi Galacticos jilid kedua yang dibangun oleh Florentino Perez. Ia datang untuk melengkapi pemain bintang, seperti Cristiano Ronaldo, Karim Benzema, Luka Modric, dan Angel Di Maria.
Harapan tersebut ternyata hanya mimpi. Tiga tahun setelah momen tersebut, Bale hanya menjadi seorang figuran untuk pemain bintang lain. Cedera berkepanjangan serta inkonsistensi hampir selalu masuk ke daftar kegiatan rutinnya.
Cedera menjadi persoalan terbesar Bale. Apa yang dialaminya pada musim 2016/17 jadi contohnya. Pada musim itu, ia hanya bermain pada 19 pertandingan (17 di antaranya sebagai starter) atau selama 1425 menit.
ADVERTISEMENT
“Cedera adalah persoalan banyak pemain. Saya pikir ia adalah pemain eksplosif yang selalu menggunakan seluruh tenaganya yang akhirnya berdampak pada ketahanan fisiknya,” kata eks pelatih Bale di Tottenham, Juande Ramos, kepada Goal.
Masalah Bale semakin bertambah dengan inkonsistensi yang kerap ia perlihatkan. Kata Ramos, yang sering meluangkan waktu bersama Bale, hal ini juga menjadi masalah mengapa ia gagal tampil cemerlang bersama Madrid.
Penampilan cemerlang pemain-pemain lain menambah berat beban di pundak Bale. Pada musim lalu, ia bahkan harus menyerahkan posisinya kepada Isco, yang setidaknya mampu tampil jauh lebih baik.
Semisal Bale dalam kondisi terbaik, ia tak hanya harus bersaing dengan Isco saja. Masih ada Lucas Vazquez atau Marco Asensio, yang ternyata bisa diharapkan untuk menjadi pemecah kebuntuan.
ADVERTISEMENT
Kendala lain Bale adalah statusnya di tim utama. Adanya Ronaldo membuat ia tak bisa harus kehilangan pamor nomor satu. Belum lagi Sergio Ramos yang dianggap sebagai pahlawan, dan Isco yang diangkat sebagai anak emas.
Selebrasi gol Gareth Bale. (Foto: Kai Pfaffenbach/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol Gareth Bale. (Foto: Kai Pfaffenbach/Reuters)
Semua permasalahan itu merembet ke mana-mana. Mulai dari rumor kepergiannya ke Inggris untuk memperkuat Manchester United hingga kembali ke rumah yang pintunya selalu terbuka, Tottenham Hotspur.
Pada akhirnya, nasib berbicara lain, Ronaldo dilego Madrid ke Juventus. Kesempatan bagi Bale untuk mencari kesempatan yang hilang di peraduan awal kembali terbuka. Peluangnya semakin besar saat pembicaraannya dengan pelatih baru Madrid, Julen Lopetegui, berakhir positif.
Bagi Bale, ini merupakan saat yang tepat untuk menunjukkan jati dirinya. Ketiadaan Ronaldo sebagai ikon Madrid selama beberapa musim terakhir membuatnya punya kesempatan untuk tak lagi hidup di bawah bayang-bayang.
ADVERTISEMENT
Ketiadaan Ronaldo membuat Madrid bisa bermain dengan banyak pola. Mulai dari 4-3-3 hingga 4-5-1. Variatifnya pola tak akan memengaruhi Bale karena ia bisa bermain dalam banyak posisi, mulai dari gelandang sayap, penyerang lubang, hingga penyerang tengah.
Satu yang mungkin dilakukan oleh Lopetegui adalah memberikan Bale kesempatan untuk berperan sebagai gelandang serang tengah. Peran ini dilakoni oleh Bale saat menjalani musim terakhir bersama Spurs.
Gareth Bale usai mendapat medali. (Foto: Andrew Boyers/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Gareth Bale usai mendapat medali. (Foto: Andrew Boyers/Reuters)
Meski demikian, tampil apik bukan jaminan bagi Bale untuk menyegel status ikon tim. Banyak hal lain yang perlu ia lakukan, seperti memutus jarak antara dirinya dengan pendukung Madrid yang dikenal tersebar luas.
Untuk melakukan itu, Bale setidaknya perlu menambah wawasannya soal bahasa Spanyol. Pasalnya, dalam sebuah acara televisi, ia pernah ditertawakan oleh banyak orang karena tak memahami arti kata ‘Gracias!’.
ADVERTISEMENT
Jika Bale berhasil memenuhi syarat-syarat di atas, Madrid—atau siapapun itu—pasti tak keberatan untuk mengangkatnya sebagai ikon. Nilai tawar Bale semakin besar tatkala ada peran apparel Madrid, Adidas.
Sebelumnya, Adidas kesulitan untuk mem-branding Madrid karena keberadaan Ronaldo sebagai ikon. Ronaldo sendiri adalah bintang Nike, yang tak lain adalah rival berat Adidas di bidang peralatan olahraga.
Memenuhi tugas itu sebenarnya bukan hal yang sulit bagi Bale. Paling, ia hanya perlu memperbaiki kemampuan fisik terkait penanggulangan cedera atau inkonsistensi yang kerap mendera.
Kesempatan bagi Bale untuk menjadi ikon Madrid kini terbuka lebar. Tinggal bagaimana ia mau mendapatkan itu semua atau tidak.