Kisah Brendan Rodgers, Dari Operator Forklift hingga Jadi Juara Piala FA

17 Mei 2021 13:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Momen saat Leicester juarai Piala FA untuk pertama kali. Foto: Reuters/Matthew Childs
zoom-in-whitePerbesar
Momen saat Leicester juarai Piala FA untuk pertama kali. Foto: Reuters/Matthew Childs
ADVERTISEMENT
Cerita hebat berhasil diukir Brendan Rodgers bersama Leicester City usai jadi juara Piala FA 2020/21. Tak banyak yang tahu, masa muda sang pelatih cukup kelam dan menyedihkan.
ADVERTISEMENT
Final Piala FA 2020/21 antara Chelsea vs Leicester berlangsung di Stadion Wembley, Sabtu (15/5/2021) malam WIB. Kedua tim bermain tanpa gol hingga turun minum.
Leicester memecah kebuntuan di menit ke-63. Youri Tielemans sukses membobol gawang Chelsea lewat bola tendangan dari luar kotak penalti yang tak kuasa dibendung Kepa Arrizabalaga.
Gol Tielemans tersebut rupanya menjadi satu-satunya gol yang tercipta hingga pertandingan berakhir. Leicester City menang 1-0 dan berhak membawa pulang trofi Piala FA.
Pelatih Leicester City, Brendan Rodgers. Foto: Peter Powell/Reuters
Ini merupakan prestasi perdana Leicester di bawah asuhan manajer Brendan Rodgers. Trofi Piala FA juga menjadi titel pertama Jamie Vardy dan kolega usai memenangi Premier League pada 2016.
Keberhasilan Leicester tersebut tentu tidak terlepas dari tangan dingin Rodgers. Pelatih asal Irlandia Utara itu berhasil menjadikan The Foxes tim kuda hitam yang kerap menyulitkan tim-tim besar di Liga Inggris.
ADVERTISEMENT
Namun, kesuksesan sang pelatih tidak datang dalam semalam. Rodgers harus berjuang ekstra keras untuk berada di posisi saat ini. Pria yang sudah membesut Watford, Reading, Swansea City, Liverpool, dan Celtic itu ternyata memiliki kisah pilu saat masih muda.
Pada usia 20 tahun, Rodgers dipaksa pensiun karena cedera lutut saat masih membela Reading (posisinya dulu bek). Selepas gantung sepatu, ia menghabiskan waktu empat tahun untuk mendapatkan lisensi kepelatihan dan bekerja di Waitrose.
Momen saat Leicester juarai Piala FA untuk pertama kali. Foto: Reuters/Matthew Childs
Pekerjaan sebagai operator forklift terpaksa dilakukan Rodgers demi mendapatkan uang - yang tidak besar - dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Pelatih yang kini berusia 48 tahun itu mengutarakannya sebelum laga melawan Chelsea di Piala FA.
"Bisa memimpin Leicester bermain untuk pertama kalinya dalam 50 tahun yang aneh akan menjadi hak istimewa yang nyata bagi saya. Saya sangat bersemangat," ucap Rodgers, dikutip dari Mirror.
ADVERTISEMENT
"Ketika saya berhenti bermain, saya bekerja dalam kemitraan John Lewis di Bracknell, yang merupakan bagian dari Waitrose. Saya tidak akan pernah melupakan pengalaman itu."
"Saya bekerja shift untuk mendapatkan uang yang tidak banyak untuk memberi makan keluarga muda dan kemudian langsung melatih dan bepergian di malam hari untuk mencoba dan belajar dan menjadi pelatih terbaik yang saya bisa," sambungnya.
Pelatih Leicester City, Brendan Rodgers. Foto: Peter Powell/Reuters
Lebih lanjut, Rodgers menyebut bahwa bisa membawa timnya ke Stadion Wembley adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Kecintaannya terhadap sepak bola telah mendorongnya menjadi seorang pelatih yang hebat.
"Untuk kemudian berakhir di Wembley sebagai pelatih itu luar biasa. Saya dulu bekerja di Bracknell melakukan shift pagi dari jam 6 pagi, lalu saya akan pergi keluar dan melakukan pembinaan dan melakukan lencana kepelatihan saya di antaranya," tutur Rodgers.
ADVERTISEMENT
“Saya berada di sana selama empat tahun dan itu adalah tahap yang sangat penting dalam hidup saya. Saya tidak akan menjadi pesepak bola lagi dan saya perlu bekerja untuk mencari nafkah."
"Tapi gairah saya selalu sepak bola. Saat itu tidak ada jalan untuk menjadi pekerja penuh waktu pada saat itu. Jadi saya bekerja di sana sambil mengerjakan lencana saya dan mendapatkan kualifikasi. Kemudian ketika ada kesempatan, saya bisa pindah secara penuh waktu di Reading," tandas pelatih kelahiran Carnlough tersebut.
Titel Piala FA menjadi buah dari kerja keras pelatih berusia 48 tahun. Itu menjadikannya sebagai salah satu pelatih top di Eropa namun tak mendapatkan banyak sorotan.
Momen saat Leicester juarai Piala FA untuk pertama kali. Foto: Reuters/Matthew Childs
Maklum saja selain bersama Celtic Rodgers belum pernah mempersembahkan trofi di klub besar. Kendati demikian kinerjanya sebagai pelatih tak lagi dapat dipandang sebelah mata.
ADVERTISEMENT
Dengan Celtic (2016-2019) karier Rodgers relatif mudah karena Liga Skotlandia jika tak dikuasai oleh Celtic maka itu Rangers. Meski begitu, Rodgers menorehkan catatan tak pernah kalah dalam semusim saat melatih Celtic.
Rodgers memang dipandang publik sebagai pelatih cerdas dengan kemampuan memainkan sepak bola ofensif dan menghibur, berbasis dengan penguasaan bola. Kala bertahan timnya memainkan pressing kepada lawan.
Metode itu diterapkannya di Swansea, Liverpool, dan Celtic hingga Leicester. Bedanya saat ini Rodgers lebih fleksibel dengan taktik yang diterapkannya. Ada kalanya timnya bermain defensif dan mengandalkan serangan balik.
Pelatih Leicester City, Brendan Rodgers. Foto: Peter Powell/Reuters
Itu diperlihatkannya di Piala FA melawan Chelsea. Leicester kalah penguasaan bola 36 persen tapi melepaskan enam percobaan tendangan satu tepat sasaran (dan berbuah gol). Leicester meladeni Chelsea dengan pressing dan serangan balik.
ADVERTISEMENT
Titel Piala FA memang tidak se-prestisius Liga Champions atau Premier League, namun itu berarti banyak untuk Leicester, khususnya bagi Rodgers yang dapat menjadi awalan bagus untuknya.
Menurut catatan Transfermarkt, Rodgers memiliki torehan 329 kali menang, 115 kali seri, dan 154 kali kalah dalam 594 laga sebagai pelatih. Jika ditotal, ia telah menyumbangkan 1090 poin bagi klub yang sempat ditukanginya.
****