Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Ada sejarah menarik di Timnas Indonesia . Skuad Garuda sempat memiliki pelatih kelas sepak bola dunia yang sukses menjuarai Euro U-21 bersama negaranya selain Luis Milla. Pria tersebut bernama Foppe de Haan.
ADVERTISEMENT
Lahir di Lippenhuizen, 26 Juni 1943, De Haan tidak memiliki karier yang bagus sebagai pemain. Dia menghabiskan waktu mudanya di klub-klub kecil seperti SV Thor, GAVC, VV Heerenveen, Zuid Eschmarke, Akkrum, hingga Enschedese Boys.
Gagal sebagai pemain, De Haan banting setir menjadi pelatih. Dia memulai karier barunya pada 1974 dengan menukangi VV Akkrum dalam usia 31 tahun. Setelah 2 tahun, Haan ditunjuk sebagai pelatih tim junior Heerenveen sebelum menjadi pelatih Drachtster Boys pada 1978, ACV (1980), dan Steenwijk (1983).
Pada 1985, De Haan kembali bergabung dengan Heerenveen sebagai asisten pelatih. Dia menghabiskan 20 tahun di klub itu sehingga menjadi waktu terlama seorang pelatih bekerja untuk sebuah klub sepak bola profesional di Belanda. Lalu, De Haan dijadikan pelatih kepala pada 1992 dan pada 1993 memimpin klubnya kembali ke Eredivisie.
ADVERTISEMENT
De Haan berperan besar dalam menemukan talenta hebat sepak bola Belanda, yakni Marco van Basten. Selain itu, ia juga berhasil mengorbitkan pemain-pemain seperti Klaas-Jan Huntelar dan Ryan Babel selama aktif melatih.
Di kasta tertinggi sepakbola Belanda, De Haan membawa Heerenveen finish runner-up pada 1999/00 sehingga lolos ke Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Kemudian, pada 2003, De Haan menerima Sport Award dan pada 10 Mei 2004 dinobatkan sebagai Knight of the Order of Orange-Nassau setelah laga terakhirnya sebagai pelatih Heerenveen.
Setelah sukses bersama Heerenveen, De Haan diminta Asosiasi Sepak Bola Belanda (KNVB) untuk menjadi pelatih junior. Dia dipercaya menukangi Belanda U-21. Hasilnya, Jong Oranje menjuarai Euro U-21 dua kali, yaitu 2006 dan 2007.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan berjaya di Eropa membuat Belanda lolos ke Olimpiade 2008. Berganti menjadi pelatih Belanda U-23, De Haan menjadi komandan perang pada turnamen bergengsi di Beijing tersebut.
Jong Oranje tampil bagus di fase grup. Tapi, mereka bertemu Argentina di perempat final dan kalah lewat perpanjangan waktu. Saat itu, Argentina dibela Lionel Messi.
Timnas Argentina-lah yang akhirnya meraih medali emas setelah mengalahkan Nigeria di final. Hingga sekarang, itu menjadi gelar terakhir Messi untuk negaranya.
Nah, di sela-sela melatih Belanda U-21 dan U-23, De Haan diminta PSSI menukangi timnas U-23. PSSI menunjuk De Haan sebagai "penasihat teknis" dengan Bambang Nurdiansyah sebagai pelatih kepala.
Akan tetapi, secara de facto, De Haan yang memiliki peran lebih besar dibanding Bambang. Dialah yang menentukan starting line-up, strategi bermain, hingga lokasi pemusatan latihan.
ADVERTISEMENT
Saat itu, De Haan melaksanakan TC di Belanda. Mengambil lokasi latihan Heerenveen, 23 pemain dibina untuk diterjunkan ke Asian Games 2006 di Qatar.
Mereka bermarkas di Drachten dan bermukim pada Juni-September 2006. Kabarnya, PSSI menggelontorkan dana hingga Rp 28 miliar. Itu belum termasuk gaji De Haan dan asistennya.
Pemain-pemain seperti Ferry Rotinsulu, Boby Satria, Ahmad Bustomi, hingga Tony Sucipto digembleng dengan menu latihan yang tak ringan. Fisik benar-benar menjadi fokus De Haan saat itu. Mereka juga melahap sejumlah uji coba melawan Belanda U-20 dan Heerenveen B.
Sayang, hasilnya mengecewakan. Ketika tampil di ajang yang sebenarnya di Qatar, Garuda Muda hancur lebur. Hasil pembinaan ala Belanda yang diajarkan De Haan sama sekali tidak terlihat pada pertandingan-pertandingan yang dijalani. Bahkan, Indonesia harus tersingkir dini di putaran pertama. Itu adalah fase kualifikasi sebelum tampil di babak utama.
ADVERTISEMENT
Tergabung di Grup B bersama Irak, Suriah, dan Singapura, Garuda Muda menjalani laga pertama di Al-Ahli Stadium, Doha, 18 November 2006, dengan menyedihkan.
Indonesia dibantai Irak enam gol tanpa balas. Mereka kemudian dihajar Suriah 1-4 di pertandingan kedua dan bermain imbang 1-1 dengan Singapura. Skuad Garuda pun menjadi juru kunci grup.
Tentu saja kegagalan memunculkan kambing hitam. PSSI menyalahkan De Haan. Sebaliknya, De Haan menuduh PSSI tidak beres.
"Di sana, ada kalangan yang mempertaruhkan prestige di timnas. Meski timnya lemah, mereka tidak mau tahu. Yang penting hasilnya harus bagus," ujar De Haan kepada Radio Netherlands Worldwide.
"Saat timnya gagal, yang lebih mudah disalahkan adalah pelatih supaya dia sendiri terhindar. Saya tidak bisa memanggil pemain yang saya inginkan. Kemungkinan ada pengaruh kolusi atau nepotisme. Sebab, belakangan kami dengar ada pemain-pemain yang lebih bagus yang tidak terpanggil," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Otomatis, pengakuan De Haan membuat PSSI marah. Surat pemutusan hubungan kerja dilayangkan. De Haan tidak panik karena pekerjaan aslinya bersama Jong Oranje sudah menanti.
De Haan tetap bekerja sebagai pelatih hingga akhir musim 2008/09 ketika kontrak kerjanya dengan KNVB berakhir. Setelah itu dia kembali bekerja sebagai penasihat senior di Heerenveen, sebelum ditunjuk sebagai pelatih kepala di klub Afrika Selatan, Ajax Cape Town.
Dari Benua Hitam, De Haan diminta mengelola timnas Tuvalu yang tampil pada event olahraga antarnegara di Oceania bertajuk Pacific Games 2011. De Haan meninggalkan jabatannya setelah turnamen itu berakhir untuk bergabung kembali ke Akademi Heerenveen.
Pada 20 Oktober 2015, De Haan menjadi pelatih sementara Heerenveen menggantikan Dwight Lodeweges, yang mengecewakan di awal musim 2015/16. Di bawah De Haan, tim memenangi 4 dari 6 pertandingan pertamanya, serta seri dan kalah 1 kali.
ADVERTISEMENT
Saat ini De Haan sudah pensiun dari sepak bola. Meski begitu, ia tetap aktif dalam membantu mendidik para pemain muda Heerenveen. De Haan pun juga terjun ke politik dengan bergabung bersama Partij van de Arbeid. Itu adalah Partai Buruh yang memiliki 9 kursi di DPR dan 75 jabatan wali kota di seluruh Belanda.
****