Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Marcelo Salas pernah menjadi salah satu penyerang yang diperhitungkan di Serie A pada akhir 90-an. Ketika itu, dirinya juga merupakan ujung tombak andalan Tim Nasional Cile. Namun kariernya gagal mencapai klimaks karena cedera yang dideritanya.
ADVERTISEMENT
Salas merupakan alumnus salah satu kesebelasan besar Cile, Universidad de Chile. Tapi kariernya tercium pemandu bakat Eropa ketika dirinya berkarier di Argentina bersama River Plate.
Sebenarnya tak mudah buat Salas dalam berseragam River Plate. Banyak pihak yang tak setuju kedatangannya. Alasannya, River ketika itu sudah punya penyerang lokal andalan dalam diri Julio Ricardo Cruz.
Pemain kelahiran 24 Desember 1974 itu juga sebelumnya sempat nyaris berseragam rival River, Boca Juniors. Diego Maradona adalah salah satu legenda sepakbola Argentina yang turut mempertanyakan kehadiran Salas di River.
Tapi tiga gelar juara liga dan satu trofi Supercopa Sudamericana jadi jawaban atas segala kritik terhadap Salas. Total 31 gol dalam 67 penampilan dikemasnya dalam dua musim.
ADVERTISEMENT
Dirinya pun disebut-sebut sebagai salah satu pemain asing paling berpengaruh di Argentina. Julukan El Shileno Salas atau Si Cile Salas pun disematkan padanya.
Penampilan cemerlang Salas bersama River juga membuatnya dinobatkan menjadi pemain terbaik Amerika Latin pada 1997. Dia berhasil mengalahkan Nolberto Solano dan Jose Luis Chilavert.
Kepindahan Salas ke Eropa terjadi berkat penampilan impresifnya di Piala Dunia 1998. Dia berhasil mencetak empat gol dari empat penampilan. Akan tetapi langkah Cile terhenti oleh Brasil pada putaran kedua babak penyisihan.
Adalah Lazio yang berhasil mendapatkan tanda tangan Salas. Lazio sendiri benar-benar menginginkannya karena mereka rela mengeluarkan biaya sebesar 17,5 juta euro. Transfer yang cukup mahal karena saat itu tak banyak pemain yang dibeli dengan biaya nyaris 20 juta dolar AS.
ADVERTISEMENT
Pada musim pertama dan musim kedua, karier Salas berjalan mulus. Trofi UEFA Cup Winners Cup, Supercoppa Italia, Scudetto, Coppa Italia hingga Super UEFA berhasil diraih Lazio bersamanya.
Tapi secara individu, ketajaman Salas mulai menumpul pada musim ketiga. Mencetak 40 gol dalam dua musim, Salas hanya mampu mencetak 8 gol pada musim ketiga.
Walau begitu, pada 2001, Juventus merasa Salas punya sesuatu yang bisa mengantarkan Juve pada kejayaan. Juve malah berani membayar sekitar 25 juta euro plus Darko Kovacevic.
Sial bagi Salas, di Juventus dirinya malah mengalami saat-saat terburuk dalam kariernya. Cedera lutut ACL jadi sebab. Serangkaian kesuksesan Juve seperti dua trofi Serie A dan satu trofi Supercopa pun terasa hambar baginya karena ia lebih banyak duduk di bangku cadangan atau di ruang perawatan.
ADVERTISEMENT
Menyadari ini, Juve coba memanfaatkan nama besar Salas ke Sporting Lisbon sebagai bagian transfer untuk mendapatkan pemuda potensial incaran Juve, Cristiano Ronaldo. Sporting setuju. Akan tetapi Salas tidak. Dirinya enggan hijrah ke Portugal. Ronaldo yang awalnya antusias ke Juve, urung datang.
"Kontrak dan semua persyaratan sudah siap ditandatangani. Ronaldo juga senang karena Juventus saat itu merupakan salah satu kesebelasan terbaik di Eropa. Tapi kami hendak menukarnya dengan Marcelo Salas karena sejak awal kami berusaha menjualnya. Masalahnya sepakbola Portugal belum terlalu menarik dan kami gagal membujuknya untuk pindah ke sana," tutur Luciano Moggi, yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Olahraga Juventus.
"Itu menjadi salah satu penyesalan terbesar saya, sama seperti ketika saya gagal mendatangkan Ronaldinho (sebelum ke Barcelona) ke Juventus,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Juve kesulitan menjual Salas. Cedera lutut yang dideritanya jadi sebab. Ini pula yang sempat membuatnya putus asa dan sempat ingin pensiun pada usia 29 tahun. "Aku sangat sedih karena kini jadi pemain yang rentan cedera. Mungkin masalah ini bisa membuatku pensiun dini," ungkap Salas.
Ketika itu Salas bergabung kembali dengan River, status pinjaman. Tak terlalu berhasil meski sempat membawa River ke semifinal Copa Libertadores, Universidad de Chile yang juga meminjamnya di masa akhir kontrak Salas bersama Juve yang sebelumnya berdurasi lima tahun.
Di kesebelasan profesional pertamanya ini Salas berusaha mengembalikan performanya. Tapi tetap saja usia yang bertambah dan kaki yang rapuh tak bisa menipu. Akhirnya pada usia 33 tahun, Salas mengumumkan gantung sepatu.
ADVERTISEMENT
"Dalam pertemuan dengan Salas, dia memutuskan akan mengakhiri kariernya di Universidad de Chile," tukas presiden klub, Federico Valdes, pada TVN seperti dilansir Channel 4.
"Kami ingin dia melanjutkan atau paling tidak tetap bertahan di klub dalam kapasitas tertentu dan Salas juga menginginkannya."
Salas menjalani laga perpisahan pada 2 Juni 2009 dengan mengundang mantan rekan-rekannya di Universidad de Chile, River Plate, Lazio, dan Juventus, serta pemain Timnas Cile di Piala Dunia 1998.
Pada laga yang digelar di Stadion Nasional Cile markas Universidad de Chile itu, sekitar 60 ribu penonton menjadi saksi laga terakhir Salas.
Di laga terakhirnya itu Salas berhasil mencetak hat-trick, skor berakhir imbang 3-3. Torehan golnya itu tentu tidak menambah catatan 248 gol di klub (dari 453 penampilan) dan 37 gol di Timnas Cile (dari 70 caps).
ADVERTISEMENT
Tapi atas segala apa yang telah ia lalui dalam kariernya, penyerang kidal ini diingat sebagai salah satu penyerang terbaik yang dilahirkan Amerika Latin, khususnya Cile.
****
Live Update