Kisah Predrag Spasic: Terburuk Sepanjang Masa Real Madrid, Loyo di El Clasico

27 April 2021 17:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Predrag Spasic (kanan) dari Yugoslavia. Foto: Simon Bruty/Allsport by Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Predrag Spasic (kanan) dari Yugoslavia. Foto: Simon Bruty/Allsport by Getty Images
ADVERTISEMENT
Selama ini, banyak suporter yang menduga Thomas Gravesen, Jonathan Woodgate, Royston Drenthe, Nicolas Anelka, atau Julien Fabert sebagai perekrutan terburuk dalam sejarah Real Madrid. Namun, faktanya status itu justru milik Predrag Spasic.
ADVERTISEMENT
Spasic hidup di era ketika Yugoslavia masih menjadi negara bersatu dan di masa ketika pecah perang saudara sebelum menjadi banyak negara merdeka berdasarkan etnis. Dia lahir di Kragujevac, yang kini menjadi wilayah Serbia, pada 13 Mei 1965.
Layaknya anak-anak Yugoslavia pada masa itu, Spasic juga menggemari sepak bola. Di usia masih sangat muda, dia bergabung dengan klub di kampung halamannya, FK Radnicki Kragujevac. Spasic masuk ke skuad utama pada 1984 saat berusia 19 tahun.
Bermain bagus sebagai bek tengah di kompetisi level tertinggi Yugoslavia, Spasic ditransfer ke klub yang lebih elite, Partizan Belgrade. Tidak ada trofi yang dipersembahkannya di sana. Namun, penampilan Spasic di Partizan membuat Ivica Osim selaku pelatih tim nasional Yugosalvia mengirimkan surat panggilan.
ADVERTISEMENT
Bersama pemain-pemain legendaris Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Makedonia Utara, hingga Kosovo, Spasic tampil di Olimpiade 1988 Seoul.
Santiago Bernabeu, rumah megah milik Real Madrid. Foto: CESAR MANSO / AFP
Saat itu, dia bermain dengan Srecko Katanec (Slovenia), Davor Suker (Kroasia), Davor Jozic dan Semir Tuce (Bosnia), Vujadin Stanojkovic dan Toni Savevski (Makedonia), hingga Dragan Stojkovic (Serbia).
Sayang, dengan pemain-pemain dari berbagai etnis, Yugoslavia tidak bisa berbuat banyak di Olimpiade. Tergabung bersama Brasil, Nigeria, dan Australia, mereka hanya mampu finish di posisi 3 Grup D.
Kegagalan di Olimpiade tidak membuat Spasic tersingkir. Dengan materi yang tidak berbeda jauh dan ditambah beberapa pemain top seperti Alen Boksic, Robert Prosinecki, dan Robert Jarni dari Kroasia, atau Dejan Savicevic (Montenegro), serta Faruq Hadzibegic (Bosnia), Yugoslavia pede menatap Kualifikasi Piala Dunia 1990.
ADVERTISEMENT
Yugoslavia pun berhasil memuncaki Grup 5 di atas Skotlandia dan Prancis dengan 6 kemenangan dan 2 skor imbang dari 8 pertandingan. Mereka mendapatkan tiket ke Piala Dunia untuk kali kedelapan dalam sejarah.
Saat turnamen digelar di Italia, Yugoslavia menunjukkan tajinya. Di tengah ketegangan etnis dan politik sebagai akibat dari runtuhnya komunisme di Uni Soviet, Yugoslavia lolos ke babak 16 besar setelah menjadi runner-up Grup D di belakang Jerman Barat.
Di babak 16 besar, Yugoslavia bertemu Spanyol. Menggalang pertahanan dengan Faruk Hadzibegic dan Refik Sabanadzovic, Spasic membuat pemain-pemain hebat Spanyol di lini depan seperti Julio Salinas dan Emilio Butragueno kesulitan.
Yugoslavia menang 2-1 lewat extra time. Sayang, di perempat final mereka kalah adu penalti dari Argentina yang dimotori Diego Maradona.
ADVERTISEMENT
Ternyata, kesuksesan Yugoslavia di Piala Dunia plus penampilan bagus Spasic saat bermain melawan La Furia Roja membuat manajemen Madrid jatuh cinta. Setelah turnamen, Spasic ditransfer ke Estadio Santiago Bernabeu dengan kontrak 4 tahun.
Saat itu, Spasic baru berusia 25 tahun. Dia bergabung ke Madrid bersamaan dengan sejumlah nama populer seperti Gheorghe Hagi, Juan Esnaider, atau Luis Milla. Spasic didaftarkan sebagai pemain asing keempat Los Blancos musim itu selain Hagi, Esnaider, dan Hugo Sanchez.
"Sudah lama sejak kami melihat pemain ini. Penampilannya di Piala Dunia menegaskan ketertarikan kami padanya. Dia muncul dalam daftar kami bersama (Des) Walker dari Inggris dan (Gheorghe) Popescu dari Rumania. Tapi, harga mereka lebih mahal," kata Presiden Madrid saat itu, Ramon Mendoza, dikutip dari El Pais.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah apa yang para teknisi klub tunjukkan kepada saya. Kecepatan, teknik luar biasa, permainan bagus, postur tubuh yang tinggi, dan antisipasi rival yang bagus," tambah Mendoza.
Menjawab pujian sang bos, Spasic terlihat bahagia. "Madrid klub pertama saya di Eropa (luar negeri) dan impian setiap pemain. Kehormatan bagi saya menjadi pemain Partizan pertama yang ditransfer ke Madrid. Saya berusia 1 tahun ketika Madrid memenangkan gelar keenam (Liga Champions) saat melawan Partizan," ungkap Spasic.
Tapi, bulan madu Spasic dengan Madrid berlangsung sangat singkat. Di pekan kedua La Liga, 7 September 1990, Los Blancos langsung menyerah 0-2 dari Sevilla di Estadio Ramon Sanchez Pizjuan dengan Spasic bermain 90 menit.
Setelah bangkit dengan meraih 3 kemenangan beruntun, Madrid mulai memasuki masa suram lainnya. Dari 6 pertandingan, hanya ada 1 kemenangan yang dihasilkan. Sisanya, 3 skor imbang melawan Real Sociedad, Logrones, dan Real Oviedo, serta 2 kekalahan dari Burgos dan Valencia.
ADVERTISEMENT
Rentetan hasil negatif itu sebenarnya masih bisa dimaafkan suporter Madrid. Mereka pun benar-benar marah kepada Spasic dan baru memberikan label "transfer terburuk" pada 18 Januari 1991. Saat itu, El Clasico digelar di Camp Nou. Hasilnya, Los Blancos menyerah dengan skor 1-2.
Bukan hanya kekalahan yang menjadi headline, melainkan juga gol yang tercipta pada pertandingan sarat gengsi tersebut. Gol kekalahan Los Blancos lahir lewat bunuh diri Spasic.
Lionel Messi di El Clasico. Foto: Sergio Perez/Reuters
Saat itu, pada menit 62, Barcelona mendapatkan sepakan pojok ketika kedudukan 1-1 setelah Michael Laudrup dan Emiliano Butragueno sama-sama mencetak gol. Bola tidak langsung dikirim ke depan gawang Pedro Luis Jaro, melainkan dimainkan dulu sebelum diumpan. Sial, Spasic salah mengantisipasinya. Berniat menghalau dengan kepala, bola justru masuk ke gawang.
ADVERTISEMENT
Bagi pemain sepak bola, gol bunuh diri adalah hal biasa dan bisa terjadi pada semua orang di lapangan. Tapi, jika anda pemain Madrid atau Barcelona dan melakukannya saat El Clasico, dosanya tidak akan hilang sampai anda menjadi penentu kemenangan di final Liga Champions atau La Liga.
Akibatnya sangat fatal bagi Spasic. Gol itu dikenang fans Madrid seumur hidup. Dia kebanjiran kecaman. Dan, setelah menyelesaikan pertandingannya yang ke-22 di La Liga 1990/91, Spasic meninggalkan Madrid untuk selamanya.
Spasic bergabung dengan Osasuna pada 1991 sebelum pergi ke Atletico Marbella pada 1994. Setelahnya, ia pulang ke Radnicki Novi Beograd, dan pensiun pada usia 31. Selama 4 tahun di La Liga, Spasic mengumpulkan total 110 pertandingan dan 3 gol. Dia juga terdegradasi bersama Osasuna pada akhir musim 1993/94.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan Transfermarkt, Spasic berhasil membuat 86 pertandingan selama kariernya di level klub. Dari itu, ia mampu mencatatkan 4 gol. Adapun bersama Timnas, ia menorehkan 31 caps dengan raihan 1 gol.
****