Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Saeed Al-Owairan, Maradona Arab Saudi yang Dipenjara karena Alkohol
6 Juli 2021 11:43 WIB
·
waktu baca 4 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:50 WIB
ADVERTISEMENT
Legenda Arab Saudi , Saeed Al-Owairan, pernah disamakan dengan legenda Argentina, Diego Maradona . Ia dikenal fans internasional karena mencetak gol indah ke gawang Belgia di Piala Dunia 1994. Namun, nasibnya jadi nelangsa gegara alkohol.
ADVERTISEMENT
Pada Piala Dunia 1994, Arab Saudi merupakan pendatang baru. Namun, mereka mampu membuat kejutan dengan mengalahkan Belgia dan membuat lawannya tersebut turun ke peringkat ketiga di babak penyisihan grup.
Al-Owairan adalah pencetak gol satu-satunya di pertandingan tersebut. Dia berlari dari tengah lapangan, melewati beberapa pemain, sebelum akhirnya mencetak gol ke gawang Belgia yang dikawal Michel Preud’homme.
Gol tersebut sangat membekas di hati para penduduk Arab Saudi. Tidak hanya penggemar sepak bola saja yang tahu akan gol tersebut, tetapi juga orang-orang yang bahkan hanya tahu sedikit tentang sepak bola. Berkat gol yang luar biasa itu juga dia mendapat julukan sebagai ‘Maradona dari Arab Saudi’ dari para pendukungnya.
Berkat gol Al-Owairan itu, tim berjuluk The Green Falcons itu lolos ke babak 16 besar. Sayangnya, Arab Saudi takluk 1-3 dari Swedia pada fase knock-out.
ADVERTISEMENT
Sepulangnya dari Piala Dunia, timnas dianggap pahlawan bak tentara Arab Saudi yang baru kembali dari kemenangan di Perang Teluk melawan Irak. Raja Fahd, yang kala itu berkuasa, menerima semua anggota skuad di Istana Kerajaan. Bonus besar diberikan, termasuk mobil mewah Rolls-Royce khusus untuk Al-Owairan.
"Karena gol itu saya menjadi sorotan. Semua orang fokus pada saya. Dalam beberapa hal itu luar biasa. Di sisi lain, itu mengerikan. Saya telah melihat gol itu, mungkin 1.000 kali sekarang, dan sejujurnya saya muak dengan itu," ucap Saeed Al-Owairan di situs resmi FIFA pada 2017.
Apa yang ditakuti Al-Owairan terbukti pada tahun 1996. Kehidupan Al-Owairan berubah drastis. Dia bergaya kebarat-baratan dengan pakaian, minuman, maupun gaya hidup yang melanggar hukum syariah di Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
"Semua orang di Arab Saudi harus berperilaku sesuai hukum agama dan pemerintah. Jadi, sangat penting bagi bintang untuk berperilaku. Bintang adalah orang yang selalu diikuti, harus memberi contoh baik, sehingga semua orang dapat mengikutinya dengan cara baik," kata pelatih Arab Saudi di Piala Dunia 1998, Ahmed Eid Saad Alharbi, dikutip dari New York Times.
Ada dua insiden penting setelah Piala Dunia 1994 yang mengubah jalan hidup Al-Owairan. Pertama, dia meninggalkan klub lokalnya, Al Shabab, tanpa izin untuk terbang ke Casablanca di Maroko selama dua minggu. Di sana, ia beristirahat dan rekreasi. Itu memberinya denda dan peringatan dari klub.
Pelanggaran kedua dan yang lebih serius dilaporkan terjadi selama Ramadhan. Saat itu, dia kedapatan sedang minum alkohol dan berpesta dengan beberapa teman, termasuk wanita-wanita asing. Aksi Al-Owairan ketahuan Polisi Syariah. Kali ini tidak ada peringatan.
"Saya memang pernah bersama beberapa teman. Tapi, orang-orang terlalu membesar-besarkannya karena ketenaran saya," ucap Al-Owairan.
ADVERTISEMENT
Akibat insiden itu, Saeed Al-Owairan dilarang bermain sepak bola selama satu tahun. Dia dicoret dari skuad Piala Asia 1996, yang juara di Uni Emirat Arab (UEA). Yang paling parah adalah dia menghabiskan waktunya di penjara.
"Itu tidak seperti penjara. Itu pusat penahanan. Saya ditahan untuk diinterogasi selama beberapa minggu," ungkap pria kelahiran Riyadh, 19 Agustus 1967, itu.
Al-Owairan menyebut ditahan tanpa pengadilan selama enam bulan.
"Saya pikir itu sedikit lebih lama dari enam bulan. Tapi, dia diberi kebebasan besar dengan hak berkunjungnya. Dia punya teman dan keluarga yang datang mengunjunginya secara teratur," kata Alharbi.
Sebagai pemain sepak bola, Al-Owairan berlatih sendirian selama penahanan itu. Dia kemudian bermain sepak bola lagi setelah dibebaskan. Tapi, sang pemain hanya bisa bermain di liga bersama Al Shabab. Dia hanya boleh melihat rekan-rekannya berjuang di Kualifikasi Piala Dunia 1998.
"Dilarang (bermain) satu tahun adalah hukuman terburuk yang saya dapatkan. Saya merasa jauh lebih buruk ketika saya menyaksikan tim nasional bermain. Saya ingin bersama mereka, karena saya yakin peran saya ada bersama mereka," beber Saeed Al-Owairan.
ADVERTISEMENT
Keberuntungan akhirnya menyapa Al-Owairan setelah absen dua tahun. Dia kembali saat Saudi mewakili Asia di Piala Konfederasi 1997. Saat itu, dia sudah berusia 30 tahun dan tampil tiga kali di fase grup ketika Saudi hanya menjadi juru kunci di belakang Brasil, Australia, dan Meksiko.
Al-Owairan juga kembali masuk skuad utama Saudi di Piala Dunia 1998. Saat itu, The Green Falcon dilatih Carlos Alberto Parreira. Namun, setelah menderita dua kekalahan pada dua pertandingan awal, pelatih juara Piala Dunia 1994 bersama Brasil itu digantikan Mohammed Al-Kharashy.
Sebelum pergi, Parreira punya kesan positif terhadap perubahan sikap Al-Owairan.
"Dia sudah kembali dan bekerja sangat keras. Situasinya membaik. Mereka mengatakan kepada saya bahwa dia sangat gemuk. Namun, dia tidak kelebihan berat badan," kata Parreira.
ADVERTISEMENT
"Dia hanya perlu dalam kondisi yang baik, yang merupakan masalah yang sangat berbeda," ujar Perreira saat mengumumkan skuad utama.
Parreira sangat menyadari bahwa Piala Dunia adalah masalah serius di Saudi. Semua yang berkaitan dengan timnas ditentukan oleh pemerintah. Bahkan, apakah dirinya bisa memanggil Al-Owairan lagi atau tidak, sangat tergantung izin pemerintah.
Meski terkena kasus, Al-Owairan tetaplah legenda dan simbol sepak bola di Arab Saudi. Bersama negaranya dia sudah mengemas 24 goal dalam 75 penampilan.
****