Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Barcelona angkat kaki ke La Massia dalam usia 13 tahun. Messi punya modal untuk menjadi pesepak bola. Ia punya talenta dan potensi menjanjikan.
Namun, modal Messi tidak lengkap. Ia punya masalah hormon pertumbuhan. Fisiknya tidak mumpuni untuk menjadi pesepak bola profesional. Dalam situasi pelik macam ini Barcelona datang sebagai juruselamat.
Barcelona adalah satu-satunya klub yang mau membiayai segala macam urusan medis Messi. Barcelona menjadi kawan Messi dalam mengejar hormon pertumbuhan.
Rumah adalah entitas kompleks. Tempat itu lebih dari sekadar kata benda, lebih dari sekadar tempat bermukim. Rumah adalah gabungan emosi berlapis. Di dalamnya ada segala macam yang dibutuhkan manusia untuk tumbuh menjadi sosok yang utuh.
Berangkat dari situ, menyebut Argentina sebagai rumah Messi cenderung naif. Messi dilahirkan, tumbuh, dan hidup untuk menjadi pesepak bola.
Messi akan menjadi utuh jika ia hidup sebagai pesepak bola. Namun, Argentina tidak memberikan ruang bagi Messi kecil yang punya masalah hormon untuk tumbuh sebagai pesepak bola.
Keputusan Barcelona dan Messi sama-sama terbukti tepat. Barcelona tumbuh sebagai klub raksasa, Messi mencuat sebagai pemain bintang. Keduanya adalah simbiosis mutualisme: Saling melengkapi, saling menopang, saling memenangkan.
Messi membantu Barcelona menjuarai 34 gelar. Barcelona membentuk Messi sebagai pemain yang layak mengangkat enam trofi Ballon d’Or dan entah berapa banyak lagi gelar individu. Pemain terbaik versi A, B, C, direngkuh Messi dalam statusnya sebagai penggawa Barcelona.
“Saya mencintai Barcelona walaupun saya sangat merindukan Rosario. Barcelona adalah rumah saya. Saya bahkan lebih di sini ketimbang Argentina. Saya mencintai Barcelona, saya menyukai di mana saya tinggal dan menikmati pekerjaan saya sebagai pesepak bola,” seperti Messi bertutur soal kecintaannya pada Barcelona, dilansir ESPNFC.
Kompleksitas Barcelona sebagai rumah buat Messi muncul belakangan. Isu-isu tak sedap menerpa La Pulga secara beruntun.
Awalnya, Messi berfriksi dengan Eric Abidal. Direktur Teknik Barcelona itu menuding para pemain, termasuk Messi, sebagai biang kerok di balik pemecatan Ernesto Valverde.
Isu pertama beres, muncul isu kedua. Presiden Barcelona disebut-sebut menyewa agensi untuk merusak citra Messi.
Di tengah guncangan seperti ini, spekulasi soal masa depan Messi tentu merebak. Sejumlah klub disebut-sebut sebagai calon labuhan terbaru Messi. Setidaknya sudah ada dua klub yang dikabarkan sangat dekat dengan Messi: Manchester City dan LA Galaxy.
Prinsip ‘pemain bintang mah bebas’ tidak berlaku bagi Messi. Artinya, Messi bukan tipe pemain yang bisa ditempatkan di mana saja. Messi adalah tipe pemain yang membutuhkan support system maksimal untuk bisa tampil maksimal.
Lingkungan dan dukungan seperti ini tidak ia dapatkan di Timnas Argentina. Itulah sebabnya, perjalanan Messi dan Argentina ibarat labirin yang tak jelas juntrungannya.
Situasi demikian tidak dialaminya di level klub. Barcelona adalah sebenar-benarnya pemberontakan. Lewat sepak bola mereka, orang-orang Catalunya mendapat tempat di kasta tertinggi bahkan berulang kali mengungguli elite-elite Spanyol.
Barcelona berani dan sanggup menciptakan sepak bola mereka sendiri. Messi dan pemain-pemain lainnya dibentuk untuk menjadi sesuai dengan sepak bola ala Barcelona.
Sebaliknya, Messi dipaksa untuk membawa Timnas Argentina kepada standar tertinggi di ranah sepak bola. Timnas Argentina bukannya kekurangan pemain hebat. Pertanyaannya, apakah pemain-pemain hebat itu ada di level yang sama dengan Messi?
Tim mana pun boleh berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan Messi. Di sisi lain, Messi juga sah-sah saja untuk mengambil keputusan angkat kaki dari Camp Nou.
Toh, sebagian orang memiliki waktu sendiri untuk meninggalkan tempat yang awalnya ia yakini sebagai rumah. Sebagian orang bisa sampai pada titik yang membuatnya yakin bahwa rumahnya sudah kelewat sesak, sudah penuh dengan puak yang menekan dan merampas ruang.
Barcelona, City, dan LA Galaxy adalah tiga klub yang mirip. Ini bukan bicara prestasi, tetapi watak. Ketiganya adalah pemberontak di liga masing-masing walau sepak bola Barcelona memang jauh lebih ajek.
City adalah klub asal Manchester Timur yang tadinya terbelakang. Mereka tidak seperti Manchester United yang akrab dengan gelar juara, nama besar, dan pemain bintang.
Begitu gelontoran uang konglomerat Abu Dhabi datang, City mulai berbenah. Mereka jadi tetangga berisik. Klub-klub Inggris, bahkan Eropa, memperhitungkan City sebagai lawan berat. Mereka bahkan berani mendatangkan pelatih seperti Pep Guardiola. Pelatih asal Catalunya inilah yang berhasil membentuk Barcelona 2.0.
Ia merumuskan kembali tiki-taka yang masyhur itu menjadi tiki-taka yang membuat Barcelona sebagai kiblat sepak bola. City pun berpikiran sama. Mereka tak mau menjadi sekadar klub kaya. Mereka harus menjadi kiblat sepak bola baru. Itulah sebabnya City membentuk akademi sepak bola yang tak main-main.
LA Galaxy memang belum sebesar City dan Barcelona. Mereka malah boleh disebut sebagai anak baru di ranah sepak bola Amerika Serikat. Namun, LA Galaxy bukan anak baru yang malu-malu dan bersembunyi di toilet ketika jam makan siang.
LA Galaxy adalah anak baru yang berisik, yang punya nyali dan gengsi untuk mendatangkan nama-nama besar. Zlatan Ibrahimovic adalah satu di antaranya.
Mendapatkan Messi yang sudah jadi seperti sekarang adalah dambaan sebagian klub. City dan LA Galaxy mungkin punya segalanya yang dibutuhkan oleh pemain bintang. Mereka punya prestasi, uang, suporter, fasilitas--apa saja yang memang harus diberikan.
Namun, Barcelona sudah memberikan apa yang tidak diberikan klub lain kepada Messi. Barcelona menjadi satu-satunya klub yang memberi tempat saat Messi tak punya tempat, waktu Messi masih menjadi bocah yang bermasalah dengan hormon pertumbuhan.
Kalau ruang-ruang di Barcelona sudah kelewat sempit dan penuh konflik yang membikin sesak, sudah waktunya Messi menempuh jalan pulang, mencari rumah baru.