Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

Barcelona berada dalam krisis. Pada 10 April 2020, enam petinggi mereka, termasuk Wakil Presiden Emili Rousaud, mengundurkan diri secara bersamaan sebagai bentuk protes terhadap Presiden Josep Maria Bartomeu.
Pengunduran diri enam petinggi tersebut membuat Barcelona tidak lagi bisa dijalankan sesuai AD/ART klub. Pasalnya, di situ tertera bahwa klub setidaknya harus memiliki 14 direktur, termasuk presiden. Dengan mundurnya enam orang tadi, Barcelona kini hanya memiliki 13 direktur.
Lalu, apa sebenarnya yang terjadi? Di sini kumparanBOLA akan berusaha memberi penjelasan yang ringkas dan lengkap.
Siapa Saja Aktor Krisis di Barcelona?
Pusat dari segala krisis di Barcelona ini adalah Bartomeu yang sudah menjadi presiden klub sejak 2014 menggantikan Sandro Rosell.
Menariknya, Rosell lengser dari jabatan presiden juga karena ada skandal. Transfer Neymar ke Barcelona terjadi pada masa kepemimpinan Rosell. Transfer ini kemudian menjadi bumerang bagi pria 56 tahun tersebut.
Rosell mengaku membeli Neymar dengan harga 57,1 juta euro. Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata harga Neymar jauh di atas itu. El Mundo menyatakan bahwa Barcelona membeli Neymar dari Santos dengan harga 95 juta euro.
Versi lainnya adalah versi Bartomeu. Menurutnya, uang yang dikeluarkan Barcelona adalah 86,2 juta euro. Tidak 95 juta euro, memang, tetapi tentu saja angka itu jauh di atas angka yang disebutkan Rosell.
Barcelona adalah klub yang kepemilikannya dipegang oleh banyak orang. Socios, demikian para pemilik itu disebut. Dengan demikian, pertanggungjawaban anggaran pun harus dilakukan setransparan mungkin.
Salah satu soci yang berprofesi sebagai apoteker, Jordi Cases, mempertanyakan uang transfer Neymar tersebut. Karena Rosell tak bisa memberi jawaban memuaskan, dia pun mundur tak lama kemudian. Bartomeu lalu naik menjadi suksesor.
Nyatanya, kepemimpinan Bartomeu tak lebih baik dari Rosell. Jika Rosell lengser karena pembelian Neymar, Bartomeu terus digoyang karena perkara penjualan serta upaya pembelian kembali Neymar yang belum kunjung berhasil.
Selain itu, berbagai blunder lain telah dilakukan Bartomeu, seperti dalam hal penunjukan serta pemecatan Ernesto Valverde. Ada pula masalah kehumasan yang dianggap merugikan kapten Lionel Messi serta sejumlah pilar senior lainnya.
Berbagai blunder itu direspons Bartomeu dengan arogan. Alih-alih mundur, dia justru berniat merombak jajaran direksi Barcelona. Rousaud yang aslinya merupakan calon suksesor Bartomeu itu masuk dalam daftar 'korban'.
Akhirnya, Rousaud pun memilih mundur sebelum benar-benar dipecat. Bersamanya ada lima anggota direksi lain: Enrique Tombas, Silvio Elias, Maria Teixidor, Josep Pont, dan Jordi Clasamiglia.
Mengapa Krisis di Barcelona Terjadi?
Well, lagi-lagi, kita harus mulai dari Neymar karena ini adalah isu yang paling lama menggerogoti Barcelona. Pada 2017 lalu Neymar dibeli Paris Saint-Germain (PSG) dengan harga 222 juta euro. Transfer ini sendiri penuh dengan kontroversi.
Barcelona sebenarnya tak mau menjual Neymar karena dia dianggap sebagai suksesor Messi. Namun, Neymar sendiri merasa tidak sabar untuk segera menjadi bintang utama tanpa bayang-bayang La Pulga.
222 juta euro tadi adalah nilai klausul rilis yang ada di kontrak Neymar bersama Barcelona. Itulah yang kemudian dimanfaatkan Qatar Sports Investment (QSI) selaku pemilik PSG.
QSI memutar otak agar transfer ini tidak memukul PSG dari segi Financial Fair Play (FFP). Caranya adalah dengan mengontrak Neymar menjadi duta Piala Dunia 2022 di Qatar. Konon, kontrak itu bernilai 300 juta euro.
Nah, dari duit itulah Neymar membeli kontraknya sendiri dari tangan Barcelona sehingga bisa pindah ke PSG secara bebas. Berbagai pihak, termasuk Presiden La Liga, Javier Tebas, sudah berupaya menghentikan transfer ini tetapi tak berhasil.
Klausul rilis sebenarnya bisa dibatalkan seandainya si pemain diberi kontrak baru. Di kontrak baru itu nilai klausul rilis baru bisa ditentukan, bahkan bisa pula klausul itu dihilangkan. Di Spanyol sendiri, opsinya cuma mengubah karena semua pemain harus memiliki klausul rilis sebagai bentuk perlindungan terhadap mereka.
Kepergian Neymar itu membuat Trio MSN bubar jalan dan bukan rahasia lagi jika dua anggota lain, Messi dan Luis Suarez, ingin ketiganya kembali bersatu. Selain padu di lapangan, mereka bertiga berkawan karib di luar lapangan.
Sebelum musim 2019/20 ini berjalan, sempat santer beredar kabar bahwa Neymar ingin kembali ke Barcelona. Akan tetapi, transfer tersebut tak juga terwujud karena rupanya ada beberapa petinggi Barcelona yang tak mau pemain asal Brasil itu kembali.
Bartomeu, kabarnya, merupakan salah satu petinggi Barcelona yang tidak mau Neymar kembali. Keengganan Bartomeu ini membuat relasinya dengan para pemain, khususnya Messi, mulai merenggang.
Selain masalah Neymar, cara Bartomeu menangani pemecatan Valverde juga bermasalah. Valverde adalah pelatih pilihan Bartomeu. Sebelum akhirnya dipecat, berkali-kali eks anak asuh Johan Cruyff itu mendapat pembelaan dari Bartomeu.
Valverde sendiri sukses membawa Barcelona berjaya di Spanyol. Namun, dua kekalahan memalukan di Liga Champions, masing-masing dari Roma dan Liverpool, membuat Valverde kehilangan dukungan dari banyak suporter.
Tak cuma itu. Valverde juga dianggap kelewat pragmatis sehingga nilai-nilai Barcelona, seperti sepak bola atraktif dan kepercayaan terhadap binaan La Masia, menjadi lenyap. Kombinasi berbagai hal itu akhirnya terkulminasi pada awal Januari 2020.
Menyusul kekalahan dari Atletico Madrid pada semifinal Supercopa de Espana, Valverde akhirnya diberhentikan dari jabatannya. Namun, masalah tak berhenti sampai di situ karena rupa-rupanya Bartomeu belum menyiapkan pengganti.
Ketika Enrique Setien akhirnya ditunjuk sebagai suksesor, Bartomeu mengaku pihaknya sudah lama bernegosiasi dengan eks pelatih Real Betis tersebut. Akan tetapi, Setien sendiri mengaku baru dikontak Barcelona sehari sebelum diresmikan sebagai pelatih. Nah, lo.
Faktanya, Bartomeu berbohong. Sebelum berpaling ke Setien, manajemen Barcelona sudah terlebih dahulu berupaya mendekati dua eks pemain, Xavi Hernandez dan Ronald Koeman.
Akan tetapi, Xavi dan Koeman menolak. Khusus Koeman, dia mau saja menangani Barcelona, tetapi harus menunggu Euro 2020 selesai digelar.
Masalah pemecatan Valverde ini sempat membuat Messi berseteru dengan Eric Abidal, mantan rekan setimnya yang sekarang menjadi direktur di Barcelona. Abidal menilai ada pemain yang tidak perform sehingga Valverde akhirnya dipecat.
Mendengar ini, Messi tidak terima. Dia bahkan berbalik menyerang Abidal, selaku Kepala Direktorat Olahraga, yang dianggapnya bertanggung jawab atas penunjukan Valverde. Kegagalan Barcelona mendatangkan striker berkualitas di bursa transfer Januari juga tak membantu manajemen.
Tak lama setelah cekcok itu muncullah apa yang sekarang disebut sebagai Barcagate. Kabarnya, Bartomeu menyewa sebuah agensi bernama I3 Ventures untuk memulihkan nama baiknya di media. Bartomeu sendiri, konon, menggunakan uang klub untuk melakukan ini.
Sudah begitu, I3 Ventures sendiri tidak cuma memulihkan nama baik Bartomeu. Dalam prosesnya, mereka disebut-sebut telah memunculkan berita tak benar dan tak sedap soal Messi, Suarez, Gerard Pique, Xavi, bahkan Pep Guardiola.
Bartomeu dan I3 Ventures sudah membantah kabar ini. Namun, Rousaud dan kawan-kawan tak percaya. Mereka sudah menyewa PricewaterhouseCoopers untuk mengaudit keuangan Barcelona demi mencari kebenaran.
Sampai akhirnya, timbullah kabar buruk soal Messi terkait pemotongan gaji di tengah pandemi COVID-19. Pandemi ini membuat kompetisi dihentikan dan pemasukan Barcelona turun drastis.
Para pemain harus menerima pemotongan gaji. Akan tetapi, sebelum pemotongan gaji dilakukan, sebuah kabar menyeruak. Disebutkan bahwa Messi termasuk dalam daftar pemain yang menolak pemotongan gaji. Kabar ini, tentu saja, dibantah oleh pemain Argentina tersebut.
"Sebagai pemain, kami selalu bersedia membantu klub jika diminta. Kadangkala, kami juga melakukan sesuatu dengan inisiatif kami sendiri ketika kami merasa perlu melakukannya," tulis Messi lewat akun Instagram-nya.
Lantas, siapa yang membocorkan kabar penolakan itu? Entahlah. Namun, menurut rumor yang beredar, pelakunya adalah salah satu petinggi Barcelona sendiri.
Bagaimana Krisis Bisa Memengaruhi Barcelona?
Segala alasan yang telah kami sebutkan di atas akhirnya bermuara pada desakan bagi Bartomeu untuk mempercepat pemilihan presiden.
Masa jabatan Bartomeu sendiri akan berakhir pada 2021 dan dia tidak bisa lagi mengajukan diri. Namun, sosok 57 tahun itu ingin menyelesaikan masa jabatannya tanpa percepatan pemilihan presiden.
Desakan itu salah satunya datang dari Rousaud yang, ironisnya, merupakan orang pilihan Bartomeu. Rousaud masuk jajaran manajemen pada Januari silam dan disiapkan menjadi presiden ketika Bartomeu turun takhta nanti.
Alih-alih mendengarkan apa yang diucapkan Rousaud, Bartomeu justru merespons dengan tindakan represif. Dia berencana membubarkan jajaran direksi Barcelona dan mengisinya dengan orang-orang baru. Sebelum pembubaran tersebut terjadi, Rousaud dan lima petinggi lainnya memilih mundur.
Langkah Rousaud itu menarik karena pada akhirnya, dengan hanya 13 direktur yang ada di dewan direksi, pemilihan presiden bisa dipercepat. Jika itu sampai terjadi, besar kemungkinan Bartomeu bakal lengser.
Terlebih, setelah mengundurkan diri, Rousaud mengindikasikan adanya korupsi di Barcelona. Menurutnya, ada orang yang memperkaya diri sendiri dengan cara tak halal. Barcelona menanggapi tuduhan Rousaud itu dengan ancaman tuntutan ke pengadilan.
Setelah ancaman diterima, Rousaud membantah telah menuduh siapa pun, khususnya anggota direksi klub. Namun, narasi sudah kadung terbentuk dan, rasa-rasanya, amat sulit bagi Bartomeu untuk mempertahankan jabatannya.
Krisis di Barcelona ini adalah krisis serius. Sampai-sampai, sebuah peringatan bahwa klub bakal bangkrut telah muncul. Peringatan ini datang dari seorang calon presiden bernama Victor Font yang mewakili kelompok Si al Futur.
"Kita sudah mengalami masalah dalam pembelian Neymar, perselisihan publik antara pemain dan petinggi, audit dalam masalah media sosial yang sepertinya bakal membuktikan kebenaran dari rumor yang ada," tulis Font dalam surat terbukanya.
"Ditambah dengan kebijakan olahraga yang tidak jelas, pengunduran diri para direktur, serta penurunan pendapatan secara signifikan, hasilnya adalah kebangkrutan ekonomi serta kerusakan moral di klub. Game over," tambahnya.
So, apa yang akan terjadi selanjutnya? Well, kami tidak tahu. Yang jelas, semua orang di jajaran manajemen Barcelona, khususnya Bartomeu, harus bergerak cepat untuk menyelamatkan klub. Caranya bagaimana, hanya dia yang bisa menentukan.
Epilog
Krisis di Barcelona bukan barang baru. Saling tikam untuk berebut kuasa adalah hal lumrah di klub kebanggaan Catalunya itu. Bahkan Cruyff yang merupakan sosok paling berjasa dalam membangun Barcelona era modern saja pernah ditikam dari belakang oleh petinggi klub.
Pada 1996, Cruyff dipecat dari jabatannya sebagai pelatih. Namun, pemecatan ini tidak dilakukan secara transparan. Beberapa hari sebelum dipecat, Cruyff sempat diberi tahu bahwa klub percaya sepenuhnya kepada dirinya.
Di saat bersamaan, manajemen klub menjalin kontak dengan Sir Bobby Robson. Tak tahu dengan situasi internal, Sir Bobby mengiyakan tawaran tersebut.
Setelah konfirmasi dari Sir Bobby diterima, barulah Barcelona memecat Cruyff. Perlakuan ini membuat Cruyff berang bukan kepalang.
Pada dasarnya, segala keputusan yang dibuat oleh presiden adalah bagian dari kontes popularitas. Sistem kepemilikan klublah yang memungkinkan hal-hal semacam ini terjadi dan krisis sepertinya akan selalu menjadi bagian tak terelakkan dari perjalanan klub.
Mes que un club, huh? 😃
-----
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!