Hernan Crespo

Memori Serie A: Mereka yang Pernah Mengukir Rekor Transfer

21 Agustus 2019 18:41 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hernan Crespo membela Lazio di laga Liga Champions 2000/01. Foto: Christophe Simon/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Hernan Crespo membela Lazio di laga Liga Champions 2000/01. Foto: Christophe Simon/AFP
ADVERTISEMENT
Serie A pernah menjadi kiblat sepak bola Eropa. Anda yang (ehem) sudah menginjak 30-an ke atas tentu masih ingat 'kan bagaimana kompetisi ini menghiasi layar kaca televisi Tanah Air pada akhir 1990-an. Ya, dengan Rayana Djakasurya sebagai komentatornya.
ADVERTISEMENT
Daya tarik Serie A ketika itu tak cuma muncul karena kebintangan pemain lokal macam Alessandro Del Piero, Filippo Inzaghi, Paolo Maldini, atau Francesco Totti. Kompetisi level teratas Italia ini juga memikat penggemarnya lewat transfer-transfer akbar.
Ya, tim-tim peserta kerap merekrut bintang dari sesama klub Serie A atau klub mancanegara. Hingga tercipta sejumlah rekor atas nama Ronaldo, Christian Vieri, atau Hernan Crespo.
Tren tersebut sempat hilang akibat dominasi Premier League di Inggris atau La Liga di Spanyol. Kemudian, Italia baru bangkit dalam beberapa tahun terakhir lewat kekuatan finansial Juventus.
Nah, menjelang dimulainya kompetisi Serie A akhir pekan ini, kumparanBOLA coba memutar ulang memori terkait rekor transfer yang pernah terjadi di Italia. Tak cuma pada akhir 1990-an ketika masa jaya, tetapi juga yang lebih lawas lagi.
ADVERTISEMENT
Juan Schiaffino (AC Milan, 1954)
Nama Juan Alberto Schiaffino cukup harum saat Piala Dunia 1950 berlangsung di Brasil. Karena dia menjadi protagonis Uruguay dengan mencetak gol ke gawang tim tuan rumah di laga pemungkas.
Lesakan Schiaffino plus Alcides Ghiggia tak cuma mengantarkan Uruguay ke podium juara. Dia turut membuat pasukan Selecao menerima hujatan karena publik Stadion Maracana begitu yakin akan kans juara. Hingga kini, mimpi buruk tersebut dikenal dengan sebutan Maracanazo.
Epos itulah yang membuat AC Milan untuk meminang Schiaffino empat tahun berselang. Untuk mendaratkannya di Italia, I Rossoneri mesti memecahkan rekor transfer senilai 84 ribu euro.
Pengorbanan finansial Milan terbayar lunas. Schiaffino sukses mengangkat prestasi Milan bersama dua pemain asing lainnya, Nils Liedholm serta Gunnar Nordahl. Total tiga gelar juara Serie A masuk ke kabinet klub.
ADVERTISEMENT
Transfer Schiaffino ke Milan sekaligus menjadi berkat buat Timnas Italia. Schiaffino menanggalkan seragam Uruguay demi membela Italia. Sayangnya, ,tak ada gelar juara bergengsi yang disumbangkannya ke Gli Azzurri.
Omar Sivori (Juventus, 1957)
Juventus mengambil keputusan tepat ketika mengakuisisi Omar Sivori dengan mahar 100 ribu euro. Seusai mendarat di Turin, dia sukses membentuk trisula dashyat bersama John Charles dan Giampiero Boniperti. The Magical Trio, demikian publik Italia menjulukinya.
Berkat trio itu, Juventus menjuarai tiga gelar juara Serie A. Terakhir pada musim 1960/61 yang turut diwarnai kesuksesan Sivori merengkuh Ballon d'Or.
Di akhir musim tersebut, The Magical Trio bercerai karena Boniperti memutuskan pensiun. Disusul dengan Charles yang pulang ke Leeds United.
ADVERTISEMENT
Selepas kepergian keduanya, Sivori sempat mengemban ban kapten. Akan tetapi, tinta emasnya terhenti. Tak ada lagi trofi yang dimenanginya.
Gianni Rivera (AC Milan, 1960)
Dengan menyetor 300 ribu euro ke Alessandria, AC Milan tidak cuma membeli pemain juara dalam diri Gianni Rivera. Dari gelandang berpostur 177 sentimeter itu, I Rossoneri sekaligus mendapatkan seorang loyalis.
Total sembilan tahun dihabiskan Rivera untuk mengabdi ke Milan. Kurun itu, dia melakoni peran penting dengan 658 penampilan berhasikan 164 gol.
Dari segi prestasi, Rivera pun pantas masuk buku sejarah Milan. Dialah bagian dari tim yang menjuarai Liga Champions 1962/63 --gelar pertama Milan di kompetisi ini. Itu masih ditambah trofi kedua pada 1968/69 serta tiga scudetti.
ADVERTISEMENT
Pietro Anastasi (Juventus, 1968)
Pietro Anastasi telah mengguncang Italia sejak remaja. Di usia 19 tahun, dia mengarungi musim pertamanya di Serie A pada 1967/68 dan sukses mencetak 11 gol. Nah, tiga gol di antaranya mewarnai kemenangan Varese atas Juventus dengan skor 5-0.
Performa apik tak cuma mengantarkan Anastasi ke Timnas Italia. Juventus juga jatuh hati hingga rela mengucurkan 580 ribu euro yang menjadi rekor transfer dunia pada 1968.
Ketajaman Anastasi sebagai penyerang berlanjut di Turin. Hal itulah yang membantu Juventus memenangi tiga gelar Serie A.
Sayang, Anastasi meninggalkan memori tak mengenakkan untuk suporter Juvenntus. Dia menyeberang ke Inter Milan pada 1976 dengan masuk paket transfer untuk Roberto Boninsegna.
Giuseppe Savoldi (Napoli, 1975)
ADVERTISEMENT
Inilah kali pertama Napoli memecahkan rekor transfer dunia. Dengan tebusan 723 ribu euro, I Partenopei mengakusisi Giuseppe Savoldi dari Bologna pada 1975.
Selepas mendarat di Naples, Savoldi memikat suporter Napoli lewat performa tajamnya. Dia sempat merebut predikat topskorer Coppa Italia dengan torehan 12 gol pada 1977/78. Sebelumnya, dia juga menjuarai gelar serupa pada 1975/76.
Hanya itu saja gelar bergengsi yang sempat dipersembahkan Savoldi. Empat tahun menghabiskan karier di Napoli, penyerang Italia itu kemudian pulang ke Bologna sebelum berlabuh di Atalanta, klub profesional pertamanya.
Herbert Prohaska (Inter Milan, 1980)
Jarang-jarang Inter memecahkan rekor transfer sebelum 1990-an. Sekali melakukannya, I Nerazzurri tak mendapatkan hasil sebagus tim-tim pemecah rekor sebelumnya.
Ya, uang sebesar 1 juta euro untuk Herbert Prohaska memang menjadi agak sia-sia. Pasalnya, gelandang serang Austria ini cuma menghabiskan dua tahun bersama Inter. Prestasinya pun minim, hanya satu gelar Coppa Italia pada musim keduanya.
ADVERTISEMENT
Justru ketika pindah ke AS Roma pada 1982, Prohaska sukses merengkuh gelar juara Serie A. Di tim ibu kota Italia, sang pemain juga tak bertahan lama. Dia kembali ke Austria Vienna setahun berselang dan menghabiskan enam tahun di sana sebelum gantung sepatu.
Zbigniew Boniek (Juventus, 1982)
Lagi-lagi Juventus memecahkan rekor transfer pada 1982. Kali ini untuk Zbigniew Boniek, sosok yang digadang-gadang sebagai salah satu pesepak bola Polandia terbaik sepanjang masa.
Boniek membuktikan predikat itu setelah melalui transfer senilai 1,45 juta euro ke Juventus. Sosok yang bisa bermain sebagai sweeper, gelandang, dan penyerang ini mengawali kariernya dengan kesuksesan di Coppa Italia. Kemudian untuk dua musim berikutnya, dia mempersembahkan trofi Serie A dan Liga Champions.
ADVERTISEMENT
Yang paling apik tentu saja kejayaan di Liga Champions pada musim 1984-85. Dia berperan penting dengan memenangi penalti dalam laga final menghadapi Liverpool. Kans titik putih itulah yang dikonversi Michel Platini menjadi gol tunggal Juventus.
Walter Schachner (Torino, 1983)
Setahun setelah rekor Boniek, Torino sebagai rival sekota Juventus, coba mematahkannya dengan merekrut Walter Schachner. Total 3,85 juta euro disetor ke Cesena untuk pembayaran penyerang Austria itu.
Schachner memang tampil tajam bersama Il Toro. Dia membukukan 9 gol untuk menjadi topskorer Coppa Italia 1983/84. Namun, dari segi prestasi kolektif, Schachner gagal memberikan kontribusi untuk timnya.
Diego Maradona (Napoli, 1984)
Rekor Schachner hanya bertahan setahun. Berbekal uang 6,97 juta euro, manajemen Napoli sukses memberikan keyakinan kepada suporter bahwa mereka bisa mematahkan dominasi tim Italia bagian tengah dan utara. Ya, Serie A ketika itu masih dikuasai duo Milan, Juventus, dan AS Roma.
ADVERTISEMENT
Keyakinan itulah yang memicu 75.000 penduduk Naples meramaikan sesi penyambutan Diego Maradona. Benar saja, Maradona sukses mempersembahkan gelar juara Serie A sepanjang sejarah klub pada musim ketiganya. Kesuksesan di ajang serupa berlanjut pada 1989/90, plus gelar juara Piala UEFA 1988/89.
Suporter Napoli mengibarkan bendera bergambar wajah Maradona di laga melawan Parma. Foto: REUTERS/Ciro De Luca
Performa individunya pun cukup menonjol. Dia menggondol penghargaan topskorer Serie A dengan catatan 15 gol pada 1987/88. Selain itu, dia sempat menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Napoli (115) sebelum rekornya patah oleh Marek Hamsik.
Atas catatan-catatan gemilangnya, publik Naples pun selalu memberikan tempat spesial untuk Maradona.
Jangankan pendukung Napoli, kubu lawan turut mengakui kualitas Maradona. Coba tanyakan kepada dua bek legendaris AC Milan, Franco Baresi dan Paolo Maldini, terkait lawan paling beratnya. Pasti jawabannya seragam: Maradona.
ADVERTISEMENT
Gianluigi Lentini (AC Milan, 1992)
Gianluigi Lentini mengambil bagian penting dalam perjalanan Torino pada awal 1990-an. Selepas Il Toro promosi ke Serie A, dia mengantarkan timnya untuk menembus final Piala UEFA dan finis di posisi ketiga Serie A 1991-92.
Capaian apik itu menjadi sebab Milan rela menggelontorkan 9,55 juta euro demi merekrut Lentini di musim tersebut. Di Milan, dia kembali memainkan peran vital.
Beroperasi sebagai winger kiri tim asuhan Fabio Capello, Lentini memenangi gelar Serie A dan menapak final Liga Champions pada musim pertamanya. Sayang, pada laga puncak di Eropa, Milan kalah dari Marseille.
Lentini sendiri menebus kegagalan di Liga Champions dengan gelar juara setahun berselanng. Namun, dia cuma menjadi cadangan pada laga final ketika itu. Posisinya digantikan oleh Roberto Donadoni.
ADVERTISEMENT
Roberto Baggio (1990, Juventus)
Rekor transfer Roberto Baggio senilai 7,5 juta euro merupakan sukacita bagi pendukung Juventus. Sebaliknya, petaka melanda Fiorentina sebagai klub asalnya. Terjadi kerusuhan di Florence yang menyebabkan 50 orang luka-luka sebagai protes terhadap transfer Baggio.
Baggio pun tak bisa sepenuhnya lepas dari Fiorentina. Walaupun menikmati kesuksesan juara Serie A dan Piala UEFA di Turin, dia kerap mencuri simpati dari pendukung mantan klubnya. Misalnya, Baggio menolak mengambil penalti dalam laga menghadapi La Viola, 7 April 1991.
Di laga serupa, Baggio sempat mengambil syal Fiorentina yang terjatuh. Momen itulah yang membuat Baggio tak pernah benar-benar mendapatkan tempat di hati suporter Juventus. Apalagi, dia menyeberang ke AC Milan dan Inter Milan kemudian.
ADVERTISEMENT
Ronaldo (Inter, 1997)
Ronaldo adalah primadona di akhir abad ke-19. Begitu komplet kemampuannya sebagai penyerang, mulai dari dribel melewati beberapa pemain sekaligus hingga ketenangan dalam menuntaskan peluang.
Aspek-aspek itulah yang membuat Inter jatuh hati. Hingga akhirnya, I Nerazzurri memecahkan rekor transfer dunia untuk pertama kalinya dengan menyetor 28 juta euro ke Barcelona.
Start Ronaldo tergolong positif. Dia menjuarai Piala UEFA pada musim pertamanya dengan mengalahkan Lazio di final. Pada laga itu, bek sekaliber Alessandro Nesta pun tak sanggup membendung kelicinan Ronaldo.
Ronaldo de Lima saat berseragam Inter Milan Foto: Mike Hewitt
Sayangnya, kiprah Ronaldo di Giuseppe Meazza terkendala akibat cedera. Dia bahkan sempat menepi selama 663 hari demi memulihkan cedera lutut.
Saat sudah pulih total dan mulai menemukan performa terbaik, Ronaldo justru memilih hijrah ke Real Madrid pada 2002.
ADVERTISEMENT
Christian Vieri (Lazio, 1998; Inter, 1999)
Dalam buku sejarah transfer Serie A, Christian Vieri adalah sosok spesial. Dia memecahkan rekor sebanyak dua kali hanya dalam kurun dua tahun.
Pertama, dia menerima pinangan Lazio yang rela membayar 28,41 juta euro ke Atletico Madrid. Cukup apik prestasinya karena mampu mengantarkan Lazio menjadi juara Piala Winners.
Hanya setahun Vieri bertahan di Olimpico, sebelum memecahkan rekor transfer lainnya. Dia hijrah ke Inter Milan dengan nilai 49 juta euro.
Bersama I Nerazzurri, Vieri mengonfirmasi predikat sebagai bomber tajam di Italia. Torehan golnya mencapai 123 dalam 190 laga.
Cuma satu yang kurang. Sosok kelahiran Bologna ini gagal mengakhiri puasa gelar Inter yang sudah berlangsung belasan tahun di Serie A.
ADVERTISEMENT
Hernan Crespo (Lazio, 2000)
Berbekal gelar juara Serie A 1999/00, Lazio sukses memikat Hernan Crespo. Mereka turut membayarkan uang sebesar 56,81 juta euro ke Parma sebagai pemilik Crespo.
Crespo tampil cukup tajam bersama Lazio. Dia membukukan 48 gol dari 73 pertandingan. Namun, I Biancocelesti gagal mempertahankan gelar juara Serie A dan bahkan tak mampu merengkuh gelar bergengsi selama masa pengabdian Crespo.
Demi mencari kesuksesan, Crespo pun menyeberang ke Inter Milan dua tahun berselang. Sementara, Lazio tak bisa menahan karena mulai mengalami kesulitan finansial.
Gonzalo Higuain (Juventus, 2016)
Juventus memerlukan perjuangan sebulan plus uang sebesar 90 juta euro untuk mengangkut Gonzalo Higuain dari Napoli. Wajar-wajar saja karena sang incaran adalah pemain yang mampu mencetak 36 gol dalam satu musim kompetisi Serie A.
ADVERTISEMENT
Higuain membayar pengorbanan Juventus dengan performa tajamnya. Total 55 gol dibukukannya dalam 105 pertandingan.
Kendati demikian, semua itu belum cukup untuk mengakhiri puasa Juventus di panggung Liga Champions. Bahkan, Higuain kerap tampil melempem dalam laga-laga krusial turnamen ini.
Higuain merayakan gol. Foto: Reuters/Max Rossi
Hingga akhirnya, Juventus merekrut pemain dengan DNA Eropa lebih kental pada 2018: Cristiano Ronaldo. Sementara, Higuain terbuang ke AC Milan.
Cristiano Ronaldo (Juventus, 2018)
Juventus mesti merogoh kocek hingga 100 juta euro demi mendatangkan Cristiano Ronaldo. Harapannya, sih, untuk memutus dahaga trofi di Liga Champions.
Pada musim pertamanya, Ronaldo gagal memenuhi ambisi tersebut. Paling bagus, dia sekadar melanjutkan dominasi I Bianconeri di Serie A sekaligus merebut penghargaan pemain terbaik di ajang itu.
ADVERTISEMENT
Namun, waktu Ronaldo masih panjang mengingat durasi kontrak empat tahun. Lagi pula, dia telah menunjukkan kekuatan mentalnya di Eropa, seperti ketika memimpin comeback atas Atletico Madrid pada babak 16 besar Liga Champions musim lalu.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten