Menggantungkan Nasib pada para Koruptor Lapangan Hijau

27 Desember 2018 15:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sepak bola yang sudah diatur. (ilustrasi) (Foto: Anita Jankovic/Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Sepak bola yang sudah diatur. (ilustrasi) (Foto: Anita Jankovic/Unsplash)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hampir dua lusin orang berlari-lari di atas lapangan, dua paruh baya berteriak gigih di pinggir lapangan. Belasan orang duduk dengan cemas di bangku-bangku mewah pinggir lapangan, melipat tangan sambil mengetuk-ngetukkan ujung kaki yang dibungkus sepatu khusus ke lantai.
ADVERTISEMENT
Ribuan orang berdentum lantang di tribune yang berundak-undak, memperdengarkan dan memperlihatkan tontonan khas pemain ke-12. Ini sepak bola, ini laga mengolah si kulit bulat menjadi gelar juara, nama besar, dan kejayaan.
Sosok tak kasatmata memainkan perannya. Ada yang duduk tenang di tribune penonton, ada yang hilir-mudik di tempat-tempat gelap tak terjangkau pandangan.
Semuanya bersinergi menggerakkan benang-benang halus, mengatur langkah para pemain dan gelinding bola layaknya boneka tak bernyawa. Ini sepak bola, ini laga mengolah si kulit bulat menjadi pundi-pundi uang dari bilik terlarang.
***
Ada dua jenis pengaturan skor: Arrangement match-fixing (selanjutnya disebut arrangement fixing -red) dan gambling match-fixing (selanjutnya disebut gambling fixing -red). Walau sama-sama diakhiri dengan kata ‘fixing’, keduanya punya makna, teknik, dan tujuan berbeda--itulah yang dijelaskan oleh Declan Hill, jurnalis investigasi asal Kanada.
ADVERTISEMENT
Arrangement fixing terjadi saat koruptor memanipulasi pertandingan sepak bola (dan olahraga lain -red) untuk memastikan satu tim menang atau memetik hasil imbang,” jelas Hill dalam wawancara bersama kumparanBOLA.
Hill adalah jurnalis investigator, pembuat film dokumenter, dan akademisi. Fokus penelitian dan pekerjaannya adalah organized crime (kejahatan terorganisir) dan isu-isu internasional. Ia adalah jurnalis pertama yang membongkar praktik pengaturan skor oleh mafia-mafia Asia di ranah sepak bola (dan olahraga) internasional.
Salah dua bukunya yang bicara soal pengaturan skor adalah 'The Fix: Soccer & Organized Crime' dan 'The Insider’s Guide to Match-fixing in Football'. Buku yang terakhir kali disebut adalah thesis yang digunakannya untuk meraih gelar doktoral di Universitas Oxford untuk studi kejahatan terorganisir.
ADVERTISEMENT
Jurnalis investigator, Declan Hill. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Jurnalis investigator, Declan Hill. (Foto: Dok. Istimewa)
Pada 2011, ia menggagas kursus daring menyoal pengaturan skor Sport Accord (Global Association of International Sports Federations) yang pada akhirnya juga digunakan oleh Interpol untuk mempelajari dan mengusut kasus-kasus pengaturan skor.
“Sementara, gambling fixing terjadi saat ada orang-orang yang terlibat untuk menghasilkan uang di pasar judi dengan menentukan tim mana yang kalah dalam satu pertandingan lewat pengaturan skor.”
“Ingat, yang menjadi sasaran akhir gambling fixing adalah kemenangan di meja judi. Dan mereka tidak peduli dengan siapa yang kalah, mereka bahkan tidak peduli dengan pertandingan,” lanjut Hill.
Koruptor adalah sebutan paling pas bagi para pelaku pengaturan skor. Karena ada dua jenis pengaturan skor, maka para pelakunya pun pasti berbeda.
ADVERTISEMENT
Dalam arrangement fixing, aktor-aktor yang bekerja peduli tentang siapa yang menang. Suatu tim setuju untuk terlibat dalam arrangement fixing karena mereka membutuhkan kemenangan.
Setiap pertandingan memiliki insentifnya sendiri. Bentuknya bisa macam-macam: Mulai dari hadiah, tiket promosi, ataupun terhindar dari degradasi.
Karena kebutuhan inilah, arrangement fixing bisa dilakukan oleh pihak klub (administrator tim) seperti manajer, sponsor, atau pemilik klub dengan melibatkan banyak pihak. Mulai dari yang berhubungan langsung dengan tim seperti pelatih dan pemain, hingga pihak yang tak berhubungan langsung dengan tim seperti wasit, federasi, ataupun operator kompetisi.
“Namun, tak jarang pula di dalam komplotan pengaturan skor terdapat pemilik klub dan pebisnis-pebisnis kaya yang rela meletakkan uang berlimpah kepada para fixer untuk mengatur pertandingan. Orang-orang ini (pemilik dan pebisnis) rela membayar berapa pun supaya timnya menang. Pokoknya mereka ngotot supaya timnya bisa menang,” ucap Hill.
ADVERTISEMENT
Nah, umumnya, dalam satu liga ada tiga hingga empat tim kuat bahkan lima sampai enam tim kuat. Di atas kertas, mereka inilah yang berkompetisi dengan kemungkinan besar untuk merengkuh gelar juara atau insentif turnamen lainnya.
Sementara yang kecil-kecil? Ya, mereka cuma bisa berkompetisi tanpa kemungkinan besar. Dari sini muncul pilihan buat tim-tim kecil atau lemah: Berkompetisi sebaik mungkin atau melakukan pengaturan skor.
Pengakuan Lasmi Indaryani soal pengaturan skor yang melibatkan timnya, Persibara, menjadi contoh arrangement fixing paling gamblang. Dalam wawancaranya tersebut, Lasmi menjelaskan bahwa ia setuju untuk ‘bertransaksi’ demi memuluskan langkah timnya menjadi wakil Liga 3 Regional Jawa 2 menuju Putaran Nasional.
"Uang itu diminta untuk kemenangan. Posisi kami akan masuk babak 32 (Liga 3) Nasional. Kalau tidak, maka akan terjun bebas," ujar Lasmi dalam acara 'Mata Najwa', Rabu (19/12/2018).
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Sepak Bola (Foto: AFP/Mohammed Huwais)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sepak Bola (Foto: AFP/Mohammed Huwais)
"Sama dengan kabupaten lain, keinginan masyarakat untuk naik kasta (promosi) itu harga mati. Kami sudah dari TK naik SD sampai kuliah. Tinggal selangkah lagi, mau tidak mau, kami bayar. Atau kalau kalah kami terlempar ke bawah lagi. Padahal, kami juga sudah keluar banyak (uang)," kata Lasmi.
Untuk menghubungkan tim dengan para fixer, sindikat arrangement fixing membutuhkan perantara yang biasa dikenal dengan istilah runner/beards. Perannya cukup kompleks karena tak hanya menghubungkan tim dengan para fixer, tapi seluruh pihak yang terlibat dalam pertandingan.
Misalnya, jika satu tim membutuhkan kemenangan 1-0, maka ia harus memiliki wasit yang dipastikan akan memimpin pertandingan demi membulatkan rencana tentang apa-apa saja yang bakal muncul di pertandingan.
ADVERTISEMENT
Tak cuma wasit, runner pun mesti memiliki pemain dari kedua belah tim yang bisa dipegang. Katakanlah untuk merengkuh kemenangan itu, wasit harus menampilkan skenario tendangan penalti.
Maka dalam ‘rapat koordinasi’ harus diambil keputusan siapa yang menjadi eksekutor dan siapa yang melakukan pelanggaran. Bila mereka dapat ‘memegang’ kiper, mereka pun harus menentukan apa yang harus dilakukan oleh sang penjaga gawang untuk menggagalkan penalti tadi. Atau, bisa saja dengan meminta si eksekutor untuk sengaja melakoni tugasnya dengan payah.
====
Ini adalah bagian pertama dari laporan hasil wawancara kumparanBOLA dengan Declan Hill menyoal pengaturan skor. Anda bisa membaca bagian selanjutnya di:
ADVERTISEMENT