Menyelami Granada, Tim Promosi yang Mengejutkan Itu

8 Oktober 2019 16:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Skuat Granada musim 2019/20. Foto: La Liga
zoom-in-whitePerbesar
Skuat Granada musim 2019/20. Foto: La Liga
ADVERTISEMENT
"Banyak hal yang membedakan Granada dan Barcelona, ​​kami berdua memiliki alam semesta yang sangat berbeda."
ADVERTISEMENT
Demikian Diego Martinez membandingkan anak asuhnya dengan Barcelona. Ungkapan pelatih berusia 38 tahun itu masuk akal. Sebab, sangat tak masuk akal untuk membandingkan Blaugrana dengan Granada.
Harga skuat Barcelona saja 35 kali lipat dari mereka. Lebih-lebih dari segi trofi. Klub asal Andalusia itu belum pernah mengangkat trofi bergengsi sejak pertama kali berdiri. Mentok cuma runner-up Copa del Rey pencapaian terbaik mereka, itu pun sudah terjadi 61 tahun silam.
Namun, siapa yang mengira kalau kejutan tercipta? Dua hari setelah pengakuan Martinez, Granada berhasil mempecundangi Barcelona dua gol tanpa balas. Hasil itu sekaligus memberikan Lionel Messi dan kawan-kawan catatan terburuk dalam 25 tahun ke belakang --karena hanya menggamit 7 poin dalam 5 pertandingan.
ADVERTISEMENT
Ekspresi kekecewaan Lionel Messi, Luis Suarez, dan Gerard Pique saat Barcelona dikalahkan Granada. Foto: Reuters/Marcelo Del Pozo
Granada menjadi sensasi di La Liga musim ini. Baru saja promosi dari Segunda Division, Nazaríes sukses merangsek ke papan atas. Kejutan Granada sudah dihadirkan sejak pekan pertama La Liga. Villarreal mereka tahan imbang 4-4 di kandangnya.
Pekan kedua berwarna kelabu. Granada takluk dari tetangganya, Sevilla, 0-1. Akan tetapi, cuma sampai di situ kesialan mereka.
Tiga laga selanjutnya berhasil disapu bersih oleh Víctor Díaz dan kawan-kawan, termasuk kemenangan atas Barcelona. Sempat imbang dengan Real Valladolid, Granada sukses menaklukkan Leganes sepekan kemudian.
Oke, Granada memang gagal menghadirkan kejutan di Santiago Bernabeu akhir pekan lalu. Di hadapan para pendukung Real Madrid, mereka keok 2-4.
Dalam perspektif lain, Granada telah membuktikan satu hal lagi: Determinasi. Perlu diingat bahwa mereka telah tertinggal 3 gol duluan. Bahkan, lesakan pembuka El Real tergolong cepat, di menit kedua via Karim Benzema.
ADVERTISEMENT
Ngomong-ngomong soal semangat juang, Granada tercatat 2 kali sukses menyamakan kedudukan pasca-tertinggal (melawan Valladolid dan Villarreal).
Proses terciptanya gol Eden Hazard ke gawang Granada. Foto: REUTERS/Javier Barbancho
Granada memulai musim 2019/20 dengan terjal. Bersama Malaga dan Las Palmas, mereka dianggap menyalahi Financial Fair Play oleh La Liga dan dijatuhi larangan transfer.
Setelah mengajukan banding, Granada diharuskan mengurangi anggaran gaji mereka hingga lebih dari empat juta euro. Berdasarkan data Marca, ini menjadi yang terendah di antara kontestan La Liga lainnya.
Jadi wajar saja kalau para pemain yang mereka datangkan juga terbilang ekonomis. Darwin Machís, Domingos Duarte, dan Yan Brice yang bila ditotal cuma berharga 7,25 juta euro. Jumlah tersebut menjadi yang terendah keempat setelah Real Mallorca, Real Valladolid CF, dan Athletic Bilbao.
ADVERTISEMENT
Untungnya, manajemen klub cukup jeli dalam memanfaatkan momentum. Roberto Soldado mereka datangkan secara cuma-cuma dari Fenerbahce. Pun demikian dengan Maxime Gonalons yang dipinjam dari AS Roma, serta Yangel Herrera dan Carlos Fernandez yang disanggam dari Manchester City serta Sevilla.
Jangan salah. Walau para rekrutan anyar itu murah, kontribusinya cukup meriah. Soldado misalnya, ia sudah mengemas satu gol dan 2 assist sejauh ini. Sementara Fernandes berhasil menjadi supersub dengan total torehan 2 gol.
Herrera jadi komponen vital di lini tengah. Perannya sebagai gelandang bertahan amat membantu sistem defensif yang dicanangkan Martinez.
Berduet dengan Angel Montoro, pemain asal Kolombia itu difungsikan sebagai pemutus serangan lawan. Hasilnya tokcer. Rata-rata 2,8 tekel ia bukukan per laga --tertinggi keempat di antara seluruh pemain La Laga.
ADVERTISEMENT
Lain lagi dengan tugas Montoro. Lulusan akademi Valencia itu diplot sebagai playmaker tim. Rata-rata umpan kuncinya menyentuh 1,8 per laga alias tertinggi di antara rekan-rekan setimnya. Tak ayal Montoro jadi penyumbang assist terbanyak di angka 3.
Roberto Soldado merayakan gol untuk Granada. Foto: La Liga
Permainan defensif memang jadi identitas Martinez bersama Granada, sejak musim lalu malah. Mereka menjadi tim yang paling sedikit kebobolan di Segunda Division 2018/19 dengan rasio 0,6 gol per laga.
Ketangguhan lini belakang Granada itu berlanjut hingga musim ini. Hingga pekan ketujuh lalu, mereka baru kemasukan 6 gol --terbaik ketiga di La Liga.
Eh, tetapi tak lantas Granada malas-malasan menyerang, lho. Rata-rata gol mereka mencapai 1,9 di tiap pertandingan, hanya kalah dari Barcelona, Villarreal, dan Madrid.
ADVERTISEMENT
Mengoptimalkan serangan sayap dan memaksimalkan set-piece jadi rahasia produktivitas Granada. Sudah 7 gol lahir dari skema open-play.
Jumlah tersebut masih lebih banyak ketimbang tim dengan lini serang yang lebih mentereng macam Atletico Madrid, Sevilla, dan Valencia. Untuk skema set-piece lebih spesial lagi karena sudah menghasilkan 4 gol, sekaligus jadi yang tertinggi di La Liga.
Para pemain dan suporter Granada merayakan gol ke gawang Barcelona. Foto: Marcelo del Pozo/Reuters
Granada sudah selayaknya mendapat atensi lebih di musim ini. Bukan cuma karena berhasil menggulingkan Barcelona, tetapi karena mereka mampu memaksimalkan nyaris segala hal dalam keterbatasan.
Mulai dari problem anggaran belanja yang minim, Financial Fair Play, hingga berhasil membuktikan sebagai tim yang stabil --dalam menyerang dan bertahan.