Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Mereka, Para Penampil Terbaik Juventus di Liga Champions Musim Ini
30 Mei 2017 14:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Mari kita awali tulisan ini dengan sebuah klise: “Semua ini berkat kerja sama tim, saya tidak akan bisa memenanginya tanpa pemain-pemain lainnya.”
ADVERTISEMENT
Ada banyak sekali klise di sepak bola dan Anda, jika mengibadahi sepak bola sebaik-baiknya dan dengan iman sekuat-kuatnya, pasti sudah sering mendengar ucapan seperti itu dilontarkan seorang pemain.
Ucapan “saya bukan apa-apa tanpa rekan-rekan setim saya” biasanya terlontar dari seorang pemain setelah memperoleh penghargaan pribadi atau menjadi pahlawan kemenangan dalam sebuah laga. Intinya, dia ingin bilang, di balik jerih payahnya ada jerih payah pemain-pemain lain juga.
Tentu saja, itu tidak sepenuhnya salah. Sepak bola memang urusan sebelas lawan sebelas, taktik pelatih A versus taktik pelatih B. Dalam sepak bola modern seperti sekarang ini, di mana permainan si kulit bulat makin metodik, biasanya pemain tak lebih dari bidak yang dimainkan dalam sistem yang sudah dipatok si manajer atau pelatih.
ADVERTISEMENT
Biasanya, hanya ada satu-dua pemain saja yang diberikan kebebasan lebih. Sisanya, mereka bermain dalam role atau tugas yang sudah ditetapkan sedari awal. Maka, ya itu tadi… Tidak salah menyebut bahwa kemenangan sekarang memang karena jerih payah bareng-bareng.
Namun, tetap saja ada beberapa pemain yang mencuat dan menjadi kunci permainan sebuah tim. Tak terkecuali untuk Juventus. Nah, kami di kumparan (kumparan.com) ingin membahas soal siapa-siapa saja yang menjadi penampil terbaik Bianconeri di Liga Champions musim ini —hingga akhirnya mereka bisa melaju ke final Liga Champions.
Dani Alves
Ya, Dani Alves. Pemain yang di awal kedatangannya (dari Barcelona) sempat dianggap meragukan.
Tapi, Alves menunjukkan bahwa usia hanya sekadar angka. Di umur yang sudah menginjak angka 34, pemain asal Brasil ini menunjukkan bahwa dia masih bisa tampil eksplosif sekaligus pada saat bersamaan.
ADVERTISEMENT
Alves memang menjadi salah satu tumpuan Juventus ketika menyerang. Total 3 golnya di Liga Champions musim ini membuatnya duduk di urutan ketiga top-skorer tim di kompetisi antarklub Eropa itu. Ia hanya kalah dari Gonzalo Higuain (5 gol) dan Paulo Dybala (4 gol).
Di luar itu, ia adalah kreator peluang terbanyak Juventus di Liga Champions dengan 30 peluang. Dari 30 peluang tersebut, ia juga telah menyumbang 4 assist.
Namun, pencapaian terbaiknya, tentu saja adalah ketika mematikan kompatriotnya, Neymar, pada laga perempatfinal melawan Barcelona.
Giorgio Chiellini
Sulit untuk mengesampingkan peran pemain-pemain bertahan dalam kesuksesan Juventus melaju ke final Liga Champions. Bagaimana mereka meredam Barcelona dan AS Monaco, dua tim yang terbilang agresif, adalah buktinya.
ADVERTISEMENT
Juventus tidak hanya menggunakan bek-bek sentral mereka, tetapi juga para bek sayap semisal Dani Alves. Bahkan, Mario Mandzukic juga punya kerja defensif yang tidak gampang. Bagaimana Mandzukic meredam Sergi Roberto —si serba bisa itu— pada laga melawan Barcelona membuat kinerjanya layak mendapatkan aplaus.
Namun, untuk menyebut siapa pemain belakang Juventus yang paling krusial, rasanya menyebut Giorgio Chiellini tak berlebihan. Chiellini adalah otot, sementara rekannya di belakang, Leonardo Bonucci, adalah otaknya karena ia bermain lebih elegan.
Chiellini lebih banyak melakukan defensive action (entah itu blok, intersep, atau sapuan) per laganya ketimbang Bonucci. Dalam catatan Squawka, setidaknya Chiellini rata-rata melakukan 9 defensive action per laga.
Gianluigi Buffon
Gianluigi Buffon berjanji bahwa sebelum ia pensiun nanti, ia ingin menjuarai Liga Champions lebih dulu.
ADVERTISEMENT
Buffon kini sudah berusia 39 tahun, ia sudah memasuki senja karier. Kans untuk menjuarai Liga Champions bisa jadi sudah tidak banyak —dan musim ini adalah yang terdekat.
Dengan kans yang menipis itu, Buffon menunjukkan bahwa dia benar-benar ingin mewujudkan impiannya tersebut. Dari 12 pertandingan Juventus di Liga Champions musim ini, hanya satu kali Buffon absen.
Hebatnya, dalam 11 pertandingan itu, ia sukses mencatatkan 8 clean sheet. Pada fase gugur, di mana clean sheet adalah hal yang krusial, Buffon hanya kebobolan satu gol.
Catatan apik lainnya, menurut Squawka, Buffon membuat rata-rata 5,67 penyelamatan per laga. Ya, membobol gawang “Superman” memang tidak mudah. Mungkin kamu butuh kryptonite.
Paulo Dybala
Paulo Dybala adalah salah satu pemain tersubur Juventus di Liga Champions musim ini. Dengan 4 gol yang dicetaknya, ia hanya kalah subur dari Gonzalo Higuain yang sudah mencetak 5 gol.
ADVERTISEMENT
Lalu, mengapa Dybala dipilih ketimbang Higuain? Well, sederhana saja: peran Dybala bukan hanya urusan mencetak gol. Jika dibutuhkan, ia juga bisa turun dan membantu overload di sisi sayap untuk meredam serangan lawan.
Di luar itu, Dybala juga kreator peluang jempolan. Dengan 15 peluang yang sudah dikreasikannya dalam 10 penampilan di Liga Champions musim ini, ia adalah pemain depan yang paling rajin menciptakan peluang.
Akurasi operannya pun lebih baik ketimbang Higuain. Dybala punya akurasi operan mencapai 87%, sementara Higuain 80%. Sebagai pengalir bola di lini depan, ini membuat kehadiran Dybala relatif lebih krusial.
Leonardo Bonucci
Seperti yang kami bilang tadi, barisan pertahanan Juventus memegang peranan penting di Liga Champions musim ini. Hanya kebobolan 1 gol di fase gugur adalah bukti sahih.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, bukan berarti Juventus adalah tim yang defensif. Gianluigi Buffon sendiri tak suka dengan sebutan Juventus menerapkan catenaccio.
Dan Buffon benar, “Si Nyonya Besar” memang tidak bertahan dengan gaya gerendel seperti catenaccio. Cara mereka bertahan lebih cenderung menyerap serangan lawan, alih-alih kaku dan menumpuk banyak pemain.
Di antara pemain-pemain bertahan yang dimiliki Juventus, Bonucci adalah salah satu yang menjadi kuncinya. Dia adalah otak ketika Giorgio Chiellini lebih berperan sebagai otot. Bonucci memang tak se-oke Chiellini dalam melakukan tekel, tapi dia adalah pemain yang mampu mengalirkan bola dari lini belakang dengan kemampuan passing-nya.