Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Salah satu pesepak bola terbaik Indonesia, Ricky Yacobi , meninggal dunia usai menderita serangan jantung pada Sabtu (21/11). Ricky tiba-tiba pingsan saat bermain sepak bola di Lapangan A, Senayan, Jakarta, sebelum mengembuskan napas terakhir di RSAL Mintohardjo.
ADVERTISEMENT
Nama Ricky melambung kala mengantarkan PSMS Medan juara Perserikatan dua kali. Ia juga menjadi bagian dari Timnas Indonesia saat merebut medali emas pada SEA Games 1987.
Seusai pensiun pada 1996, pria kelahiran Medan, Sumatera Utara ini kemudian mendirikan Sekolah Sepak Bola (SSB) Ricky Yacobi dengan gratis untuk anak-anak berusia 7-12 tahun yang tak mampu. Sehari-hari, SSB tersebut berlatih di Lapangan F komplek Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan.
Untuk menghormati Ricky, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengusulkan nama Lapangan ABC diubah menjadi Lapangan Ricky Yacobi. Apalagi, lapangan yang biasa dijadikan tempat latihan Timnas Indonesia itu menjadi tempat terakhir Ricky bermain sepak bola.
Lantas, bagaimana respons Pusat Pengelolaan Komplek GBK (PPKGBK)?
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PPKGBK, Winarto, menyatakan pihaknya menyambut baik usulan tersebut. Ia menilai Kemenpora pasti memiliki kriteria untuk mengusulkan hal itu.
"Bagus usulannya. Namanya usulan kan boleh-boleh saja. Hanya memang kami tidak memiliki kewenangan terkait penamaan venue di komplek GBK, karena kewenangannya ada di negara, kami hanya mengelola," ujar Winarto ketika dihubungi kumparan, Senin (23/11).
Saat ini, komplek GBK, termasuk stadion utama, dimiliki oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Sementara, PPKGBK ditunjuk sebagai pengelola.
Winarto mengatakan ketika direnovasi menjelang Asian Games 2018, pihaknya sempat berencana membuat hall of fame di trotoar dengan nama-nama atlet berprestasi Indonesia. Akan tetapi, niat itu akhirnya diurungkan.
"Karena, nanti ada pertanyaan, kenapa ada atlet ini, tapi nama atlet lain tidak ada, yang akhirnya akan menimbulkan protes. Seperti penamaan jalan saja, ada kriteria tertentu yang sudah disetujui," tandasnya.
Pergantian nama sejatinya pernah dilakukan untuk stadion utama yang awalnya dinamai Stadion Utama Gelora Bung Karno. Akan tetapi, pada 1984, nama stadion termegah di Indonesia itu diganti menjadi Stadion Utama Senayan.
ADVERTISEMENT
Nama stadion akhirnya dikembalikan ke nama asalnya melalui Surat Keputusan Presiden No. 7/2001, yang bertahan hingga sekarang.