Piala Dunia 1954: Memutar Ulang Keajaiban di Bern

15 Mei 2018 15:25 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Timnas Jerman juara Piala Dunia 1954. (Foto: AFP/Intercontinentale)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Jerman juara Piala Dunia 1954. (Foto: AFP/Intercontinentale)
ADVERTISEMENT
Joaquin Caparros bukan sosok spesial ketika kita bicara soal sepak bola secara holistik. Namun, bagi Sevilla, pria 62 tahun itu adalah 'Bapak Pembangunan'. Tanpa Caparros, Sevilla yang dikenal orang saat ini takkan ada. Dialah sosok yang mengangkat klub berjuluk Los Nervionenses itu ke Primera Division pada 2004 silam dan setelahnya, Sevilla menjelma menjadi salah satu kekuatan besar di Spanyol.
ADVERTISEMENT
Caparros tak pernah merasakan masa jaya Sevilla. Semusim setelah membawa klub promosi, dirinya dipecat. Namun, ketika Sevilla berada dalam masa genting pada musim 2017/18 ini, mereka berpaling kepda Caparros yang merupakan sosok Andalusia totok itu.
Tiga pertandingan telah dilalui Sevilla musim ini bersama Caparros. Dari sana, dua kemenangan (menghadapi Real Sociedad dan Real Madrid) dan satu hasil imbang (melawan Real Betis) berhasil direngkuh. Posisi Wissam Ben Yedder dkk. di zona Eropa pun semakin aman.
Keberhasilan Caparros itu membawanya ke sebuah analisis yang diutarakannya dalam dua kalimat singkat: "Begitulah sepak bola. Dalam lima menit, Anda bisa berubah dari pelacur menjadi biarawati."
Caparros merujuk pada perubahan nasib Sevilla yang begitu cepat. Sebelum dia ditunjuk manajemen, klub sedang berada dalam kaos dengan memecat Direktur Olahraga, Oscar Arias, dan pelatih Vincenzo Montella. Kini, di bawah besutannya, Sevilla telah kembali seperti sediakala; menjadi tim papan atas yang disegani.
ADVERTISEMENT
Lima menit. Itu yang diucapkan Caparros. Tentu saja, kata-kata itu tidak dimaksudkannya secara harfiah. Namun, semua orang paham maksudnya. Dalam waktu singkat, semua bisa terjadi di sepak bola. Tak cuma di Sevilla, tetapi juga di klub-klub, tim-tim, atau sosok-sosok lain.
Jika lima menit saja seorang pelacur bisa menjadi biarawati, bayangkan apa yang bisa terjadi dalam 64 tahun. Jerman dan Hongaria mengalami itu. Enam puluh empat tahun silam, Jerman (Barat) adalah underdog dan Hongaria adalah unggulan.
Hal ini tentu berbanding terbalik dengan situasi saat ini di mana Jerman merupakan juara dunia empat kali dan juara Eropa tiga kali, sementara Hongaria selalu kesulitan untuk lolos ke putaran final turnamen antarnegara. Pertukaran nasib antara kedua negara ini, boleh dikatakan, terjadi pada final Piala Dunia 1954.
ADVERTISEMENT
***
Ada rasa kesal sekaligus kagum dalam diri Gary Lineker usai Inggris dikirim pulang oleh Jerman Barat pada semifinal Piala Dunia 1990. Dari kekalahan itu, muncul sebuah kutipan masyhur yang nantinya bakal kerap digunakan untuk menggambarkan superioritas Jerman di sepak bola.
"Sepak bola adalah permainan sederhana. Dua puluh dua orang mengejar bola selama 90 menit dan di akhir, Jerman selalu menang," ucap Lineker kala itu.
Kata-kata Lineker itu memang hiperbolis. Akan tetapi, seperti halnya perkataan Caparros, orang-orang bisa dengan mudah menerka maksudnya. Mau dilihat dari segi apa pun, Jerman adalah salah satu negara paling dominan di sepak bola. Kalau tak percaya, tengok saja lemari trofi mereka. Ada empat Piala Dunia dan tiga Piala Eropa yang terpajang di sana.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan Jerman itu tidak datang dengan ujug-ujug. Ada berbagai hal yang berkontribusi dan sebuah momentum yang mengawali segalanya.
Jerman juara Piala Konfederasi. (Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach)
zoom-in-whitePerbesar
Jerman juara Piala Konfederasi. (Foto: Reuters/Kai Pfaffenbach)
Ketika orang bicara tentang Tim Nasional (Timnas) Jerman, orang akan selalu bicara soal kekuatan mental (staying power) mereka. Saat ini, kekuatan mental Jerman di kancah sepak bola dunia sudah tidak mampu dibantah siapa pun dan itu semua berawal dari sebuah pemikiran (yang terdengar) sederhana.
"Bola itu bulat, pertandingan berjalan selama 90 menit, dan hal-hal lainnya adalah teori belaka," ucap Sepp Herberger suatu kali.
Meski sederhana, kata-kata Herberger itu sebenarnya punya makna yang dalam. Bola itu bulat dan pertandingan berjalan selama 90 menit. Artinya, semua bisa saja terjadi dalam sepak bola. Hal-hal lainnya adalah teori belaka. Artinya, segala tentang sepak bola akan selalu ditentukan di lapangan hijau. Kata-kata Herberger itulah yang menjadi pedoman bagi persepakbolaan Jerman.
ADVERTISEMENT
Herberger sudah menjadi pelatih Timnas Jerman sejak 1936 atau tiga tahun sebelum Perang Dunia II bergulir. Pada masa itu, walaupun belum punya gelar apa-apa, Jerman sudah menjadi salah satu tim terkuat di Eropa dengan keberhasilannya meraih tempat ketiga Piala Dunia 1934. Untuk menjadi juara tiga pada turnamen yang digelar di Italia tersebut, Jerman mengalahkan Wunderteam Austria dengan skor 3-2.
Herberger mewarisi tim itu dan membawa Jerman menjadi lebih dominan lagi. Pada 1937, mereka sukses menghabisi Denmark 8-0 pada sebuah pertandingan di Breslau. Kemenangan itu membuat tim Jerman asuhan Herberger mendapat julukan Breslau-Elf (Breslau Sebelas) yang menjadi modalnya untuk mengarungi Piala Dunia 1938.
Sayang, di Piala Dunia 1938, Timnas Jerman rontok di babak-babak awal. Bukan salah Herberger sepenuhnya, memang, karena tim yang dibawanya berlaga di Prancis itu punya masalah internal bernama integrasi. Masalah ini muncul menyusul aneksasi Austria oleh Nazi (Anschluss). Dari situ, para pemain Austria dipaksa untuk memperkuat Jerman.
ADVERTISEMENT
Sepp Herberger (kedua dari kanan). (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Sepp Herberger (kedua dari kanan). (Foto: Wikimedia Commons)
Keterpaksaan para pemain Austria itulah yang membuat kondisi internal tim Jerman memburuk. Mereka hanya mau bergabung lantaran khawatir bakal dibunuh oleh rezim fasis Adolf Hitler. Ada satu pemain bintang dari Austria yang menolak pemanggilan ini, yaitu Matthias Sindelaar. Sindelaar sendiri merupakan bintang di Wunderteam Austria dan konon, dia dibunuh Gestapo (polisi rahasia Nazi) pada 1939 di apartemennya di Wina.
Pada Piala Dunia 1938 itu, Jerman terhenti di babak pertama usai kalah dari Swiss. Pada pertandingan pertama, kedua tim bermain imbang 1-1. Lalu, pada pertandingan ulangan, Jerman kalah 2-4.
Meski demikian, setelah itu Herberger tetap dipercaya untuk menjadi pelatih Timnas. Bahkan, di sini dia menggunakan pengaruhnya sebagai anggota Partai Nazi untuk menyelamatkan sejumlah pemainnya, termasuk Fritz Walter. Pemain legendaris Kaiserslautern itu diwajibkan untuk berperang. Akan tetapi, berkat pengaruh Herberger, Walter hanya ditempatkan di sebuah basis Luftwaffe (Angkatan Udara), yang jauh dari hiruk-pikuk pertempuran.
ADVERTISEMENT
Herberger menjadi pelatih Timnas pada masa perang sampai 1943 karena setelah itu, Menteri Propaganda Nazi, Joseph Goebbels, memerintahkan agar segala aktivitas persepakbolaan dihentikan sebagai bagian dari rencana Pertempuran Total-nya. Rencana Goebbels itu gagal dan dua tahun setelahnya, Jerman ditaklukkan Sekutu.
Setelah empat tahun berada di bawah kendali Sekutu, Jerman terlahir kembali sebagai Jerman Barat dan Jerman Timur. Dua Jerman ini memang masing-masing berafiliasi pada Blok Barat dan Timur. Akan tetapi, setidaknya mereka punya kedaulatan, terlepas dari seterbatas apa pun kedaulatan itu.
Herberger yang lahir di Mannheim itu pada akhirnya menjadi warga Jerman Barat. Ketika Persatuan Sepak Bola Jerman (DFB) dibentuk kembali pada Juli 1949 (dua bulan setelah deklarasi Jerman Barat), Herberger pun ditunjuk menjadi pelatih Timnas, setelah selamat dari proses 'denazifikasi' Sekutu.
ADVERTISEMENT
Timnas Jerman di Piala Dunia 1954. (Foto: AFP/Staff)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Jerman di Piala Dunia 1954. (Foto: AFP/Staff)
Pada Februari 1950, Timnas Jerman Barat resmi dibentuk dan kemudian didaftarkan ke FIFA. Untuk mengikuti Piala Dunia 1950 di Brasil, semua memang sudah terlambat bagi mereka. Maka dari itu, fokus utama Herberger pun diarahkan ke Piala Dunia 1954 di Swiss.
Dalam perjalanannya, Jerman Barat besutan Herberger tidak tampil terlalu meyakinkan. Menghadapi Norwegia di kualifikasi, mereka hanya mampu bermain imbang 1-1. Akan tetapi, perlahan penampilan mereka membaik. Tiga pertandingan berikut berhasil mereka menangi dan Jerman Barat pun berhak lolos ke putaran final Piala Dunia 1954.
Satu hal menarik dari kualifikasi tersebut adalah Jerman Barat harus menghadapi Saar. Saar sendiri merupakan negara protektorat Prancis di wilayah Jerman Barat yang nantinya akan bergabung sebagai negara bagian pada 1957. Kala itu, Saar dilatih oleh Helmut Schoen yang nantinya bakal membawa Jerman Barat juara Piala Dunia 1974.
ADVERTISEMENT
***
Tak seperti Jerman Barat, Hongaria tak perlu meneteskan keringat setitik pun untuk lolos ke Piala Dunia 1954. Dalam kualifikasi, mereka berada satu grup dengan Polandia yang akhirnya mengundurkan diri. Dengan demikian, jalan mereka pun begitu mulus untuk menuntaskan rasa penasaran di Piala Dunia 1938 saat mereka dikalahkan Italia pada partai puncak.
Meski tak melewati kualifikasi, Hongaria punya kredensial yang tak perlu lagi diperdebatkan. Kala itu, mereka berstatus sebagai peraih medali emas sepak bola Olimpiade Helsinki 1952 dan belum terkalahkan selama empat tahun, tepatnya sejak Juni 1950.
Hongaria begitu mengerikan kala itu. Mereka punya Timnas yang sangat, sangat solid. Para penghuni skuat Timnas Hongaria saat itu tak cuma berkualitas top, tetapi juga telah bermain bersama dalam waktu lama.
ADVERTISEMENT
Timnas Hongaria di Piala Dunia 1954. (Foto: AFP/Staff)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Hongaria di Piala Dunia 1954. (Foto: AFP/Staff)
Sejak 1949, mayoritas pemain andalan seperti Ferenc Puskas, Nandor Hidegkuti, Gyula Grosics, Jozsef Bozsik, Sandor Kocsis, dan Zoltan Czibor sudah berada dalam satu tim. Hampir semua pemain itu, kecuali Hidegkuti, bermain untuk Honved (klub militer Hongaria) yang juga diasuh oleh pelatih Timnas, Gusztav Sebes.
Bermodalkan pemain dan pelatih seperti itu, Hongaria merajalela di awal dekade 1950-an. Akan tetapi, semua itu tidak ada artinya tanpa ide bermain cemerlang. Menyusul kekalahan dari Cekoslowakia pada 1949, Hongaria berupaya untuk mengubah cara bermainnya. Mereka menanggalkan cara bermain tradisional dan memainkan sepak bola cair yang tak berpatokan pada posisi. Hidegkuti, ketika itu, mengulang apa yang dilakukan Sindelaar di Piala Dunia 1934: menjadi false nine.
ADVERTISEMENT
Tim Hongaria ini nantinya bakal dikenal dengan beberapa nama, mulai dari Magical Magyars, Mighty Magyars, Marvellous Magyars, sampai Magnificent Magyars. Namun, versi 'resmi' dari pelbagai julukan itu adalah Aranycsapat, yang merupakan bahasa Magyar dari Tim Emas.
***
Ketika sebuah tim menang dengan skor 8-3 atas tim yang lainnya, Anda takkan disalahkan jika menganggap bahwa tim yang kalah itu bakal kembali takluk saat keduanya kembali bersua. 20 Juni 1954, bertempat di Stadion St. Jakob, Basel, dan disaksikan sekitar 56.000 pasang mata, Jerman Barat dan Hongaria bertemu untuk pertama kalinya di Piala Dunia 1954. Laga itu merupakan laga kedua Grup 2 yang juga dihuni oleh Turki dan Korea Selatan.
Baik Jerman Barat maupun Hongaria melangkah ke partai ini dengan modal kemenangan besar atas lawan-lawannya pada laga perdana. Jerman Barat menghajar Turki 4-1, sementara Hongaria menelan Korsel lewat kemenangan 9-0. Dari situ, sudah terlihat bahwa Jerman Barat dan Hongaria adalah dua tim terkuat di grup tersebut.
ADVERTISEMENT
Dua tim terkuat itu kemudian bertemu untuk mencari siapa yang lebih kuat dan di situ, Hongaria keluar sebagai pemenang. Tak tanggung-tanggung, Jerman Barat mereka lumat dengan skor 8-3. Kocsis mencetak empat gol, Hidegkuti melesakkan dua gol, Puskas mengemas satu gol, dan Jozsef Toth melengkapi kemenangan itu dengan satu gol tambahannya. Dari kubu Jerman Barat, hanya Alfred Pfaff, Helmut Rahn, dan Richard Herrmann yang mampu mengoyak jala gawang Grosics.
Legenda Jerman, Helmut Rahn. (Foto: AFP/Staff)
zoom-in-whitePerbesar
Legenda Jerman, Helmut Rahn. (Foto: AFP/Staff)
Kemenangan Hongaria itu membuat Jerman Barat terjepit karena di saat bersamaan, Turki berhasil menggulung Korsel dengan skor 7-0. Laga play-off antara Jerman Barat dan Turki pun harus digelar untuk menentukan pendamping Hongaria ke babak berikut. Di babak play-off, Jerman lagi-lagi sukses meluluhlantakkan Turki; kali ini dengan skor 7-2.
ADVERTISEMENT
Di perempat final, Jerman Barat ditunggu Yugoslavia, sementara Hongaria diadang Brasil. Bagi Jerman Barat, laga melawan Yugoslavia itu tidak bisa dikatakan mudah, juga tidak bisa dibilang sulit. Mereka pun menang dengan skor yang tidak kelewat mencolok, 2-0.
Sementara itu, Brasil adalah musuh yang berat sekali bagi Hongaria. Laga dua negara yang digelar di Stadion Wankdorf, Bern, ini berjalan dengan penuh aksi kekerasan dari kedua belah pihak.
Tiga pemain, Bozsik dari Hongaria serta Nilton Santos dan Humberto Tozzi dari Brasil, diusir wasit. Selain itu, laga ini juga diwarnai invasi lapangan dari sejumlah ofisial dan jurnalis Brasil setelah wasit Arthur Ellis dari Inggris memberi penalti untuk Hongaria. Meski demikian, Tim Emas Hongaria akhirnya sukses melewati laga ini dengan kemenangan 4-2.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, di babak semifinal, Jerman Barat sukses mengalahkan Austria dengan skor telak 6-1. Austria sendiri, di babak sebelumnya, terlibat dalam pertandingan dengan skor terbesar dalam sejarah Piala Dunia dengan mengalahkan tuan rumah Swiss 7-5. Sementara, Hongaria butuh perpanjangan waktu untuk mengalahkan juara bertahan Uruguay 4-1.
Seperti sudah tertulis di bintang-bintang, Jerman Barat dan Hongaria akhirnya bertemu di partai puncak Piala Dunia 1954. Kali ini, pertaruhannya bukan cuma soal siapa yang terkuat di grup. Di sini, kedua tim akan mempertaruhkan status sebagai negara terhebat dalam sepak bola.
***
4 Juli 1954, hujan deras mengguyur kota Bern. Stadion Wankdorf yang jadi tempat perhelatan final Piala Dunia 1954 pun tak luput dari hujan. Sekitar 64.000 penonton yang menyaksikan laga itu kuyup. Pun begitu dengan para pemain yang beradu nasib di lapangan.
ADVERTISEMENT
Hanya butuh waktu delapan menit bagi Hongaria untuk mencetak dua gol. Werner Liebrich membuat kesalahan dengan memberi 'umpan' kepada Kocsis. Oleh Kocsis, bola digiring ke pertahanan Jerman Barat dan kemudian ditendangnya. Bola tendangan Kocsis itu membentur kaki seorang pemain bertahan Jerman Barat dan mendarat di kaki Puskas. Tanpa kesulitan, Puskas menaklukkan kiper Toni Turek dari jarak dekat.
Dua menit setelah gol Puskas, giliran Czibor yang menjebol gawang Turek. Werner lainnya, Kohlmeyer, berbuat kesalahan setelah ditekan oleh Kocsis. Kemelut pun terjadi anatara Kohlmeyer, Turek, dan Kocsis. Dari kemelut tersebut, Czibor sukses mengambil kesempatan dalam kesempitan sekaligus mencetak gol kedua Hongaria.
Akan tetapi, di sinilah mentalitas Jerman (Barat) itu mulai terejawantahkan. Tak butuh waktu lama -- hanya dua menit -- bagi mereka untuk memperkecil ketertinggalan. Rahn yang bermain di sayap kanan melakukan aksi individual berhasil menemukan celah di sisi kanan pertahanan Hongaria. Umpan silang diberikan dan sukses disambar dengan sempurna oleh Max Morlock. Morlock sendiri nantinya bakal keluar sebagai topskorer turnamen dengan raihan enam golnya.
ADVERTISEMENT
Dari gol Morlock itu, semangat Jerman Barat terbakar. Pada menit ke-18, giliran Rahn yang mencetak gol. Dari sayap kiri, Walter melepas umpan silang yang gagal diantisipasi Grosics. Rahn, tanpa kesulitan, sukses menceploskan bola ke gawang kosong. Gol ini, nantinya, akan diperdebatkan banyak orang mengenai keabsahannya. Sebab, ketika berusaha menghalau bola, Grosics sebetulnya dilanggar oleh Hans Schaefer.
Pada babak kedua, Hongaria dengan segera mencari gol tambahan. Akan tetapi, berbagai upaya mereka selalu menemui jalan buntu. Sampai akhirnya, enam menit jelang bubaran, Rahn mencetak gol ketiga Jerman Barat. Gol ini lahir, lagi-lagi, lewat serangan dari sisi kanan pertahanan Hongaria. Dari sana, umpan silang dikirimkan dan Rahn pun sukses menyambar umpan itu dengan kaki kirinya. Jerman Barat 3, Hongaria 2.
ADVERTISEMENT
Setelah gol itu, Hongaria makin panas. Mereka sebetulnya sukses mencetak gol penyama kedudukan lewat Puskas. Awalnya, wasit William Ling dari Inggris berniat untuk mengesahkan gol ini. Akan tetapi, setelah berkonsultasi dengan asistennya dari Wales, Sandy Griffiths, Ling memutuskan untuk menganulir gol tersebut.
Tanpa banyak waktu tersisa, segala kehebatan Hongaria yang telah bertahan selama bertahun-tahun berada di ambang keruntuhan. Sampai akhirnya, kehebatan itu benar-benar lenyap ketika Ling meniupkan peluit panjang. Jerman Barat juara Piala Dunia 1954. Sang underdog berhasil menjungkalkan sang unggulan. David berhasil menumbangkan Goliath. Keajaiban di Bern pun lahir.
***
Baik bagi Jerman Barat maupun Hongaria, laga final Piala Dunia 1954 itu adalah sebuah titik balik. Bagi Jerman Barat, laga itu adalah sebuah momentum kebangkitan yang masih berlangsung hingga kini. Franz Beckenbauer suatu kali pernah berkata bahwa sejak final itu, Jerman menjadi negara yang dianggap lagi.
ADVERTISEMENT
Krusialnya laga tersebut memang tidak bisa digantikan oleh apa pun. Jerman yang menjadi pecundang dan pesakitan di bawah Nazi akhirnya bisa berbuat sesuatu yang membanggakan. Uli Hesse, dalam bukunya Tor!, menulis, "Gol kemenangan Gerd Mueller di laga melawan Belanda tahun 1974 hanyalah gol biasa, pun demikian dengan gol penalti Andreas Brehme melawan Argentina tahun 1990. Akan tetapi, gol kaki kiri Rahn di Swiss adalah sesuatu yang sama sekali berbeda."
Sebaliknya, bagi Hongaria, ini adalah akhir dari segalanya. Tibor Nyilasi, kepada Jonathan Wilson, berucap bahwa sejak final Piala Dunia 1954, sepak bola Hongaria seperti diam di tempat. Tim Emas Hongaria ini nantinya praktis bubar pada 1956 setelah Sebes dipecat dan Revolusi Hongaria pecah. Sejak itu, prestasi kian menjauh dari gapaian mereka.
ADVERTISEMENT
Hongaria sendiri sempat ambil bagian pada Piala Eropa 2016 lalu. Kala itu, mereka terhenti di 16 besar usai dihantam Belgia 0-4. Turnamen itu adalah turnamen internasional pertama Hongaria sejak Piala Dunia 1986. Dalam kurun waktu yang sama, Jerman Barat berhasil mengumpulkan satu trofi Piala Eropa dan dua trofi Piala Dunia. Jika lima menit saja bisa mengubah segalanya di sepak bola, inilah yang terjadi dalam 64 tahun.