Piala Dunia 1994: Dalam Selebrasi, Bebeto Abadi

31 Mei 2018 17:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bebeto di Piala Dunia 1994. (Foto: AFP/Patrick Hertzog)
zoom-in-whitePerbesar
Bebeto di Piala Dunia 1994. (Foto: AFP/Patrick Hertzog)
ADVERTISEMENT
"Hanya ada satu momen di mana Anda bisa tiba tepat waktu. Kalau Anda tidak ada di sana, Anda berarti datang terlalu awal atau terlambat," kata Johan Cruyff suatu kali. Menit ke-61, detik ke-50, pada pertandingan antara Brasil dan Belanda di perempat final Piala Dunia 1994, Bebeto tiba tepat waktu.
ADVERTISEMENT
Sepuluh detik sebelumnya, kiper Belanda, Ed de Goey, berupaya untuk mengirim bola secepat mungkin ke lini pertahanan Brasil. Saat itu, Belanda dalam posisi tertinggal akibat gol Romario pada menit ke-53. Belanda butuh gol dan mereka harus mendapatkan itu secepat mungkin.
Di lini depan Belanda, Dennis Bergkamp dan Peter van Vossen berduet. Melihat cara bermain kedua penyerang ini, agak aneh sebenarnya jika De Goey memilih untuk melepas umpan panjang. Tak satu pun dari mereka merupakan penyerang yang benar-benar tangguh di udara. Mereka bisa, tetapi bukan ahlinya.
Oleh karena itu, upaya De Goey pun langsung bisa dipatahkan. Bola yang mengarah ke sisi kiri pertahanan Brasil itu dipotong oleh Branco lewat sundulan kepala. Branco sendiri awalnya cuma berniat untuk melakukan sapuan. Akan tetapi, momentum sedang bersahabat kepada Brasil. Bola sundulan sang bek kiri melambung jauh, langsung ke area pertahanan Belanda.
ADVERTISEMENT
Di sana, Romario sudah terjebak offside. Dengan langkah pelan, dia berjalan mundur untuk kembali ke area permainan. Keputusan Romario itu membuat Stan Valckx dan Ronald Koeman lengah. Mereka terlena, menganggap bahwa marabahaya terbesar dari Brasil itu tidak akan punya kesempatan untuk menyerang mereka pada saat itu.
Faktanya, Romario memang tidak menyentuh bola sama sekali. Namun, di situ dia berperan untuk membuka jalan bagi Bebeto yang berdiri kurang lebih dua meter di sebelah kanan belakangnya. Aksi Romario itu membuat bola secara teknis masih dalam area permainan dan sebetulnya bisa disirkulasi ulang untuk membangun serangan.
Namun, miskomunikasi antara Valckx dan Koeman merusak segalanya. Kelengahan itu dimanfaatkan Bebeto untuk mencuri bola. Melihat itu, Valckx langsung bereaksi. Dia mencoba untuk melakukan tekel meski statusnya adalah pemain terakhir. Upaya itu gagal karena Bebeto lebih licin.
ADVERTISEMENT
Dengan tangkas, Bebeto melewati kaitan kaki Valckx. Bola kemudian digiringnya sembari berlari ke arah kotak penalti Belanda. Misi Bebeto belum usai. Di kotak penalti, dia berhadapan dengan De Goey yang berupaya menutup ruang tembak. Namun, sekali lagi, Bebeto lebih licin. Dengan menggoyang pinggulnya ke kiri, Bebeto membelokkan bola keluar dari jangkauan De Goey. Tanpa basa-basi lagi, bola pun diceploskannya ke gawang kosong.
Gol itu, dari perspektif mana pun, tergolong indah. Ada berbagai faktor yang bermain pada terciptanya gol tersebut. Momentum, kecepatan, kecerdasan, kelincahan, semua ada di sana. Namun, itu semua belum seberapa jika dibandingkan dengan bagaimana Bebeto melakukan selebrasi.
Perlu diketahui bahwa pada pertandingan tersebut, Bebeto sebelumnya sudah berkontribusi atas terciptanya gol Romario. Memanfaatkan umpan panjang dari belakang, Bebeto menyisir sayap kiri dan mengadali Koeman yang telah melambat. Bebeto lantas mengirim umpan tarik dan tanpa kesulitan, Romario sukses membelokkan bola masuk ke gawang De Goey.
ADVERTISEMENT
Satu gol dan satu assist. Hari itu memang harinya Bebeto.
Masih dalam keadaan berlari, Bebeto mengangkat tangannya setinggi dada dan digoyang-goyangkannya seperti sedang menimang bayi. Laju Bebeto berhenti tak jauh dari tiang sudut di sisi kiri pertahanan Belanda. Meski kakinya tak lagi bergerak, tangannya masih bergoyang. Tak lama berselang, Romario dan Mazinho datang. Mereka berdua turut merayakan apa yang dirayakan Bebeto.
Tentu ada alasan mengapa Bebeto merayakan gol dengan cara seperti itu. Tak hanya sebagai pemain, sebagai seorang pria pun dia tengah berbahagia. Dua hari sebelum laga melawan Belanda itu, tepatnya pada 7 Juli 1994, putranya lahir. Oleh Bebeto yang bernama lengkap José Roberto Gama de Oliveira, anak lelaki itu diberi nama Mattheus Oliveira. Kini, Mattheus pun telah menjadi pesepak bola.
ADVERTISEMENT
Sudah tak terhitung berapa banyak selebrasi unik dan kreatif yang dilakukan para pesepak bola. Namun, tak semuanya berhak untuk menyandang status ikonik. Selebrasi milik Bebeto ini, selain unik, pada akhirnya juga menjadi sesuatu yang ikonik. Bahkan, ketika Piala Dunia 1994 diceriterakan, mustahil selebrasi ini tak tersebut di narasinya.
Selebrasi Bebeto (Foto: FIFA TV)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi Bebeto (Foto: FIFA TV)
Agar sebuah selebrasi bisa menjadi ikonik, tentu ada beberapa syarat yang kudu dipenuhi. Selain soal bagaimana selebrasi itu dieksekusi, di saat seperti apa ia dilakukan dan siapa yang melakukan jelas memegang peranan penting. Selebrasi 'kursi dokter gigi' Paul Gascoigne pastinya bakal lebih diingat dibanding selebrasi 'duduk di tribune' dari Emanuel Rosyu.
Selebrasi gol Bebeto ini levelnya sejajar dengan perayaan gol milik Gascoigne. Di sana, ada pula selebrasi milik Marco Tardelli, Fabio Grosso, serta Brian Laudrup. Persamaannya, mereka adalah pemain-pemain kelas dunia yang mencetak gol penting di ajang berkelas dunia. Oleh karenanya, khalayak pun lebih mudah dalam merekamnya dalam memori kolektif.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang pemain, Bebeto adalah salah satu yang terbaik dari Brasil. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, hanya 178 cm. Namun, kecepatan, teknik, dan insting mencetak gol membuat sosok kelahiran 16 Februari 1964 ini tak benar-benar membutuhkan fisik yang kuat.
Ketika memperkuat Brasil di Piala Dunia 1994 itu, Bebeto tengah berada dalam puncak kariernya. Saat itu, dia berstatus sebagai pemain Deportivo La Coruna. Pada musim 1992/93 yang merupakan musim pertamanya di klub asal Provinsi Galicia tersebut, Bebeto sukses mencetak 29 gol untuk meraih gelar El Pichichi. Lalu, pada musim 1993/94, dia membawa Depor menjadi runner-up di La Liga.
Bagi Bebeto, Depor adalah satu dari dua klub Eropa yang pernah dia perkuat. Satu klub lainnya adalah Sevilla yang dia bela pada 1997. Sebelum datang ke Depor, dirinya bermain untuk Vitoria, Flamengo, dan Vasco da Gama di Liga Brasil. Setelahnya, dia menjadi pengelana bersama klub-klub Brasil, Jepang, bahkan Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Bebeto beraksi bersama Deportivo. (Foto: AFP/Gerard Julien)
zoom-in-whitePerbesar
Bebeto beraksi bersama Deportivo. (Foto: AFP/Gerard Julien)
Di Tim Nasional (Timnas) Brasil, Bebeto merupakan pencetak gol terbanyak keenam sepanjang masa. Koleksi 39 golnya hanya bisa diungguli oleh Pele (77), Ronaldo (62), Romario (55), Neymar (53), dan Zico (48). Jumlah gol sekian didapat pria kelahiran Salvador ini dari 75 pertandingan.
Pada Piala Dunia 1994 itu, Brasil akhirnya keluar sebagai juara usai menundukkan Italia lewat adu penalti di final. Bebeto sendiri mengakhiri turnamen dengan koleksi tiga gol. Selain saat menghadapi Belanda, dua gol Bebeto lainnya didapat kala Selecao mengalahkan Kamerun di fase grup dan tuan rumah Amerika Serikat di 16 besar.
Kehebatan Bebeto di Piala Dunia 1994 itu membuatnya kembali dipanggil ke Timnas pada edisi 1998. Di situ, dia masih mampu menunjukkan tajinya. Bertandem dengan Ronaldo, Bebeto kembali mencetak tiga gol. Namun, gelar juara akhirnya lepas dari genggaman setelah pada partai final Brasil dikalahkan Prancis.
ADVERTISEMENT
Final Piala Dunia 1998 itu menjadi penutup karier emas Bebeto bersama Timnas Brasil. Setelahnya, performa ayah tiga anak ini menurun sampai akhirnya memutuskan pensiun pada 2002. Total, selama 13 tahun memperkuat Brasil, Bebeto berhasil mempersembahkan satu Piala Dunia, satu Copa America, dan satu Piala Konfederasi.
Dalam buku sejarah sepak bola Brasil, entri tentang Bebeto bisa dipastikan tidak akan sepanjang milik Pele, Ronaldo, Zico, Romario, Ronaldinho, Garrincha, Rivaldo, atau bahkan Neymar. Namun, Bebeto punya satu hal yang tidak dimiliki para legenda agung lain itu. Selebrasi menimang bayi yang dilakukannya di Rose Bowl, Pasadena, itu adalah pengingat bagi dunia bahwa pada suatu masa, seorang bomber hebat bernama Bebeto pernah bermain untuk Brasil.
ADVERTISEMENT