Pogba Tampil Buruk? Salahkan Mourinho

22 Februari 2018 13:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pogba pada laga melawan Sevilla. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
zoom-in-whitePerbesar
Pogba pada laga melawan Sevilla. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih belum ada tempat untuk Paul Labile Pogba di tim inti Manchester United. Setidaknya begitu sampai laga 16 besar Liga Champions antara Sevilla dan United di Ramon Sanchez Pizjuan, Kamis (22/2/2018) dini hari WIB, berjalan 17 menit.
ADVERTISEMENT
Tak ada pemenang dari laga itu, kecuali mungkin David de Gea yang membuat dua penyelamatan gemilang, dan tentunya tidak dengan Pogba serta Jose Mourinho. Apa yang terjadi di markas Sevilla itu hanya menunjukkan betapa buruknya relasi dua figur terpenting di skuat Manchester United tersebut saat ini.
Pogba gagal mengangkat permainan United yang sudah kadung berada di bawah ketiak tuan rumah. Walau sempat membuat 5 dribel, 1 tekel, 65 sentuhan, dan 1 tembakan, Pogba tetap tidak bisa mempersembahkan kemenangan bagi timnya. Padahal, ketika diturunkan, Pogba sudah bermain di posisi favoritnya sebagai salah satu dari tiga gelandang tengah dalam formasi 4-3-3.
Lantas, kalau sudah begini siapa yang patut dipersalahkan? Mourinho atau Pogba sendiri? Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita mendedah terlebih dahulu seperti apa sebenarnya peran Pogba di skuat milik Mourinho.
ADVERTISEMENT
Formasi 4-2-3-1 selama ini adalah formasi kesukaan Mourinho. Formasi ini sudah dipakainya 20 kali musim ini. Sisanya, Mourinho juga telah menggunakan formasi 4-3-3, 3-4-1-2, dan 3-4-2-1. Sebagai pemain inti, Pogba pun tentunya paling kerap dimainkan di formasi 4-2-3-1.
Awalnya, formasi 4-2-3-1 ini disebut sebagai biang kerok dari buruknya penampilan Pogba. Seperti halnya pada gelaran Euro 2016 bersama Tim Nasional (Timnas) Prancis, dalam formasi 4-2-3-1 ini Pogba dimainkan sebagai salah satu dari dua gelandang poros. Biasanya, dia didampingi oleh seorang jangkar stasioner, Nemanja Matic di United dan N'Golo Kante di Timnas Prancis. Dengan demikian, Pogba pun kebagian peran sebagai pembagi bola.
Peran inilah yang disebut Paul Scholes sebagai penghambat permainan Pogba. Menurut legenda United itu, Pogba bukannya tidak bisa menjadi pembagi bola. Akan tetapi, sebagai pembagi bola, Pogba adalah pemain yang kualitasnya rata-rata. Untuk mengoptimalkan Pogba, menurut Scholes, Mourinho seharusnya memainkan Pogba dalam formasi 4-3-3.
ADVERTISEMENT
Dalam formasi 4-3-3, idealnya ada tiga jenis gelandang berbeda: gelandang petarung, pembagi bola, dan gelandang box-to-box. Nah, Pogba adalah gelandang box-to-box yang punya kualitas teknik serta energi luar biasa. Di Juventus, peran inilah yang diemban Pogba hingga akhirnya dia sempat menjadi pemain termahal dunia.
Dengan bermain sebagai gelandang poros dalam formasi 4-2-3-1, apa yang menjadi kelebihan Pogba justru dilimitasi. Dia tak lagi bebas bergerak merangsek ke depan untuk mencetak gol. Maka dari itu, Pogba yang menjadi pemain termahal dunia itu pun tak lagi tampak.
Mourinho memberi instruksi pada Pogba. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
zoom-in-whitePerbesar
Mourinho memberi instruksi pada Pogba. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
Namun, ketika bermain di formasi 4-3-3 pun Pogba di United belum bisa kembali ke performa puncak seperti saat bermain untuk Juventus. Untuk itu, komposisi gelandang United-lah yang sebenarnya menjadi problem.
ADVERTISEMENT
Saat ini, United tidak punya pengatur serangan sama sekali. Serangan-serangan yang dilakukan United pun menjadi terlalu sporadis dengan mengandalkan kemampuan individual. Tanpa struktur yang apik, sebenarnya tak cuma Pogba yang gagal bersinar. Alexis Sanchez yang baru didatangkan pun sampai sekarang belum bisa tampil optimal.
Apabila United bermain dengan formasi 4-3-3, tiga gelandang terbaik yang dimiliki United adalah Pogba, Matic, serta Ander Herrera. Dari tiga pemain itu, tak ada satu pun yang memiliki kemampuan membagi bola dengan baik dan benar. Matic adalah pemain jangkar yang bergerak secara stasioner di depan empat bek, sementara Herrera adalah pemain yang bertugas untuk mencegat pergerakan musuh. Hal itu jelas berbeda dengan situasi yang dialami Pogba di Juventus.
ADVERTISEMENT
Di Juventus dulu, Pogba bermain bersama Andrea Pirlo sebagai pembagi bola serta Arturo Vidal dan Claudio Marchisio yang merupakan gelandang all-rounder. Artinya, setiap personel lini tengah Juventus ketika itu punya tugas spesifik yang tidak saling tumpang tindih. Dengan demikian, Pogba--dan pemain-pemain lainnya--bisa lebih leluasa menjalankan tugas mereka masing-masing.
Hal itu tidak ditemukan Pogba di United. Dalam formasi 4-3-3 tadi, tanpa keberadaan pembagi bola yang baik, Pogba pun dituntut untuk menjadi pembagi bola sekaligus gelandang box-to-box. Inilah yang membuat pemain keturunan Guinea itu jadi kesulitan. Beban kerjanya meningkat dan tak ada satu pun dari dua peran itu yang bisa dia jalankan sepenuhnya.
Pogba berduel dengan Ever Banega. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
zoom-in-whitePerbesar
Pogba berduel dengan Ever Banega. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
Maka dari itu, tak heran jika muncul pemberitaan bahwa Pogba tidak betah dan menyesal telah pindah ke United. Sebagai klub dengan kekuatan finansial jauh lebih besar dibanding Juventus, 'Iblis Merah' seharusnya bisa mengakomodasi Pogba dengan pemain-pemain yang pas untuk menjadi rekannya. Akan tetapi, kenyataannya tidak seperti itu. Di saat mereka butuh pengatur permainan, United justru mendatangkan winger. Kira-kira seperti itu.
ADVERTISEMENT
Apa yang terjadi pada Pogba ini kemudian mengundang kritikan dari berbagai pihak. Jamie Redknapp, misalnya, menyebut bahwa Pogba adalah sumber masalah United. Menurut Redknapp, Pogba seharusnya bisa menjadi figur pemimpin di lini tengah United.
Redknapp sebenarnya tidak salah, tetapi dia terlalu menyederhanakan masalah. Pogba tidak tampil bagus bukan karena dia tidak mampu mengemban tanggung jawab sebagai pemimpin, tetapi karena dia tak mendapat sokongan taktikal memadai. Hal ini disebabkan oleh kegagalan Mourinho membangun tim di sekeliling Pogba yang notabene merupakan pemain terbaik tim.
Bagi tim seperti United, masalah seperti ini seharusnya bisa dirampungkan dengan mudah. Alih-alih penyerang, United seharusnya menjadikan seorang pengatur serangan sebagai buruan utama. Dengan demikian, tugas Pogba bisa menjadi lebih ringan. Namun, semuanya tentu kembali kepada Mourinho sendiri. Sebagai manajer, dialah sosok yang berhak untuk menentukan siapa-siapa yang bisa masuk skuatnya.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, masalah utama sebenarnya bukan ada pada diri Pogba, melainkan Mourinho. Selain gagal membangun tim di sekeliling Pogba, Mourinho juga tak membantu siapa-siapa dengan terus membuat keputusan yang mengalienasi pemain binaan Le Havre tersebut. Toh, nyatanya tanpa Pogba, United juga tidak bisa tampil optimal.