Profil Farmel FC: Berawal dari Obrolan Kopi, Kini Dituduh Mafia Bola

7 Maret 2022 19:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Farmel FC, klub Liga 3 2021/22. Foto: Farmel FC
zoom-in-whitePerbesar
Farmel FC, klub Liga 3 2021/22. Foto: Farmel FC
ADVERTISEMENT
Farmel FC kini sedang menjadi sorotan. Klub yang berkompetisi di Liga 3 itu banyak dirundung dengan berbagai tuduhan, seperti sering diuntungkan wasit dan oknum mafia bola.
ADVERTISEMENT
Teranyar, laga Farmel FC melawan Persikota di 32 besar Liga 3 2021/22 putaran nasional, Minggu (6/3), berakhir rusuh. Laga dihentikan prematur dan Farmel FC dinyatakan menang 3-0.
Selain itu, Farmel FC juga dinilai telah diuntungkan wasit saat melawan NZR Sumbersari dan Bandung United pada laga-laga sebelumnya. Dari sinilah, kecurigaan berkembang.
Akan tetapi, ramai-ramai soal tuduhan yang mengarah kepada mereka dibantah oleh pemilik Farmel FC, Eko Setyawan. Pria asal Bojonegoro ini menerangkan bagaimana kisah awal berdirinya Farmel FC.
Farmel FC, klub Liga 3 2021/22. Foto: Farmel FC
Meski berasal dari Jawa Timur, Eko berdomisili di Karawaci, Tangerang. Inisiatif berkecimpung di dunia sepak bola dimulai dari minat sang anak kepada dunia 'si Kulit Bundar'.
"Farmel FC tadinya hanya obrolan kopi, terus jadi klub. Jadi, saya itu punya anak usia 6 tahun yang saya sekolahkan sepak bola di ISCI Ciputat, sementara saya tinggal di Karawaci," kisah Eko kepada kumparan, Senin (7/3).
ADVERTISEMENT
"Setiap jam 6 pagi, saya harus gendong dia yang masih tidur, sampai bawa bantal di mobil, untuk antar dia ke sana. Jam 7 sampai sana, ia ganti baju, lalu jam setengah 8 dia latihan bersama teman-temannya. Itu berjalan selama 1 tahun karena anak saya suka sepak bola," lanjutnya.
Jarak dari Karawaci ke Ciputat itu cukup jauh yang biasanya ditempuhnya sekitar 45 menit. Maka dari itu, Eko kemudian berinisiatif untuk membuat sekolah sepak bola (SSB) sendiri.
Owner Farmel FC, Eko Setyawan. Foto: Farmel FC
"Kemudian, dalam 1 tahun itu, saya putuskan buat SSB di Karawaci. SSB itu tak dikomersilkan, saya kasih anak-anak yang mau main sepak bola gratis, saya kasih seragam, pelatih, minum susu sehabis latihan. Gratis, enggak ada yang bayar. Itu berjalan selama 2 tahun," terangnya.
ADVERTISEMENT
Tadinya, Eko memakai nama FIFA Farmel. FIFA adalah singkatan dari Farmel Is still Football Academy. Farmel sendiri gabungan 2 nama anaknya, Fardan dan Amel. Eko sendiri juga punya perusahaan Water Treament dengan nama Farmel.
Adapun, alasan dirinya lalu mengubah Farmel FC menjadi klub sepak bola adalah agar anak-anak di SSB-nya bisa ikut main di Piala Soeratin. Ini saran dari tim kepelatihannya kala itu.
"Kemudian, dari situ, saya mengobrol-ngobrol dengan teman-teman pelatih. Dari situ, mereka mengusulkan agar SSB itu dibikin klub saja agar ada wadah bagi anak-anak U-13, U-15, dan U-17 main di Piala Soeratin," terangnya.
Farmel FC, tim Liga 3. Foto: Instagram/@farmelfc
"Jadi, saya mengurus legalitasnya, sampai kami diresmikan oleh PSSI pusat sebagai anggota pada 2021, jadi bisa main di Liga 3," lanjut Eko Setyawan.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, Asosiasi Provinsi PSSI Banten lalu meresmikan 8 klub baru sebagai calon anggota saat pelaksanaan Ordinary Congress 2020 di Kota Serang pada 10 Januari 2021. Salah satu klubnya adalah Farmel FC.
Farmel FC melakukan debutnya di sepak bola Indonesia di Liga 3 musim 2021/22. Berawal dari Zona Banten, mereka kini telah sampai di babak 16 besar. Eko tak menampik bahwa impian ke Liga 2 dan Liga 1 itu ada.
"Jelas, kami memiliki mimpi itu. Seseorang kalau sudah naik kelas, harapannya naik ke kelas berikutnya. Saya tak mau lama-lama di Liga 3, makanya saya berani berkorban untuk mendidik pemain dalam jangka waktu lama," jelasnya.
Owner Farmel FC, Eko Setyawan. Foto: Farmel FC
Terkait tudingan Farmel FC adalah klub mafia bola, Eko Setyawan tegas membantah. Ia bahkan mengaku tak kenal banyak orang di persepakbolaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Kami sampai di 16 besar Liga 3 orang-orang kaget, 'Farmel FC siapa?'. Banyak sekali bully-an kepada kami, kami dituduh mafia. Boro-boro kami mafia, kami enggak kenal siapa-siapa," tuturnya.
"Jangankan mafia, orang di PSSI pusat juga kami tidak kenal. Kami cuma orang hobi sepak bola. Terlalu jauh kalau netizen bilang kami adalah mafia bola, ngatur wasit, boro-boro, kenal wasitnya juga tidak."
"Jadi, saya agak sedih dibilang mafia bola, kami enggak tahu apa-apa, cuma grassroots dari bawah yang melakukan persiapan dan perekrutan pemain dengan benar, makanya bisa ke 16 besar Liga 3. Kami bukannya diuntungkan wasit. Kalaupun terlihat begitu, itu mungkin karena Dewi Fortuna," tandasnya.