Revierderby, Romantisme dan Rivalitas para Pekerja Tambang

6 Desember 2018 18:58 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Raphael Guerreiro berduel dengan Nastasic. (Foto:  REUTERS/Wolfgang Rattay)
zoom-in-whitePerbesar
Raphael Guerreiro berduel dengan Nastasic. (Foto: REUTERS/Wolfgang Rattay)
ADVERTISEMENT
Dua perantauan di Lembah Ruhr bertemu dalam satu lapangan yang sama, menendang bola dalam satu romantisme yang serupa. Ini menyoal Schalke 04 dan Borussia Dortmund. Revierderby.
ADVERTISEMENT
Mari bermain dengan waktu dan bergegas melancong ke Jerman era 1900-an awal. Bila sudah sampai di sana, kita akan menyaksikan bagaimana sepak bola sudah dimainkan di tingkat perguruan tinggi di seantero Provinsi Rhein.
Tapi, sepak bola ala universitas itu bukan tujuan utama kita. Berangkatlah ke kawasan Lembah Ruhr, wilayah yang dalam Bahasa Jerman disebut dengan Ruhrgebiet atau juga acap dikenal sebagai Revier. Di sana, kita akan melihat kota-kota industri tua yang atmosfernya seperti Manchester.
Selayaknya kota industri, apalagi pusat industri baru, ia kerap menjadi labuhan para pendatang yang mencari pekerjaan. Ruhr sendiri terkenal dengan area pertambangannya. Mereka yang datang ke kota ini adalah orang-orang yang mencari peruntungan sebagai pekerja tambang.
ADVERTISEMENT
Para pendatang adalah orang asing yang tak jarang kesulitan untuk mendapatkan tempat. Maka, mereka membutuhkan bekal demi mendapatkan pengakuan. Beruntunglah karena sepak bola sering berpihak pada para pecundang dan orang asing. Entah mana yang sebenarnya terjadi, orang-orang ini menemukan sepak bola atau sepak bola yang datang mencari mereka. Yang jelas, keduanya bertemu, berkawan, dan menjadi karib kental.
Menjadi pendukung klub sepak bola di suatu wilayah akan membuatmu mendapatkan rumah dan keluarga baru. Berangkat dari kenyataan ini, Simon Kuper dan Stefan Szymanski dalam bukunya, Soccernomics, berkisah mengapa sepak bola memiliki arti yang lebih penting di wilayah atau kota macam ini ketimbang ibu kota atau kota yang memiliki hierarki yang sudah lama tertanam.
ADVERTISEMENT
Pemain Schalke merayakan gol. (Foto: Reuters//Leon Kuegeler)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Schalke merayakan gol. (Foto: Reuters//Leon Kuegeler)
Di awal 1900-an, lahir klub-klub sepak bola kelas pekerja. Sebutlah Schalke (dari Gelsenkirchen) yang lahir pada 1904 dan dulu bernama Westfalia Schalke, Vogelheimer SV pada 1907 yang sekarang dikenal dengan nama SC Rot-Weiss Essen, dan Dortmund pada 1909.
Lucunya, Dortmund tidak melulu tentang kelas pekerja. Klub ini juga dikenal sebagai kongregasi pemuda Katolik dan kaum intelektual. Hanya, status yang terkesan religius dan elite ini tak membuat mereka kehilangan cinta dari masyarakat kelas pekerja di kotanya.
Lebih lanjut, Kuper dan Szymanski menjelaskan bahwa di era itu tim-tim ibu kota tak ubahnya sekumpulan pemain semenjana yang tak layak buat dikhawatirkan. Fenomena ini seperti menegaskan bahwa di era itu, ibu kota tidak memiliki kepentingan untuk merebut superioritas di ranah sepak bola. Sebabnya, mereka tak membutuhkan sepak bola untuk mendapatkan kejayaan. Ibu kota tidak perlu membonceng nama besar klub sepak bola untuk menimang pengakuan.
ADVERTISEMENT
Orang-orang romantis percaya bahwa sepak bola adalah jalan keluar. Sir Alex Ferguson dalam buku biografinya pernah bercerita tentang apa artinya sepak bola bagi para pekerja tambang.
Sebagai buruh tambang, upah yang mereka terima setiap minggunya tak seberapa. Itu belum ditambah dengan kerasnya kehidupan kerja di pertambangan. Setiap Jumat mereka akan diupah, lantas pada akhir pekan, entah seperberapa dari uang ini akan digunakan untuk menonton sepak bola sambil minum-minum di bar lokal.
Mereka tak cuma merayakan kemenangan saat tim jagoan menang, tapi terlarut, ikut menyatu dalam kemenangan. Orang-orang ini menjadi bagian dari skuat yang menghajar lawan atau mengangkat trofi. Dijejali kekalahan dalam lima hari, mereka akhirnya merasakan kemenangan di satu hari.
ADVERTISEMENT
Bagi para pekerja, sepak bola ibarat pintu ke mana saja milik Doraemon. Pintu ini dapat mengantarkan mereka pada kemenangan dan kejayaan. Pintu ini mampu membawa mereka pada elu-elu, pengakuan, dan kehormatan.
Sepak bola menolak untuk menjadi sama. Ia tidak pernah menjadi kawan yang terlampau terlalu karib dengan prediksi. Sepak bola kerap membangkang dari sangkaan, berkhianat dari dugaan. Begitu pula dengan sepak bola di Eropa sana.
Tadinya, orang-orang London tak akan percaya bahwa klub mereka bakal menjadi yang nomor satu di Eropa. Awalnya, orang-orang Paris menganggap, membayangkan klub Paris begitu diperhitungkan di pentas antarklub Eropa sama dengan bersikap naif.
Schalke vs Dortmund. (Foto: Reuters//Leon Kuegeler)
zoom-in-whitePerbesar
Schalke vs Dortmund. (Foto: Reuters//Leon Kuegeler)
Namun, sepak bola berubah. Pada kenyataannya, peta kekuatan sepak bola berubah. London merayakan gelar juara Liga Champions berkat Chelsea. Orang-orang Paris bisa sesumbar di tengah pekan berkat pemain-pemain bintang yang merumput bersama Paris Saint-Germain. Itu jugalah yang terjadi di Jerman. Muenchen yang tadinya tak lebih dari kota besar yang kuat dalam perekonomian dan hierarki berubah menjadi kota juara di ranah sepak bola Eropa.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, fenomena ini seperti menjadi bukti bahwa kota industri adalah fenomena di era tertentu. Era tak mau tinggal tetap. Era berputar, bergeser, dan mengubah satu hal menjadi usang lewat kehadiran hal-hal baru.
Revolusi industri berakhir. Pelabuhan dan bangunan pabrik kosong menjadi peninggalan industrialisasi. Kabar baiknya, warisan era kejayaan itu tak melulu tentang kesuraman, tapi juga klub-klub sepak bola yang kini masih bertahan--termasuk Schalke dan Dortmund.
Inilah yang menyebabkan Revierderby menjadi penting. Pertemuan Schalke dan Dortmund dalam satu arena yang sama adalah penanda bahwa mereka yang tadinya tak dianggap belum kehilangan eksistensinya. Walau juara baru datang dan peta kekuatan sepak bola Jerman bergeser, Dortmund dan Schalke belum menjadi sekadar kenangan. Mereka masih ada, masih bertanding, dan masih beradu sengit dalam satu laga derbi.
ADVERTISEMENT
Revierderby adalah laga yang unik. Laga ini kerap mempertontonkan pertandingan menarik yang memberikan kepuasan tersendiri bagi para penonton netral dan kecemasan setinggi langit bagi masing-masing suporter. Untuk membuktikannya kita hanya harus melihat kembali pada Bundesliga edisi 1965/66, 1997/98, 2000/01, 2008/09, atau 2017/18 sebagai yang terdekat.
Ada banyak spekulasi tentang rivalitas keduanya. Ada anggapan yang muncul bahwa sekitar 1925-an, keduanya kerap bertemu dalam uji tanding. Maklum, di era itu sepak bola Jerman belum mengenal Bundesliga.
Dari pertandingan-pertandingan inilah bibit rivalitas tersebar, apalagi pertemuan keduanya juga memancing perjudian. Ada banyak pendukung kedua tim yang bertaruh. Karena di masa itu Schalke kerap menang, pendukung Dortmund banyak yang merugi. Maka, muncullah friksi antara kedua kelompok suporter.
ADVERTISEMENT
Sial bagi kelompok Schalke, masa kejayaan mereka di era 1930-an juga kerap dikait-kaitkan dengan Adolf Hitler. Mitos yang beredar, Hitler menjadi sosok yang mendukung kerap memberikan bantuan kepada Schalke. Mitos itu lahir karena saat Nazi berkuasa dalam rentang waktu 1933 hingga 1945, Schalke tampil sebagai tim yang trengginas dengan merengkuh enam gelar juara Gauliga Westphalia dan satu DFB Pokal.
Borussia Dortmund rayakan kemenangan dramatis atas Augsburg. (Foto: REUTERS/Leon Kuegeler)
zoom-in-whitePerbesar
Borussia Dortmund rayakan kemenangan dramatis atas Augsburg. (Foto: REUTERS/Leon Kuegeler)
Sebagai catatan, Gauliga Westphalia adalah bagian dari Gauliga, kompetisi Liga Jerman yang dibentuk ulang oleh Nazi. Sebelum era Nazi, kompetisi sepak bola Jerman sudah ada sejak 1903. Untuk menyederhanakan, mari menyebutnya dengan National Championship. Untuk dapat berlaga di putaran final ini, klub-klub harus menjuarai kompetisi regional dulu.
ADVERTISEMENT
Pada 1903, wilayah kompetisinya masih dibagi menjadi empat bagian. Sampai pada 1911, kompetisi terbagi dalam delapan wilayah. Namun, sejak 1912 hingga 1933 jumlahnya berkurang menjadi tujuh wilayah.
Begitu Nazi berkuasa, sepak bola tak luput dari perhatian. Mereka masuk dan mengorganisir ulang sistem liga menjadi Gauliga. Schalke dan Dortmund bertarung di Gauliga Westphalia (Wilayah Barat). Usai keruntuhan Nazi, nama liga kembali mengusung nama baru, kali ini Oberliga. Baru pada 1963, Bundesliga dibentuk. Ya, pokoknya rumit.
Kembali pada isu yang menghantui Schalke, bentuknya macam-macam, mulai dari bantuan dana dari Hitler hingga keistimewaan yang membuat para pemain Schalke diizinkan untuk tidak turun ke medan perang. Di sisi lain, mitos ini juga bercerita bahwa sejak dulu Dortmund kerap menolak uluran tangan Nazi.
ADVERTISEMENT
Pada 2008, The Times bahkan merilis tulisan berjudul 'The 50 Worst Football Fans' yang juga menjelaskan hubungan terlarang antara Hitler dan Schalke. Namun, pada 2014, pihak Schalke sudah membantah dugaan Times tersebut dan mengirimkan surat kepada media yang satu ini. Maka tak heran, hampir di setiap Revierderby menggaung ejekan 'fasis fasis' yang ditujukan pendukung Dortmund kepada suporter Schalke.
Pada dasarnya, membuktikan kebenaran mitos tersebut adalah perkara sulit walau tak mustahil. Di satu sisi, tak ada orang Jerman modern yang bakal mengakui keberpihakan mereka pada Nazi. Di sisi lain, bukti sejarah kuat memang belum pernah muncul.
Terlepas dari benar atau tidaknya isu tersebut, yang jelas rivalitas kedua klub memanas. Selepas Perang Dunia II, prestasi Dortmund mulai menanjak. Schalke juga bukannya nirgelar. Pada 1958, mereka kembali menjadi juara liga. Sementara, pada 1956 dan 1957, Dortmund-lah yang menjadi juara. Tapi, sekuat-kuatnya Schalke bertahan, Dortmund juga yang unggul.
ADVERTISEMENT
Bertambah pelik bagi Schalke karena seusai kekuasaan NAZI itu, prestasi mereka merosot. Gengsi antara dua kota yang berada dalam satu kawasan yang sama boleh dibilang sebagai akar rivalitas yang paling valid. Saking panasnya, konon muncul aturan bahwa suporter Schalke tidak boleh bekerja atau tinggal di Dortmund dan sebaliknya, suporter Dortmund tidak boleh mencari penghidupan di Gelsenkirchen.
***
Rivalitas Schalke dan Dortmund adalah rivalitas yang unik karena membuktikan bahwa sepak bola Jerman tidak melulu tentang Bayern. Keruntuhan industri tambang di Lembah Ruhr boleh mewariskan peninggalan muram. Namun, seruntuh-runtuhnya mereka, stadion sepak bola tetap penuh dengan kecintaan suporter yang tak luntur. Revierderby adalah laga yang berdiri pada satu romantisme yang sama, laga yang berkisah bahwa ranah sepak bola Jerman selalu punya ruang bagi para pejalan jauh.
ADVERTISEMENT
=====
Laga pekan ke-14 Bundesliga 2018/19 yang mempertemukan Schalke 04 dan Borussia Dortmund akan digelar pada Sabtu (9/12/2018) di Veltins-Arena. Sepak mula akan berlangsung pada pukul 21:30 WIB.