Saat Juventus Mengangkat "Si Kuping Besar" di Olimpico

30 Mei 2017 14:14 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Del Piero bersama piala Liga Champions. (Foto: WIkimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Del Piero bersama piala Liga Champions. (Foto: WIkimedia Commons)
Di Stade de la Beaujoire, 17 April 1996, Juventus menjalani laga semifinal leg kedua Liga Champions melawan tuan rumah, Nantes. Laga berakhir, "Si Nyonya Tua" kalah dari tim kuda hitam asal Prancis itu dengan skor 2-3. Akan tetapi, hasil itu tak berpengaruh apa-apa. Juventus tetap lolos ke partai final karena di leg pertama, mereka berhasil menghempaskan Nantes 2-0.
ADVERTISEMENT
Di belahan Eropa lain, tepatnya di Belanda, laga semifinal leg kedua lain tengah dihelat. Tuan rumah Ajax sedang menjamu tamu dari Yunani, Panathinaikos. Ajax kalah 0-1 pada leg pertama. Namun pada laga di Amsterdam ArenA ini, mereka berhasil menang --bahkan dengan skor telak 3-0. Ajax pun menjadi lawan Juventus di partai final.
Satu bulan lebih lima hari setelah laga semifinal leg kedua itu, partai final Liga Champions musim 1995/96 dihelat. Stadio Olimpico, Roma, yang jadi arenanya. 67 ribu penonton --yang 50 ribu di antaranya adalah pendukung Juventus, memadati stadion megah itu.
Suporter Juventus merayakan kemenangan. (Foto: Reuters/Giorgio Perottino)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Juventus merayakan kemenangan. (Foto: Reuters/Giorgio Perottino)
Namun Ajax datang tanpa gentar. Kebetulan, mereka juga adalah unggulan di laga kali ini. Bukan tanpa sebab memang. Ajax berstatus sebagai juara bertahan di turnamen ini. Timnya Louis van Gaal kala itu adalah salah satu yang paling ditakutkan di Eropa.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, mereka memiliki deretan pemain-pemain muda yang amat berbakat. Ditopang pemain senior seperti Edwin van der Sar dan Frank de Boer, pemain-pemain muda seperti Edgar Davids, Nwankwo Kanu, Jari Litmanen, hingga Patrick Kluivert menjadikan Ajax hegemon baru di Eropa.
Van Gaal, pada malam di Olimpico itu, menurunkan formasi 3-1-2-1-3. Trio lini belakang diisi oleh Sonny Silooy, sang kapten Daley Blind, dan Winston Bogarade. Frank de Boer berdiri di depan tiga pemain itu sebagai jangkar. Sementara yang mengisi pos dua gelandang tengah di depan De Boer adalah dua sosok bertenaga kuda, Edgar Davids dan Ronald de Boer.
Litmanen kemudian berdiri di belakang tiga pemain depan. Ia ditugaskan Van Gaal sebagai kreator serangan dengan area bermain seluas dan sebebas mungkin. Di depan, dua sisi sayap Ajax diisi oleh dua pemain cepat. Finidi George di kanan dan Kiki Musampa di kiri. Sementara Kanu, berada di tengah sebagai seorang target man.
ADVERTISEMENT
Juventus boleh disebut sebagai underdog pada laga final kali ini. Di musim sebelumnya, mereka memang meraih dua gelar domestik, Serie A dan Coppa Italia. Namun, mereka sudah delapan musim absen dari kompetisi paling bergengsi di Eropa ini, belum lagi, Marcelo Lippi baru dua musim duduk di kursi pelatih. Tetapi Lippi juga tak gentar.
Pelatih legendaris Juventus, Marcelo Lippi. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih legendaris Juventus, Marcelo Lippi. (Foto: Wikimedia Commons)
Pelatih berkacamata itu menurunkan formasi plus susunan pemain terbaiknya di laga ini. Dengan formasi 4-3-3, quartet di lini belakang dihuni oleh Ciro Ferrara dan Pietro Vierchowod sebagai bek tengah, serta Moreno Torricelli dan Gianluca Pessotto sebagai bek sayap kanan dan kiri. Mereka mengawal Angelo Peruzzi yang bertugas menjaga gawang.
Tiga gelandang tengah "Si Nyonya Tua" dihuni oleh komposisi yang pas. Ada Paulo Sousa yang begitu kuat, Antonio Conte yang amat "rakus", dan Didier Deschamps yang cerdas. Sementara tiga pos depan diisi oleh trio berbahaya, Alessandro Del Piero, Fabrizio Ravanelli, dan Gianluca Vialli.
ADVERTISEMENT
Ketiga pemain depan inilah kunci taktik Lippi karena sesungguhnya, tugas mereka di pertandingan ini tak hanya menyerang, namun juga ikut turun ke tengah serta melakukan pressing ketat kepada lini belakang Ajax.
Benar saja, dengan taktik yang diterapkan Lippi, Ajax terkurung, tak mampu berbuat banyak. Juventus langsung menggebrak. Dua peluang dari Ravanelli dan Torricelli sudah mampu mengancam gawang Van Der Sar. Dan hasilnya, laga baru berjalan 13 menit, mereka sudah unggul.
Kesalahan De Boer dalam melakukan sapuan, membuat bola justru mendekat ke gawangnya sendiri. Ravanelli kemudian memburu bola liar itu. Dengan cerdik pria berambut putih itu kemudian melewati Van Der Sar yang mencoba mencuri bola. Dari sudut sempit di sisi kanan, ia kemudian melepaskan tendangan yang meluncur ke dalam gawang Ajax. Juventus unggul 1-0.
ADVERTISEMENT
Pasukan Van Gaal kemudian langsung bereaksi. Mereka keluar dari tekanan dan perlahan-lahan mampu menyerang, memberikan ancaman untuk Peruzzi. Peluang berhasil didapat Blind dan Kanu. Namun Peruzzi benar-benar sedang dalam penampilan terbaiknya malam itu. Tapi empat menit sebelum babak pertama berakhir, "Anak-anak Dewa" berhasil menyamakan kedudukan.
Berawal dari tendangan bebas De Boer, bola gagal diamankan dengan sempurna oleh Peruzzi. Kemelut di depan gawang Juventus. Litmanen berhasil mendapat bola dan kemudian melepaskan tembakan yang mampu menggetarkan jala gawang Juventus. Skor 1-1. Gol itu sekaligus menjadi gol kesembilan Litmanen di ajang tersebut. Pria Finlandia memang sedang on fire.
Pada babak kedua, masing-masing kesebelasan mendapat peluang untuk kembali menciptakan gol. Tapi hasilnya, tidak seperti babak pertama di mana mereka berhasil. Pergantian-pergantian penting juga sudah dilakukan. Ajax misalnya, memasukkan Kulivert untuk menggantikan Musampa. Sementara Juventus, memasukkan dua gelandang, Vladimir Jugovic dan Angelo Di Livio, untuk menggantikan Sousa serta Conte. Namun pergantian juga tak berpengaruh.
ADVERTISEMENT
Babak kedua berakhir, kedudukan tetap imbang 1-1. Laga pun dilanjutkan ke babak tambahan. Del Piero muda, menyia-nyiakan peluang emas pada babak tambahan kedua. Padahal jika saja tendangannya lebih kencang dan terarah, ia bisa membawa "Si Nyonya Tua" unggul untuk kedua kali. Babak tambahan tak ada gol, laga pun dilanjutkan ke babak adu penalti.
Ketegangan jelas terjadi pada babak ini. Buktinya, penendang pertama Ajax, Davids, sudah gagal menunaikan tugasnya. Tendangannya terlalu lemah dan bisa dihalau oleh Peruzzi. Dan keberhasilan Peruzzi itu pun menjadi pelecut pasukan Juventus. Penendang pertama "Si Nyonya Tua", Ferrara, bisa menaklukkan Van Der Sar.
Setelahnya, dua penendang dari masing-masing tim berhasil menjalankan tugas. Litmanen dan Arnold Scholten mampu menaklukkan Peruzzi. Sementara Pesotto dan Padovano, berhasil menaklukkan Van Der Sar. Hingga sampailah pada puncak dari babak penalti ini di para penendang keempat.
ADVERTISEMENT
Ajax menunjuk bek mereka, Silooy, untuk menjadi algojo. Tapi justru itu bukan keputusan tepat. Tendangan sang pemain mudah terbaca dan Peruzzi lagi-lagi berhasil menepisnya. Juventus kemudian menunjuk Jugovic sebagai penentu. Pemain asal Serbia itu pada akhirnya berhasil menaklukkan Van Der Sar. Juventus menang 4-2 pada babak adu penalti dan mereka keluar sebagai juara.
Seluruh pemain dan ofisial Juventus kemudian berhamburan di lapangan. Beberapa dari mereka berlarian, berguling-guling, berpelukan. Mereka merayakan kemenangan besar. Keberhasilan besar. Merayakan gelar juara Liga Champions kedua mereka. Merayakan keberhasilan menumbangkan unggulan sekaligus menjadi pemenang di negeri sendiri.
Sorak-sorai penonton di Olimpico juga pecah. Malam itu, Olimpico begitu terang untuk Juventus. Malam itu, Kota Roma terlalu indah untuk pasukan "Si Nyonya Tua".
ADVERTISEMENT