Strategi Rahim Soekasah Menuju PSSI 1: Ubah Pandangan Politik Uang

3 Juli 2019 18:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rahim Soekasah (kiri) dan Doli Siregar (kanan), Calon Ketua dan Wakil Ketua Umum PSSI. Foto: Ferry Adi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rahim Soekasah (kiri) dan Doli Siregar (kanan), Calon Ketua dan Wakil Ketua Umum PSSI. Foto: Ferry Adi/kumparan
ADVERTISEMENT
Rahim Soekasah sudah mendeklarasikan diri sebagai calon Ketua Umum PSSI periode 2020-2024. Publik sepak bola Indonesia sudah tak asing kepada sosok yang terkenal dekat dengan Nirwan Dermawan Bakrie itu.
ADVERTISEMENT
Kemunculan chairman klub Australia, Brisbane Roar, tersebut yang ingin duduk di kursi PSSI 1 mendapat banyak tanggapan miring. Khalayak menilai kedekatan Rahim dengan Bakrie tak akan mengubah kultur buruk yang selama ini ada di tubuh federasi.
Politik uang menjadi klise yang selalu muncul setiap kali pemilihan Ketum PSSI. Apalagi, Rahim tentu disokong Nirwan.
Bagaimana sebetulnya Rahim menanggapi kabar miring tersebut? kumparanBOLA berkesempatan wawancara khusus dengan mantan Manajer Pelita Jaya itu.
***
Dari periode ke periode, orang yang maju sebagai caketum PSSI dipandang ‘membawa’ uang banyak. Bagaimana dengan Anda?
Saya tidak bawa uang. Itu cara berpikir salah. Selama ini, orang yang datang bawa uang dan menganggap PSSI miliknya seorang. Orang-orang yang tidak bawa uang tak punya kuasa. Padahal, PSSI ini milik masyarakat, bukan punya orang tertentu.
ADVERTISEMENT
Uang bukan segalanya, tapi segalanya perlu uang. Kalau perlu uang maka harus cari yang benar. Misalnya saja cari sponsor atau kerja sama dengan pemerintah.
Jika PSSI benar, pemerintah pasti mau bantu. Bicara sponsor, banyak yang mau bantu sepak bola ini. Misalnya saja, maskapai penerbangan bisa kasih dukungan uang atau kursi. Jadi, kami aman soal transportasi timnas.
Banyak cara, kok. Namun, semua kembali lagi ke diri PSSI. Kalau punya integritas maka sponsor akan banyak. Orang senang mendukung sepak bola.
Sekarang, yang bikin ribut ‘kan yang di atas. Insya Allah kami tak seperti itu. Dari awal kami sudah siap. Makanya, awal pemilihan Ketum PSSI sudah harus bersih. Pemilihan harus sesuai aturan PSSI. Jangan sampai ada rekayasa. Kalau awalnya benar, ke depan pun benar.
ADVERTISEMENT
Tim verifikasi juga harus melihat persyaratan calon Ketum PSSI dengan benar. Aturan mesti ditegakkan. Tidak boleh ada lagi rekayasa. Alasannya, begitu memulai dengan tidak bersih, ke sananya juga tidak bersih.
Mengurus sepak bola tidak boleh salah di awal karena kembali benarnya susah. Kalau punya cela, seumur hidup bakal cacat juga. Mau balik lagi ke sepak bola nanti orang sudah tidak percaya. Revolusi mental itu mulainya dari agama dan olahraga.
Kami punya visi dan misi membuat sepak bola bersih. Nah, nanti olahraga lain bakal ikut. Sepak bola ini ‘kan olahraga nomor satu soalnya.
Bicara integritas, bagaimana Anda membuat kepercayaan masyarakat terhadap sepak bola kembali?
Saya tidak ada cacat di sepak bola. Jadi, insya Allah orang bisa percaya. PSSI harus bersih dan tujuan baik. Orang dengan sendirinya akan percaya.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan itu akan mendatangkan sponsor. Televisi makin ramai. Gairanya pun akan kembali.
Sekarang, orang tidak berpandangan timnya kalah, pasti dikalahkan. Atau, kalau menang maka tidak tahu karena timnya hebat atau hasil menyuap lawan.
Bagaimana detail tujuan Anda sehingga membuat masyarakat kembali percaya dengan PSSI?
Saya siap kembali membangun sepak bola indonesia. Zaman dulu kalau mau pemilihan Ketum PSSI diawali dari Sumatra Utara. Dulu terkenal sosok Kamarudin Panggabean atau Pardede. Kenapa sekarang tidak muncul lagi.
Ternyata ada orang Sumatra Utara yang pernah jadi CEO PSMS, yaitu Pak Doli (Sinomba Siregar). Saya bertemulah dengan beliau. Sebelumnya saya tidak tahu kalau Pak Doli ada hubungan (keluarga) dengan Presiden Jokowi.
Waktu kami ngobrol, ternyata visinya sama. Beliau ada pengalaman banyak dan saya juga punya rekam jejak di klub dan PSSI.
ADVERTISEMENT
Sama sekali kami tak bicara tentang politik di sepak bola. Kami betul-betul bicara bagaimana membina sepak bola ini dengan baik dan benar. Insya Allah orang percaya dengan visi dan misi kami itu.
Pengalaman saya di Australia juga banyak. Di sana, segi organisasinya saja sangat taat dengan aturan. Australia juga konsisten mengurus sepak bola saja, tidak urus yang lain.
Cara berpikir di Australia tidak mencari uang di sepak bola. Pengurus memang digaji besar. Namun, kerjanya secara profesional.
Nah, di Indonesia ini kadang-kadang Ketum PSSI menganggap federasi punya dia. Jadi, pandangannya bukan buat bekerja, tapi cari uang.
Atmosfer sepak bola di sini paling hebat, kok. Tinggal membina timnya saja. Timnya (klub) itu harus sesuai antara kompetisi dengan program timnas. Dua-duanya penting.
ADVERTISEMENT
Kalau klub yang sukses maka yang merasakan cuma segelintir kotanya saja. Namun, jika timnas sukses, seluruh Indonesia menikmati itu.
Saya pernah menjadi Ketua BTN (Badan Tim Nasional) PSSI. Dengan kondisi terpuruk ini, saya muncul duluan mendeklarasikan menjadi calon Ketum PSSI. Alasannya, agar sepak bola ini tidak tenggelam.
Saya ingin gairahnya kembali seperti dulu. Pasti bisa bangkit lagi. Hal-hal yang lalu sudahlah. Namun, tidak usah dilakukan lagi.
Integritas itu penting ke depan karena niat saya membina, bukan hal lain. Orang-orang yang bekerja pun nantinya harus punya kesamaan visi.
Kalau di atas bagus maka di bawah juga bagus. Nah, jika di atas tidak benar maka di bawahnya lebih tidak benar.
ADVERTISEMENT
Masyarakat harus tahu, tujuan saya cuma satu, yaitu membina sepak bola. Saya menyiapkan program bertahap.
Misalnya saja, dalam dua tahun menjad juara Piala AFF. Lalu beberapa tahun berikutnya empat besar Piala AFC. Sesudah itu baru bicara Piala Dunia.
Jangan memanipulasi masyarakat. Mau main di Piala Dunia, tapi jadi tuan rumah. Nanti bagaimana dibantai 15-0? Malu lah kita. Mendingan jangan ikut. Bertahap dan sabar.
Kelompok umur kita bagus, kenapa ketika sudah di senior tidak? Bisa jadi salah dasarnya. Itu yang mau saya benahi.
Dan, jangan lagi membebani tim kelompok umur dengan target. Di belahan dunia mana pun tidak ada itu. Yang ditunggu bukan menang atau kalah, tapi muncul atau tidaknya pemain-pemain nanti pada usia senior.
ADVERTISEMENT
Pelatih kelompok usia sudah tidak boleh sembarangan. Dasar pemain harus digembleng. Nanti, ke depannya bakal benar.
Itu program-program yang saya persiapkan. Yang jelas, saya dan Pak Doli punya niat positif, jika terpilih di PSSI.
Kami yakin, niat positif itu pasti menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat. Tekanan juga pasti berkurang.
Kursi PSSI ini ‘kan panas karena niatnya saja sudah tidak benar. Nah, kalau benar maka apa alasan orang menghantam?
Benny Tomasoa, Rahim Soekasah, Doli Siregar, dan Syafrizal Akbar. Foto: Ferry Adi/kumparan
PSSI periode sekarang punya beragam masalah, seperti administrasi, hubungan internasional, dan hubungan dengan pemerintah. Bagaimana Anda membenahi itu?
PSSI harus sinergi dengan pemerintah. Jangan mentang-mentan PSSI di bawah FIFA terus senaknya. Itu tadi gara-gara uang jadi seenaknya. Menolak pemerintah dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Federasi harus menerima pemerintah. Pemerintah itu ‘kan ibarat orang tua yang ingin sepak bola baik. Kalau mereka menasihati maka PSSI harus mendengarkan. Toh, banyak hal di mana PSSI tidak bisa berjalan sendiri.
Minta dibuatkan stadion atau pusat latihan, itu ‘kan pemerintah. PSSI tidak sanggup. Federasi diberi wewenang mengelola dengan baik. Seperti itu seharusnya.
Soal administrasi, seperti usul Pak Doli kalau di PSSI harus punya orang profesional. Pastinya sektor administrasi juga diisi orang profesional. Kaitannya nanti korespondensi federasi ke dunia luar.
Sekelas Indonesia uji cobanya dengan negara-negara yang sepak bolanya di bawah kita. Buat apa? Sebetulnya itu mudah, kok. Kita harus uji coba dengan negara-negara yang levelnya di atas supaya tahu posisi kita ini di mana.
ADVERTISEMENT
Lalu, hubungan internasional juga harus digencarkan lagi. Sekarang, Indonesia cuma punya perwakilan di AFF saja. Harusnya di ASEAN pun jadi ketua. Kalau di AFC harusnya Indonesia bisa menjadi Komite Eksekutif.
Sekarang, tidak ada wakil Indonesia di AFC maupun di FIFA. Seharusnya, Indonesia punya wakil yang mengisi komite yang ada di FIFA.
Nanti, setelah saya terpilih ada program mengunjungi negara-negara ASEAN, Asia, bahkan keliling dunia. Gunanya biar Indonesia dikenal di dunia. Kalau nanti ada pemilihan di FIFA atau AFC, negara-negara anggota mendukung Indonesia.
Wakil Indonesia di AFF, AFC, dan FIFA itu penting biar posisi tawar pun tinggi.