Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Ada sebuah momen yang menarik dalam laga final Liga Europa musim 2017/2018 yang berlangsung di Parc Olympique Lyonnais, Kamis (17/5/2018) dini hari. Dimitri Payet , pemain kunci Olympique Marseille , menangis. Tangisannya seolah menjadi representasi dari perasaan pemain Marseille yang lain.
ADVERTISEMENT
Les Olympiens tak berdaya. Menghadapi Atletico Madrid dalam partai final Liga Europa, Marseille harus rela pulang dengan kepala tertunduk setelah ditaklukkan dengan skor 0-3. Dua dari tiga gol kemenangan Atletico ini dicetak oleh Antoine Griezmann .
Berkat kemenangan ini, Atletico Madrid sukses meraih gelar Liga Europa ketiga mereka. Dua gelar sebelumnya diraih pada musim 2009/2010 dan 2011/2012. Gelar ini juga menjadi kado yang manis bagi Fernando Torres yang akan meninggalkan Atletico Madrid pada akhir musim ini.
Namun, ada satu hal yang juga tak boleh luput dari perhatian dalam laga final Liga Europa ini: tangisan Dimitri Payet. Tangisan ini menjadi duka Marseille yang harus menerima kenyataan gagal menjadi tim asal Prancis pertama yang meraih gelar Liga Europa.
ADVERTISEMENT
***
Sebelum laga melawan Atletico ini dihelat, Payet dikhawatirkan tidak dapat bermain. Cedera otot yang dialaminya ketika latihan jelang laga melawan Guingamp di Ligue 1 menjadi alasan. Di laga melawan Guingamp pun, pemain berusia 31 tahun ini tidak dimainkan oleh pelatih Marseille, Rudi Garcia.
Namun, kekhawatiran itu akhirnya sirna. Dari susunan 11 pemain inti yang diturunkan Garcia dalam pertandingan melawan Atletico, Payet ambil bagian. Dia mengisi posisi di belakang penyerang, tepat di belakang penyerang tunggal Marseille, Valere Germain.
Sampai menit 31, dengan adanya Payet di skuat Marseille, permainan mereka begitu hidup. Walau harus tertinggal sejak menit 21 lewat sepakan Griezmann, setidaknya, Marseille menunjukkan perlawanan yang sengit. Mereka menekan, mereka juga menguasai laga dengan persentase penguasaan bola mencapai 64% dan total melepas 6 tembakan (Atletico hanya 4).
ADVERTISEMENT
Tapi, permainan Payet dalam laga final ini tidak bisa dinikmati dalam waktu yang lama. Cedera yang dia alami membuatnya harus ditarik lebih awal, yaitu pada menit 32. Dia digantikan oleh Maxime Lopez, diiringi dengan air mata yang berjatuhan dari balik matanya yang tegas.
Air mata Payet ini, sejenak mengingatkan pada air mata Cristiano Ronaldo pada Piala Eropa 2016 silam. Kala itu, Ronaldo juga harus keluar lebih awal dalam laga final Piala Eropa menghadapi Prancis. Menariknya, ketika itu, Payet-lah yang membuat Ronaldo harus keluar lebih awal karena terjangannya.
Seolah menjadi sebuah hukum karma, Payet juga mengalami hal yang sama pada final Liga Europa musim 2017/2018 ini. Bedanya dengan Ronaldo, air matanya berubah menjadi air mata bahagia karena Portugal sukses meraih gelar. Kali ini, air mata Payet mewakili air mata kesedihan Marseille yang gagal merebut gelar Liga Europa yang sudah ada dalam genggaman.
ADVERTISEMENT
Secara permainan, Marseille kalah dibandingkan dengan Atletico yang bermain cukup rapi, terutama di lini pertahanan. Ditambah dengan keluarnya Payet, semakin sulit bagi Marseille membongkar rapatnya pertahanan Atletico.
***
Dengan kekalahan ini, selain membuang peluang Marseille untuk langsung lolos ke Liga Champions di musim selanjutnya, menunjukkan juga bahwa Marseille belum siap untuk merengkuh gelar Liga Europa, seperti halnya pada 1999 dan 2004 lalu.
Namun, lebih jauh dari itu, laga ini juga mencerminkan adanya sebuah rasa cinta yang begitu dalam, ditunjukkan oleh seorang Payet yang menangis karena sadar tak bisa berkontribusi maksimal untuk Marseille.
Apa boleh buat, tangisan Payet di tengah laga berubah menjadi tangisan Marseille di akhir laga.
ADVERTISEMENT