Trauma Perang Luka Modric: Melihat sang Kakek Ditembak Mati Tentara Serbia

23 September 2020 15:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain Real Madrid, Luka Modric. Foto: REUTERS/Vincent West
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Real Madrid, Luka Modric. Foto: REUTERS/Vincent West
ADVERTISEMENT
Luka Modric dan keluarganya adalah korban perang yang berkecamuk di Yugoslavia pada era 1990-an, wabil khusus yang melibatkan Kroasia dan Serbia. Insiden yang memberinya trauma mendalam, terutama saat sang kakek tewas di depan pintu rumah.
ADVERTISEMENT
Sid Lowe memaparkan kisah ini dalam kolom The Guardian. Jurnalis Inggris yang berdomisili di Spanyol itu menggambarkan secara detail kondisi desa tempat Modric menghabiskan masa kecilnya.
Nama desanya adalah Zaton Obrovacki dan pemenang Ballon d'Or 2018 itu tinggal di dusun bernama Modric. Jejak-jejak riwayat bekas perang begitu tergambar di wilayah itu.
Rumah milik kakek-neneknya tampak miris. Sebagian besar atap telah hilang, pintu dan jendela juga, dan dibiarkan kosong serta ditumbuhi tanaman. Lebih ngeri lagi, ada tanda tengkorak dan tulang bersilang yang bertuliskan "Jangan mendekat".
Gelandang andalan Real Madrid, Luka Modric. Foto: REUTERS/Matthew Childs
Dahulu, kakek-neneknya memelihara domba, kambing, dan ayam di rumah yang telah hampir 30 tahun ditinggalkan itu. Daerah sekitarnya kini masih berupa ladang. Ladang ranjau.
ADVERTISEMENT
"Ketika kembali ke desa, aku dapat melihat rumah itu dari sana dan aku mendapat banyak foto kiriman. Banyak orang pergi ke sana dan mengambil foto di depan rumah. Namun, itu sudah dalam kondisi buruk dan terbakar," terangnya.
Selain kedua orang tuanya, kakek-neneknya adalah manusia yang paling banyak menyimpan kenangan dalam kehidupan Modric kecil. Dulu, si gelandang andalan Real Madrid suka menginap di rumah mereka itu dan bermain bersama mereka.
Masa kecil yang indah lantas berubah menjadi petaka ketika hari itu tiba: Sang kakek, yang namanya sama seperti nama depan Modric, ditembak mati di depan pintu rumah.

Kala tentara Serbia menembak kakek Luka Modric

Luka Modric, pahlawan Timnas Kroasia. Foto: Reuters/Antonio Bronic
Modric cilik mungkin tak pernah menyangka pagi itu akan datang. Suatu pagi yang menjadi saksi bisu insiden sang kakek dibunuh oleh, yang menurut Modric adalah, Chetniks alias Pasukan Serbia.
ADVERTISEMENT
Senapan mesin menumbangkan jasad sang kakek tercinta, melesatkan ruhnya ke alam baka. Jarak lokasi kejadian hampir beberapa ratus meter dari pintu depan rumahnya.
Kala itu, sang kakek berusia 66 tahun, sedangkan Modric berumur enam tahun. Sebuah pengalaman masa kecil yang pahit bagi bocah kecil, bahkan memori kelam itu masih terus teringat hingga kini usianya menginjak 35 tahun.
"Aku ingat, ayahku memintaku untuk menciumnya (kakek) ketika dia berada dalam peti mati. Apa yang terjadi padanya adalah sebagian dari ingatanku sendiri, sebagian dari kisah keluarga," kenang kapten Timnas Kroasia itu.
"Aku memiliki ingatan tentang dia, juga kenangan menghabiskan begitu banyak waktu dengannya. Aku tidur di rumahnya, bermain dengannya, pergi berburu dengannya, semuanya. Aku menghabiskan banyak waktu dengan kakek saat orang tuaku bekerja, banyak kenangan indah bersamanya," lanjutnya.
ADVERTISEMENT

Perang adalah trauma bagi Luka Modric

Ilustrasi Perang Foto: Wikimedia Commons
Luka Modric mungkin dulu tak paham apa yang menyebabkan perang berkecamuk. Akan tetapi, Modric cilik sudah dapat menyadari betapa mengerikannya situasi tersebut.
"Meskipun aku masih kecil, aku telah mengalami banyak ketakutan dalam hidupku. Rasa takut akan penembakan adalah sesuatu yang perlahan kulupakan. Chetnik membunuh kakekku. Aku sangat mencintainya. Semua orang menangis…," tuturnya.
Modric berlinang air mata ketika mengingat kisah ini, bahkan meski sudah terjadi puluhan tahun silam. Lukanya masih terasa pedih jika dikorek terlalu dalam.

"Perang tidak pernah membawa kebaikan bagi siapa pun"

Luka Modric, kapten Timnas Kroasia. Foto: REUTERS/Kai Pfaffenbach
Modric belajar dari insiden ini bahwa mengacungkan pedang atau menodongkan senjata kepada sesama manusia adalah hal yang tidak membawa faedah. Suatu waktu, dia pernah berujar:
ADVERTISEMENT
Apakah Modric kemudian menyimpan dendam kepada tentara Serbia dan membenci orang Serbia secara keseluruhan? Ini katanya.
"Setelah itu, aku tidak membenci siapa pun. Selesai. Apa yang telanjur terjadi, sudahlah. Begitulah apa adanya. Sayang sekali, dia tidak bersama kita lagi," jelasnya.
Luka Modric raih penghargaan Ballon d'Or 2018. Foto: REUTERS/Benoit Tessier
"Hal-hal yang tidak menyenangkan terjadi dalam perang. Aku tidak memiliki kebencian atau, entahlah [apakah ada perasaan lain] terhadap siapa pun. Itu adalah bagian dari hidup yang harus kujalani," tambahnya.
"Hal semacam ini (perang) bisa membuat Anda lebih tangguh atau malah bisa menghancurkan Anda. Saya memilih untuk menjadi lebih tangguh, untuk menciptakan karakter saya."
Sepanjang kariernya, Luka Modric telah memenangi banyak hal. Dia mengoleksi banyak trofi selama membela Dinamo Zagreb dan Real Madrid. Bersama klub yang disebut terakhir, Modric bisa menjuarai Liga Champions sampai empat kali.
ADVERTISEMENT
Itu baru gelar bersama tim, belum termasuk berbagai gelar individu. Salah satunya, Ballon d'Or yang telah tadi disebutkan, merusak hegemoni Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi yang bertahan hingga selama satu dekade.
---
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.