Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hasil minor itu pun membuat Simon McMenemy disorot tajam. Mantan pelatih Bhayangkara FC itu dituding tak memiliki kapasitas untuk melatih skuat 'Garuda'.
Suara-suara yang menginginkan McMenemy untuk meletakkan jabatannya terdengar lantang. Terkini, Ketua Umum PSSI, M. Iriawan, mengisyaratkan McMenemy akan segera dilengserkan dari jabatannya.
Sederet nama yang dinilai pantas menggantikan posisi McMenemy kemudian berseliweran di media sosial, salah satunya adalah Indra Sjafri.
Indra menegaskan fokusnya saat ini tetap membawa Timnas U-23 mengarungi SEA Games 2019 yang sudah di depan mata. Meski demikian, pelatih pemegang AFC Pro ini mengakui bahwa menangani Timnas Indonesia adalah cita-citanya.
Lantas, kapan waktu yang tepat bagi Indra Sjafri untuk membesut Timnas Indonesia? Bagaimana pula ia merespons target emas di SEA Games 2019? Simak wawancara khusus kumparan berikut ini.
ADVERTISEMENT
Sorotan tajam tengah mengarah ke Timnas Indonesia [senior] dan nama Coach juga sempat dibicarakan untuk menggantikan posisi Simon McMenemy. Bagaimana menyikapinya?
Tentu saya tidak bisa 100 persen menilai Timnas senior sekarang, tetapi memang ada hasil kurang baik dari 4 pertandingan: Tidak satu poin yang didapat.
Saya juga ditanyai soal apa yang membuat Tim senior tak berprestasi, [tetapi] yang paling tahu Coach Simon McMenemy. Yang pasti, dengan tidak mendapat poin itu, banyak tuntutan. Saya mendengar [saran] supaya saya bisa membantu di senior.
Bagi saya, tentu suatu kehormatan ada permintaan dari masyarakat. Akan tetapi, agar seseorang mencapai suatu tingkat tertinggi di dalam kepelatihan dan pemain, perlu suatu proses.
Seperti yang saya lakukan, saya berproses dan saya menikmati proses ada dalam diri saya. Saya mulai melatih Timnas U-16, U-17, U-19 dua periode, U-20, U-22, dan sekarang U-23.
ADVERTISEMENT
Apa tidak bisa saya melatih senior? Kalau saya mencari popularitas saja, tentu bisa. Namun, untuk saya, perlu menyelesaikan tugas satu dengan satu dengan tuntas. Semoga evaluasi dan proses bisa membuat saya lebih baik.
Seberapa penting proses itu bagi seorang pelatih?
Saya percaya proses itu, mengapa? Kalau saya diminta atau ditunjuk untuk menangani Timnas senior tanpa melalui proses menangani U-16 sampai U-23, saya enggak tahu persis apa yang terjadi di U-16, apa yang terjadi di U-17, apa yang terjadi di usia selanjutnya sampai dengan senior.
Namun, sekarang saya mungkin pelatih yang paling komplet melalui tahapan-tahapan tersebut karena modal kita nanti untuk bisa cari solusi [adalah] respons terhadap situasi baik teknis maupun non teknis yang terjadi nanti di Timnas senior.
ADVERTISEMENT
Saya sudah melalui proses itu. Banyak hal soal taktis dan non-taktis, masalah teknis dan non-teknis yang saya sudah lalui. Banyak pengalaman yang saya dapat dan itu akan menjadi modal saya ke Timnas senior.
Timnas senior selalu kalah, apakah itu semata hal teknis atau ada non-teknis yang bermain?
Di sepak bola, ada 4 faktor yang menentukan top performance seorang atlet yang bisa menjadi penyangga sebuah tim.
Untuk membangun tim, rekrutmen pemain paling penting. Kita mau bikin tim kaya apa, itu berdasarkan pemilihan pemain. Apanya yang dipilih? Tentu skill sepak bola yang cocok dengan game plan atau filosofi sepak bola kita. Kemampuan taktis, kecerdasan, fisik, dan mental, empat-empatnya satu kesatuan.
ADVERTISEMENT
Seorang pelatih yang membedakan dia bagaimana cara dia memilih pemain. Apakah pemain yang dipilih tepat atau tidak, tentu saya tidak bisa menjawab pasti karena ada parameter yang digunakan.
Saya, karena sibuk dengan Timnas U-23, saya melihat, iya. Namun, saya tidak tahu persis [mengapa] Timnas senior ini tidak berprestasi, apakah teknis atau non teknis. Saya mendengar juga ini karena jadwal kompetisi yang padat, tentu ini butuh pembuktian.
Masalah jadwal padat sudah nyata di depan mata, faktor mental dan fisik terkuras di kompetisi sehingga ketika masuk, Timnas sudah tidak bugar. Bagaimana Coach menilainya?
Saya 'kan baru di usia U-22 dan U-23 pemain terlibat di kompetisi. Kalau dulu di usia U-16, U-17, U-18, dan U-19, saya tidak perlu memikirkan pemain rekrutmennya dari kompetisi, makanya saya blusukan.
ADVERTISEMENT
Kenapa saya tidak blusukan? Karena memang pemain-pemain itu sudah berkompetisi. Apa yang saya rasakan perbedaannya? Memang berbeda cara me-manage-nya.
Saya sekarang perlu komunikasi dengan liga, pelatih klub. Ini saya lakukan sekarang. Bagaimana dan kapan dia main, kapan dibutuhkan klub, bagaimana kondisi fisiknya, ini perlu dikondisikan perlu dikomunikasikan dengan baik. Itu saya lakukan.
Padat memang. Akan tetapi, dalam timnas U-23 dan U-23, saya masih sempat berikan waktu pemain yang lagi TC untuk main di klub, karena bagaimanapun sinergi Timnas dan klub harus baik, harus ada komunikasi yang baik.
Saya juga memanggil pemain berdasarkan informasi dari pelatih klub. Saya mau pemain yang datang dari klub siap fisik, mental, taktis, dan skill mereka. Apakah tim dengan kompetisi sepadat ini, apa solusinya? Harus ada komunikasi antara pelatih Timnas dengan klub.
ADVERTISEMENT
Apakah ada missing link dalam komunikasi di Timnas senior?
Saya enggak tahu, tetapi yang saya lakukan saya berkomunikasi. Saya akui jadwal kompetisi kita yang harusnya dimulai Januari berakhir bulan sekian, FIFA Match Day harus libur. Ini 'kan kadang-kadang ada penundaan jadwal yang akibatnya pemain main klubnya menumpuk. Ada yang main seminggu dua kali.
Mungkin apakah pengaruh pengaturan jadwal atau kualitas kompetisi terhadap kualitas Timnas? Dalam konteks persiapan, iya. Namun, [dalam] konteks prestasi, itu banyak hal, tidak hanya kompetisi. Kualitas individu pemain harus ditingkatkan.
Karena saya rasakan sekali ketika kita bermain melawan peserta Piala Asia, bermain dengan pemain yang levelnya tinggi, merasakan sekali kesalahan individu banyak terjadi. Empat gol yang terjadi (dalam Turnamen di China) itu individual error. Secara taktik rapi. Namun, begitu ada satu kesalahan, bisa membuat kita kalah.
ADVERTISEMENT
Banyak pemain yang sudah ditangani oleh Coach sejak Timnas U-19, apakah itu menjadi sebuah keuntungan?
Makanya saya bersyukur dengan bolehnya dua pemain (di SEA Games 2019). Saya sudah membentuk dua generasi U-19, generasi Evan Dimas dan Egy Maulana Vikri. Ini akan bergabung, jadi istilah saya, ada puzzle yang hilang, ini saya rangkai.
Dengan bolehnya 2 pemain senior, ada 3 pemain mantan Timnas U-19, [yaitu] Evan Dimas, Hansamu Yama, dan Zulfiandi. Dan dua lagi ada Beto dan Manahati [Lestusen].
Dari 5 itu, siapa yang kita pakai, [ada] dua. Namun, saya punya feeling, Evan dan Hansamu punya kesempatan yang sangat besar akan masuk ke dalam skuat saya.
Apa keuntungan seorang pemain yang telah berlatih lama dengan seorang pelatih, seperti Egy, yang sudah dilatih Coach sejak Timnas U-19?
ADVERTISEMENT
Pasti ada keuntungan. Makanya, konsistensi PSSI dalam menetapkan pelatih Timnas dengan waktu cukup panjang itu sangat berpengaruh. Minimal, filosofi sepak bola saya tentu mereka yang lama lebih memahami.
Perilaku, bagaimana saya memperlakukan mereka, saya hafal karakter mereka. Lebih mudah berkomunikasi.
Ada fenomena pemain senior, dibandingkan dengan pemain muda, yang tak semuanya disiplin meski sudah profesional. Benarkah fenomena itu?
Itu yang ke depan harus diperbaiki dalam sepak bola kita. Sikap profesional, gaya hidup. Pemain profesional, masa kita atur waktu istirahat, gaya makan? Ya, profesional harus tahu.
Itu yang belum semua pemain sabar, pentingnya mengatur makanan, kebugaran dan sebagainya. Jadi itu PR kita.
Kenapa berbeda senior dan junior? Ya, tentu di senior banyak hal lain di luar teknis yang mempengaruhi dia, [misalnya] kehidupan keluarga, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Jadi, pemain senior berasal dari yang pembinaannya bagus, sikap profesionalnya sudah dibangun sedini mungkin, dan hal-hal gizi sudah dibangun sedini mungkin. Nah, itu akan sangat membantu.
Sebagai pelatih yang pernah menangani Bali United, benarkah pemain senior lebih sulit dalam menerima taktik dari pelatih?
Kalau bicara team tactical, harus didukung oleh group tactical yang baik, group tactical yang support dan yang individual.
Saya bilang sepak bola Indonesia harus lebih sabar menunggu prestasi maksimal karena kita butuh individu-individu yang tahan taktik. Kalau individual tactical bagus, group tactical bagus, apa pun yang keluar akan bagus.
Jadi, perlukah peracik-peracik yang bagus datang ke Indonesia? Saya pikir harus berpikir ulang, harus apa yang diperbaiki pembinaan usia muda, kualitas individu yang harus ditingkatkan pemain-pemain harus dibuat oleh pelatih, pelatih diperbanyak, dan kualitasnya harus ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
Saya pikir yang dilakukan PSSI sekarang, saya akui lebih baik dari sebelumnya. Pembinaan usia muda, elite academy, semua sudah berjalan, tinggal orang-orang yang menanganinya atau pelatih-pelatihnya. Makanya di Eropa itu pelatih usia muda lisensinya UEFA Pro.
Nah, di kita tidak. Ya, terkadang pelatih-pelatih kita hanya karena dia punya dedikasi, punya hobi mereka melatih. Pelatih-pelatih itu harus diberi supervisi pelatihan-pelatihan untuk melatih dari lisensi D sampai AFC Pro.
Sebelum melatih Timnas junior, Coach pernah ditawari melatih Timnas senior. Bagaimana ceritanya?
Ya, tahun 2014, saat Timnas U-19 waktu itu booming mengalahkan Korea Selatan (di Kualifikasi Piala Asia U-19 2014). Waktu itu, Om Bob Hippy (Koordinator Timnas) menawarkan saya melatih tim senior. Saya bilang ke Om Bob Hippy, baju saya ukurannya M belum L, belum cukup pantas untuk melatih senior.
ADVERTISEMENT
Kalau saya ingin populer saat itu, mungkin saya ambil. Akan tetapi, saya paham betul proses itu sangat ada. Kalau di SEA Games ini saya [diharapkan] bisa mengantarkan emas. Kalau ada takdir, diminta melatih senior, saya sangat-sangat sanggup.
Kapan Coach merasa siap untuk melatih Timnas senior?
Saya pikir saya harus menuntaskan U23 [dulu]. Ini tangga terakhir saya. Setelah itu saya menunggu takdir apakah saya dipercaya untuk melatih senior atau tidak. Itu 'kan hanya orang lain yang menilai. Akan tetapi, secara pribadi, [lewat] proses panjang yang saya lalui ini, saya siap sekali.
Untuk menjadi pelatih senior nantinya akan bersaing dengan pelatih asing, apakah yakin bisa bersaing dengan mereka?
Saya sangat yakin karena saya sangat tahu sepak bola Indonesia. Saya tahu persis karena saya punya pengalaman panjang dan saya juga punya pemain-pemain yang saya didik sejak usia 16 tahun dulu dan perlahan-lahan naik.
ADVERTISEMENT
Ini nanti pembuktiannya di Sea Games. Pemain-pemain yang dari era pertama, saya bentuk, saya gabungkan. Apakah ini akan jadi hasil yang maksimal? Ini yang akan jadi penilaian dari masyarakat.
Bagaimana menilai anggapan soal Timnas senior yang seharusnya jadi tempat untuk mengukir prestasi, bukan lagi berproses?
Sebenarnya masyarakat kita, ekspetasinya tidak hanya senior, Timnas U-16 pun harus juara. Itu saya rasakan. Dia [masyarakat] enggak mau tahu, yang penting juara.
Kita tidak bisa salahkan masyarakat karena menurut mereka, sudah terlalu lama tidak berprestasi, padahal potensi kita besar. Bahkan negara-negara lain dulu di bawah kita, sekarang lebih berprestasi.
Ini yang membuat dilema. Kalau kita enggak berprestasi, pasti ada tuntutan. Dan tuntutan itu malah kita jadikan masalah, harus proses. Ya, mereka tahu proses ini sudah puluhan tahun, tetapi kenapa enggak berprestasi?
ADVERTISEMENT
Nah, itu dia yang kita cari tahu caranya, sekarang sudah ada perbaikan, perbanyak [pemain] usia muda, perbanyak pelatih.
Pelatih kita hanya 3.000 orang, Jepang 60 ribu. Dari situ saja sudah kelihatan karena pemain yang bagus terlahir dari pelatih yang bagus. Pelatih bagus lahir dari instruktur-instruktur bagus juga. Makanya pelatih juga, soal instruktur harus terlatih juga.
Timnas U-23 tergabung di Grup B SEA Games 2019, bagaimana melihat peluangnya?
Saya dari Timnas U-16 dan pemain-pemain yang saya hadapi nanti sudah pasti 80 persen dari usia-usia 18, 19. Enggak mungkin di Thailand, ada pemain-pemain yang tiba-tiba dinaturalisasi. Jadi, cerminan kekuatannya ada di Kualifikasi Piala Asia 2020 kemarin.
Bagaimana melihat peta kekuatan Thailand dan Vietnam yang berada satu grup?
ADVERTISEMENT
Saya yakin bisa mengatasi mereka. Dengan persiapan yang hampir satu bulan lagi kita akan perbaiki, cerminan tim kita kemarin di China kemarin. Ada beberapa perbaikan yang harus kita hadapi. Saya yakin dengan bergabungnya dua pemain senior nanti. Kita coba lihatlah nanti di uji coba lawan Iran.
Kita sudah begitu lama merindukan emas, bagaimana Coach melihatnya?
Dari tahun 1991, ya, kita tidak pernah dapat medali emas SEA Games, dan kita tertantang di situ.
Mudah-mudahan bisa membuat sejarah baru lagi, membuat sejarah setelah 26 tahun tidak pernah juara, setelah Timnas U-19 lolos Piala Asia 2014 dengan mengalahkan Korea Selatan, juga Timnas U-19 lolos ke perempat final Piala Asia 2018, dan kemarin juga kita juara Piala AFF U-22.
ADVERTISEMENT
Mudah-mudahan saya bisa bikin searah lagi. Harus optimistis karena optimistis ini membuat kita semakin termotivasi.
Selain optimistis, apa kunci sukses yang dibawa Timnas U-23 ke SEA Games nanti?
Tim-tim yang kita lawan sudah pernah kita lawan dan hampir semua tim pernah kita kalahkan. Kita juga pernah kalah dari mereka. Makanya apa kunci sukses? Satu kerja keras, fokus kepada event tersebut, dan PSSI juga support, klub juga support.
Dengan target emas SEA Games 2019, bagaimana pemain meresponsnya?
Dari awal penetapan saya sebagai pelatih, saya dapat target emas. Yang tumbuh sekarang selama TC (Training Centre) sebelum berangkat ke China: Persaingan antara pemain itu hidup sehingga mereka ingin jadi bagian tim SEA Games 2019.
ADVERTISEMENT
Ini yang membuat saya gembira. Ada persaingan sehat bagi para pemain semua.
Bagaimana dengan banyaknya kritikan terhadap pemilihan pemain untuk Timnas U-23 di SEA Games 2019?
Jadi 'kan banyak pertanyaan dari orang-orang kenapa ini enggak dipanggil, kenapa ini dipanggil. Jadi, ada 4 kriteria pemanggilan pemain.
Satu, tentu kemampuan sepak bolanya, banyak pemain bagus-bagus yang tercoret. Kedua, kemampuan taktis. [Ini bicara soal] bagaimana kecerdasan, bisa menerjemahkan filosofi, game plan atau juga taktik-taktik permainan.
Yang ketiga, dukungan fisik kebugaran mereka yang betul-betul prima. Yang keempat, mental. Yang kelima, kesehatan.
Ada beberapa pemain yang bagus, ya. Namun, menurut dokter mereka enggak bisa ikut karena ada hal-hal atau penyakit yang dia tidak bisa ikut ke dalam kompetisi.
ADVERTISEMENT
Pemain yang kita bawa itu cuma 20 orang. Bayangkan, 20 orang, Di grup kita itu ada enam tim. Jadi, ada 5 pertandingan yang jadwalnya main-istirahat-main, begitu ketatnya.
Karena itu, harus orang-orang yang 100 persen siap, kesehatan dan kebugarannya harus siap. Makanya, mohon maaf, mungkin skill-nya bagus, tetapi kesehatannya enggak bagus, terpaksa saya coret.
Apa harapan Coach kepada masyarakat untuk Timnas U-23 yang akan terjun di SEA Games 2019?
Satu, tentu support morel, support doa karena berita-berita yang membebani juga tidak baik untuk mereka. Kita tidak harus memacu mereka dengan berita-berita, yang contohnya ‘Ini Target Emas'.
Saya ingin pemain jangan terbebani secara mental untuk target emas itu. Jadi, bermainlah dengan niat, kerja keras, fokus. Yang pasti kalau kita bekerja keras dan niat baik, hasilnya pasti yang terbaik.
ADVERTISEMENT