Wawancara Khusus Esti Lestari: Wanita Indonesia yang Manajeri Klub China

25 Agustus 2021 10:00 WIB
·
waktu baca 8 menit
Esti Lestari (kiri) Wanita Indonesia yang jadi manajer Tim China, Qingdao Red Lions  FC. Foto: Dok. Esti Lestari
zoom-in-whitePerbesar
Esti Lestari (kiri) Wanita Indonesia yang jadi manajer Tim China, Qingdao Red Lions FC. Foto: Dok. Esti Lestari
ADVERTISEMENT
Sepak bola Indonesia bisa berbangga dengan go international-nya Esti Lestari Mihail. Ia didapuk sebagai manajer tim sepak bola China, Qingdao Red Lions FC.
ADVERTISEMENT
Qingdao Red Lions adalah tim yang berbasis di Qingdao, Provinsi Shandong, China. Saat ini, mereka berkompetisi di divisi 3 Liga China atau nama lainnya China League Two. Pada Mei 2021, mereka memperkenalkan Esti sebagai manajer anyar klub.
Esti memang bukan wajah baru di dunia si kulit bundar Indonesia. Saat berkiprah di Indonesia, ia pernah menduduki kursi Presiden Klub Persijap Jepara. Esti juga pernah mengemban jabatan Direktur Sumber Daya Manusia Persikabo.
Pengalamannya di ranah sepak bola tentu menjadi modal berharga bagi Esti untuk menapaki karier di Liga China. Lantas, bagaimana kisah awal mula Esti hingga bisa menjadi manajer Qingdao Red Lions?
Berikut wawancara khusus kumparan bersama Esti Lestari Mihail. Silakan disimak.
Esti Lestari (kanan) Wanita Indonesia yang jadi manajer Tim China, Qingdao Red Lions FC. Foto: Dok. Esti Lestari

Bagaimana ceritanya bisa sampai ditunjuk sebagai manajer tim Qingdao Red Lions FC?

Awalnya, pada Juli 2020, keadaan di Indonesia 'kan lagi kurang bagus karena virus ini. Saya memutuskan ke Eropa bersama anak-anak, karena sekolah tutup dan lain-lain. Saya sekolahkan anak di Inggris dan kami juga tinggal di Belgia selama beberapa waktu.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, suami saya (Tudor Mihail) yang punya koneksi besar di sepak bola, beliau datang dari keluarga pesepak bola di Eropa, dan beliau yang mengajukan ini, dia lihat ada kesempatan di China. Saya belum tahu seperti apa, tetapi saya lihat China ini banyak investasi infrastruktur di sepak bola karena menanti jadi tuan rumah World Cup, saya bilang 'Oke, saya coba'.
Saat itu, saingannya juga berat-berat. Ada yang dari Prancis, lulusan FIFA Masters. Ada dari Singapura, banyak deh. Saya juga merasa, bukannya enggak pede, sih. Tapi orang 'kan lihat background sepak bola seperti apa dan alhamdullilah, saya yang terpilih.
Iya [yang membukakan jalan ke China] itu suami saya, dia dari keluarga sepak bola dan keluarga dia bermain di Champions League, suami saya berperan penting.
ADVERTISEMENT
Saya kemudian dikontrak satu tahun, dengan opsi perpanjangan satu tahun. Saya sebetulnya dikontrak Desember 2020, karena wawancaranya dimulai sekitar Oktober-November.
Saya presentasi dan lain-lain, benar-benar gak ada nepotisme. Seperti mencari pekerjaan, wawancara, presentasi. Saya bersaing dengan anak-anak muda yang fresh.

Tugas apa yang diemban sebagai Manajer tim Qingdao Red Lions FC?

Saya sebenarnya CEO, di visa itu [tertulis] CEO. Tapi, di sini saya menyebutkan diri sebagai GM (General Manager), karena lebih mudah untuk dikenali orang.
Penunjukan itu sebagai GM. Tapi di China memang lebih luwes ngomong CEO, tapi intinya sama saja.
Di sini, peran saya membuat organisasi tim lebih tertata, karena mereka lihat track record saya di Persijap itu dimulai dari nol. Banyak orang berpikir saya di Persijap tinggal ambil gampang, padahal enggak. Saya di Persijap awalnya enggak ada staf, kantor pun enggak ada.
ADVERTISEMENT
Nah, di sini chairman minta saya mengelola kantor di China lebih tertata. Karena selama satu tahun enggak ada leader, selama pandemi orang enggak bisa ke China.
Beliau mencari sosok manajer yang tepat di sini, akhirnya setelah wawancara, beliau memberikan visi misi ke saya dan kami cocok, jadi saya dengan senang hati, walaupun dengan kesulitan yang luar biasa, terkait surat-surat yang susah didapatkan, dan itu tiga bulan baru saya dapatkan. Surat itu ditandatangani 3 wali kota. Saya merasa tersanjung karena serius organisasi ini untuk membawa saya.

Target apa yang diberikan?

Esti Lestari (kedua dari kanan) Wanita Indonesia yang jadi manajeri Tim China, Qingdao Red Lions FC. Foto: Dok. Esti Lestari
Tahun ini, saya sudah ingin punya tim sepak bola wanita, tapi memang target kami di putra dulu, saat ini persyaratannya banyak, harus punya team talent. Jika enggak ada, kami enggak bisa promosi. Jadi, di sini ketat soal aturan itu.
ADVERTISEMENT
Kami pengin promosi, tapi untuk tahun ini mungkin belum. Karena China League Two saja biayanya banyak, dan di-support pemerintah juga. Pemerintah kasih subsidi. Target [terdekat] tentu promosi dulu ke League One, target saya dari investor dan pemegang saham untuk promosi.
Kalau bantuan pemerintah, itu seperti subsidi dan dihitung dari berapa besar tim mengeluarkan uang juga, jadi enggak serta merta [dikasih cuma-cuma]. Semacam dikembalikan lagi dari pemerintah karena kami sudah banyak investasi [di sepak bola].
Kami juga tim yang unik, tim ini pemiliknya orang asing, kami berikan training gratis untuk komunitas, tak hanya berkompetisi saja, tapi juga community focus. Sekolah-sekolah dikasih latihan gratis, kerja sama dengan sekolah-sekolah. Kami ingin mengembangkan di mana kami berada, cocok dengan misi saya. Dulu, di Persijap juga seperti itu, ingin merangkul komunitas.
ADVERTISEMENT

Apa tantangan terbesar di Liga China dan bagaimana perbedaan mencolok dengan di Indonesia?

Esti Lestari Wanita Indonesia yang jadi manajeri Tim China, Qingdao Red Lions FC. Foto: Dok. Esti Lestari
China lebih disiplin dalam memberikan sanksi. Artinya, jika tak bayar [gaji pemain], yak enggak dikasih izin, saklek banget. Misalnya, sebulan sebelum dimulai liga, ada yang belum bayar, itu gak boleh bertanding.
Tahun lalu, ada tim yang bagus performanya, tapi karena enggak bayar, ya, tak boleh. Jadi, yang benar-benar sehat keuangannya yang bisa promosi.
Di sini (divisi 3 Liga China) profesional. Kalau di Indonesia 'kan Liga 3 amatir. Tapi, memang masih ada bantuan pemerintah, pengembalian pajaklah istilahnya. Itu seperti bonus karena pemerintah senang sepak bolanya berkembang, jadi memang harus ada prestasi dan investasi.
Kalau perbedaan yang paling mencolok dari Indonesia, itu jelas di infrastruktur. Makanya, saya di sini ingin tahu bagaimana mereka menggerakkan daerah-daerah punya lapangan berstandar bagus.
ADVERTISEMENT

Pelajaran apa yang bisa dipetik dari Liga China?

Di sini, apa pun yang terjadi, show must go on. Kemarin memang sempat ada penundaan karena ada kasus baru, tetapi langsung ditentukan kapan akan kembali digelar.
Dan, kalau masih bermasalah, dibuat solusi lain, misalnya tempatnya dipindah. Keputusan ini juga lewat musyawarah, tak cuma federasi saja. Jadi, langsung gerak cepat, enggak nunggu-nunggu.
Kami di sini main juga di kampung (daerah terpencil), jauh aksesnya, harus naik pesawat tiga jam lalu naik bus 3 jam untuk ke area. Sampai di sana, orang-orang enggak bisa keluar, tetapi fasilitasnya sudah tersedia. Ada 20 lapangan, ada hotel, semuanya tersedia. Dari kamar saya saja sudah bisa terlihat 10 lapangan.
ADVERTISEMENT

Adakah rencana beruji coba dengan tim Indonesia dan membuka jalur bagi pemain-pemain Indonesia untuk merumput di China?

ADVERTISEMENT
Tentu, saya kemarin sudah banyak bantu pemain Indonesia untuk main di Eropa dan Jepang, karena saya punya koneksi di sana. Cuma, ada masalah di visa dan lain-lain. Kalau ke China, sekarang belum bisa, harus eksekutif level tinggi [jabatan pekerjaan] yang bisa ke sini.
Untuk tim Indonesia atau pemain Indonesia masih sulit. Kecuali pemain itu sudah masuk level Super League (divisi tertinggi Liga China).
Tapi, sudah ada satu pemain yang sudah tunjukkan keinginannya, saya juga sudah oke dengan menerima CV-nya, sudah saya berikan ke pelatih tim Super League juga. Tentu, saya ingin pemain Indonesia bermain di sini. Saya bukan agen pemain, tapi saya ingin mereka belajar di sini.
ADVERTISEMENT

Apa rencana karier ke depannya?

Esti Lestari Wanita Indonesia yang jadi manajeri Tim China, Qingdao Red Lions FC. Foto: Dok. Esti Lestari
Saat ini, belum tahu. Tapi, sepertinya klub ingin memperpanjang kontrak dan sudah dibicarakan. Saya ingin tahu karena ini kesempatan saya dapat pengalaman, jangankan orang Indonesia, orang Eropa pun ingin ke China.
Saya satu-satunya perempuan asing yang jadi General Manajer di China sepanjang sejarah. Sepak bola China enggak pernah ada GM wanita asing. Jadi, ini mengejutkan mereka juga dan GM wanita dari Indonesia lagi, biasanya dari luar tapi orang Eropa.
Mereka juga gak pernah merendahkan [orang Indonesia] karena mereka tahu sepak bola Indonesia itu sangat besar. bahkan, pemerintah di sini sempat bertanya ke saya bagaimana supaya orang-orang ke stadion seperti di Indonesia. Karena di sini kalau bukan Super League jarang ada yang datang.
ADVERTISEMENT
Saya bilang kalau di Indonesia lirik kanan kiri sudah banyak talenta, di China ini susah. Makanya, mereka minta saya buat 5-10 tahun plan bagaimana mengembangkan komunitas sepak bola di sini.
Intinya, mereka tak pandang sebelah mata orang Indonesia dibanding Eropa, karena Eropa kan beda pendekatannya. Mereka ingin tahu bagaimana bisa di Asia [sepak bola digemari].

Anda adalah tokoh yang lekat dengan sepak bola wanita Indonesia, apa tujuan dan mimpi dari semua itu?

Esti Lestari (kedua dari kanan) Wanita Indonesia yang jadi manajeri Tim China, Qingdao Red Lions FC. Foto: Dok. Esti Lestari
Saya merasa sudah melakukan segalanya untuk sepak bola wanita. Sepak bola wanita itu harus dimantapkan dulu pemikirannya, perlu ada banyak workshop dulu baru ke lapangan. Jadi, pemikirannya harus disamakan dulu.
Mimpi saya adalah memajukan sepak bola wanita, walaupun saat ini saya di sepak bola putra. Saya pernah berpikir untuk membuat liga sendiri saja, 'kan sudah pernah jadi pemilik klub, jadi manajer sepak bola putri, jadi asisten manajer timnas.
ADVERTISEMENT
Terus apalagi? Ya sudah, saya berpikir bikin liga sepak bola putri, jadi operatornya. Namun, mimpi itu tak di-support keluarga.

Berkaca dari sepak bola China, adakah saran untuk sepak bola Indonesia menjadi lebih baik ke depannya?

Esti Lestari (kiri) Wanita Indonesia yang jadi manajeri Tim China, Qingdao Red Lions FC. Foto: Dok. Esti Lestari
Siapa pun stakeholder di Indonesia, infrastruktur dilengkapi dahulu. Pelatih-pelatihnya juga, baik itu dari PSSI atau dari luar, itu saja dulu.
Kita persiapkan diri, banyak orang yang ingin bermain di Indonesia karena menarik bagi pemain asing, bisa dapat gaji besar yang mereka tak dapatkan di negaranya. Didetailkan lagi kualitas pemain asing yang masuk, infrastruktur, dan juga kepastian untuk pemilik klub karena pandemi ini semua ada di seluruh dunia.
Saya merasa sedih karena tidak berada di Indonesia untuk berkiprah di negara saya. Karena mimpi saya juga untuk berkiprah di negara sendiri.
ADVERTISEMENT
Sekarang, saya di China dan ini kemajuan untuk negara lain. Tapi, paling tidak di sini belajar dan menimba ilmu. Siapa tahu saya bisa membuka jalan bagi para pemain dan pemilik klub untuk belajar di sini, saya akan bantu.
---