Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
Wawancara Khusus Naomi Nielsen: Putri Berdarah Denmark yang Warnai Sepak Bola RI
7 September 2021 10:54 WIB
·
waktu baca 7 menit
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian besar wanita , olah raga khususnya sepak bola, mungkin bukan hal yang menarik untuk diminati. Namun, tidak demikian dengan Naomi Nielsen.
ADVERTISEMENT
Naomi yang merupakan blasteran Denmark ini adalah wonderkid berusia 19 tahun yang saat ini tengah disibukkan dengan persiapan menuju Pekan Olah Raga Nasional (PON) Papua. Ia menjadi bagian dalam skuad tim sepak bola DKI Jakarta.
Pada 2019, Naomi berkesempatan mentas di kompetisi sepak bola wanita tertinggi di Indonesia, Liga 1 Wanita. Ia bersama beberapa rekan-rekan tim PON DKI Jakarta dipercaya memperkuat Persija Jakarta Putri.
Naomi juga pernah berjersi Timnas Indonesia. Itu adalah kala ia dipanggil mengikuti pemusatan latihan (TC) Timnas Wanita Indonesia U-16 pada 2018.
Lantas, seperti apa asal-usulnya? Bagaimana sepak terjangnya di dunia si kulit bundar? Untuk mengetahuinya lebih dalam, kumparan mewawancarai pemain yang berposisi sebagai winger ini. Silakan disimak.
Bisa diceritakan bagaimana awalnya kamu bisa mengenal sepak bola?
Awalnya, [terjun ke dunia sepak bola] dari sekolah, ditanya ada cewek yang mau main bola apa enggak, karena untuk tim cowok ada, tim cewek belum.
ADVERTISEMENT
Aku sama teman-teman mau coba, saat itu kelas 4 SD, kami mulai dari sana, awalnya cuma untuk seru-seru saja, tapi lama-lama aku lebih suka sama olahraganya, dan aku main setiap tahun untuk sekolah, dan ternyata suka banget sama olahraganya.
Kelas 8 (2 SMP), aku lihat tim sepak bola di luar sekolah, ada salah satu klub akademi, Pro Direct Academy, yang nanya ke aku untuk main bersama mereka, dan aku terima, latihan sama mereka tiap minggu, main turnamen, dan pergi ke Bali.
Dari situ, kami main melawan Timnas U-16 dan saat itu aku dipanggil TC Timnas U-16 setelah pertandingan, ditawari TC. Aku masuk TC selama sebulan di Timnas U-16 wanita tahun 2018. Dan, aku sudah masuk timnya dan sudah siap untuk ke Palembang, tapi ada kesalahan dengan ofisial sehingga 11 pemain yang lahir tahun 2002 gak boleh main, karena akan berusia 16 tahun di tahun itu, jadi enggak boleh main.
ADVERTISEMENT
Setelah itu tetap main sama Pro Direct Academy, dan manajernya yang bawa ke tim PON DKI, itu tahun 2019, sekitar Januari kami mulai. Dan, kami mulai latihan, ada banyak pemain seleksinya, setelah itu akhirnya dapat tim pertama DKI Jakarta, latihan, uji coba, pada Oktober ada Liga 1 perempuan untuk pertama kalinya, pemain-pemain [tim PON] DKI Jakarta masuk ke Persija seleksi dan ada beberapa pemain lain, dan dari situ bulan Oktober-November kami main di Liga 1 di Jogja dan beberapa tempat, tapi gak menang, tapi tetap seru.
Jadi, pemain dari DKI dibawa ke Persija Putri, karena kami sudah setim, sudah kenal, dan waktu Liga 1 selesai, ada Covid. Tapi masih ada latihan untuk PON bulan Desember, yang seharusnya Oktober 2020 dan akhirnya ditunda juga, tapi kami [tetap] latihan tiap minggu.
ADVERTISEMENT
Saat ini sudah TC sejak Agustus dan ini sudah siap-siap untuk berangkat ke PON Papua (yang diundur ke 2021). Aku saat ini sibuk sama PON saja, latihan TC di PPOP Ragunan.
Bagaimana dengan asal-usul kamu yang merupakan blasteran Denmark?
[Keturunan dari] Papa, setengah Denmark-Indonesia, keluarga dia tinggal di Denmark semua, sepupu di Denmark, mama orang manado-Jawa, keluarga dia tinggal di sini.
Mereka ketemu karena mereka pemain tenis, ketemu waktu kecil di Indonesia, mungkin aku ini seperempat Denmark, bukan setengah. Keluarga aku jauh banget di Denmark dua-duanya jadi aku coba ke sana untuk liburan dan lain-lain.
Keluarga papa aku semua warga negara Denmark, kalau mama [asli orang] sini. Papa enggak ada paspor Indonesia, kalau aku ada paspor Denmark sama Indonesia karena belum 21 tahun.
ADVERTISEMENT
Bagaimana reaksi orang tua setelah tahu anak perempuannya memilih sepak bola?
Sebenarnya, mama, 'kan juga atlet pas muda, dia main tenis dan waktu dia punya anak dia sudah bilang ke papa, dia ga mau anak-anaknya jadi atlet karena dia tahu sulitnya jd atlet.
Tapi, waktu aku lahir, aku lebih suka olahraga dari pada sesuatu lain. Jadi, akhirnya dia, ya sudah, mau bagaimana lagi 'kan? Dia enggak setop aku, dia tetap support, dukung, dari situ dia mulai mendukung dan kasih cerita-cerita saat dia masih jadi atlet. Dia yang merawat aku, mamaku super protektif, mereka berdua, papa juga dukung, suka nonton [aku ketika bermain sepak bola].
Bukan enggak setuju juga, sih. Tapi kaya, 'mau bagaimana lagi', kayak 'aduh, kenapa harus olah raga'.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kamu melihat kondisi sepak bola wanita di Indonesia sekarang?
Menurutku, masih mulai berkembang. Karena, [saat ini] masih belum. Waktu aku masih kecil belum ada, dan agak aneh untuk cewek main bola.
Masih berkembang, timnas kita pas masuk turnamen internasional tak menang karena belum 100 persen didukung. Menurutku, ini semua masih proses. Timnas kita dan pemain, sih, ada banyak potensi. Aku sudah lihat yang jago banget, aku pikir bisa jadi pro, ada beberapa pemain yang bisa jadi profesional.
Apa sebenarnya tantangan terbesar sebagai pesepak bola wanita di Indonesia?
Ada beberapa [tantangan], karena orang lihat sepak bola wanita itu lucu, enggak diseriusin. Tapi, waktu Liga 1 2019, kami Persija Putri 'kan ada beberapa orang yang tertarik, dan mereka follow [kami di sosial media]. Ada beberapa pemain yang followers-nya bertambah banget. Dari situ, saat kami posting, mereka selalu komentar kami star syndrome.
ADVERTISEMENT
Dan, mereka bilang kami mainnya jelang, star syndrome dan lain-lain. Itu sesuatu besar bagi tim, pelatih juga sampai bicara soal itu. Selain itu, ada beberapa orang yang masih tak percaya dengan wanita main sepak bola. Aneh juga, sih. Jadi aku kira ini masih mulai berkembang dan pasti suatu saat orang mulai berpikir sepak bola [wanita] itu benar olah raga.
Siapa yang menjadi inspirasi kamu sebagai pesepak bola?
ADVERTISEMENT
Aku suka banget sama Christen Press. Dia itu pemain Amerika [Serikat]. Dia main di Timnas Amerika, posisinya sama juga, winger. Dari dulu suka banget, cara dia main, enak banget [dilihat]. Dia enggak sombong juga, ada bisnis yang membantu orang lain. Itu inspirasi aku banget. Bukan cuma mainnya, tapi mindset-nya, dan personality-nya.
ADVERTISEMENT
Kalau di Indonesia, dari kelas 5 SD aku suka banget sama Irfan Bachdim. Aku juga tak kenal banyak sama pemain Indonesia, tapi aku kenal Irfan dari dulu aku follow di Instagram. Teman-temanku tahu aku suka banget sama dia.
Apa target yang kamu bidik untuk ke depannya?
Kalau di sepak bola, tentu meraih emas PON. Tapi, selain itu karena hidupku beberapa tahun terakhir untuk sepak bola, setelah PON belum ada sesuatu yang mau aku raih.
Tapi, aku juga ada goal, seperti misalnya kuliah. Aku mikir untuk sekolah lagi, aku suka belajar dan mau cari sekolah yang bagus untuk aku, jurusannya juga. Dan, yang akan dipakai setelah lulus nanti, jadi untuk sekolah dulu, mau keliling dunia dulu. Saat ini belum tahu mau apa, mungkin nanti.
ADVERTISEMENT
Untuk ke Denmark, bulan Januari [2022] ini ada program 6 bulan, itu untuk mencari apa yang akan dipilih untuk jurusan dan belajar lebih banyak. Aku harap dengan program 6 bulan itu bisa tahu apa yang aku mau, apa yang aku suka. Semoga, setelah 6 bulan aku bisa ketemu universitas dan jurusan yang disuka.
Apa harapan kamu untuk sepak bola wanita Indonesia?
Aku berharap akan lebih banyak perempuan yang mau main bola dan juga enggak takut, enggak usah takut main bola, percaya diri. Aku dapat beberapa komentar dan pesan [di sosial media] dari cewek yang bilang mau main bola, tapi takut orang tua gak setuju. Pokoknya mereka takut ini-itu.
Aku harap banyak perempuan Indonesia gak takut soal itu. Menurutku, coba saja dulu. Kayak aku, coba saja dulu, main dulu, dan ternyata suka. Aku harap perempuan ganti mindset mereka untuk tak takut dan juga berharap ofisial-ofisial lebih memperhatikan sepak bola wanita Indonesia.
ADVERTISEMENT